Hal-Hal Yang Merusak Persaudaraan

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, GAYAMSARI – Pimpinan Ranting Muhammadiyah Siwalan secara rutin mengadakan kajian yang diperuntukkan bagi staf AUM, pengajar dan masyarakat sekitar pada hari Kamis malam bakda maghrib setiap pekannya. Bertempat di PAUD Terpadu Aisyiyah Jl. Plewan III no 81 RT 08 RW 03 Kelurahan Siwalan Kecamatan Gayamsari. Untuk tanggal 10 Februari 2022, kajian tersebut diisi oleh narasumber Ustadz Rizky Febriansyah. Beliau menjabat sebagai anggota di Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Semarang, yang akan menyampaikan tema “Hal-Hal Yang Merusak Persaudaraan”.

Ustadz Rizky Febriansyah ketika menjadi narasumber di kajian PRM Siwalan

Ada dua macam ikhwân atau saudara dalam Islam; (1) Ikhwânul Tsiqah dan (2) Ikhwânul Mukâsyarah. Saudara-saudara kita yang tsiqah adalah saudara sejati dan saudara yang seperti ini, sangat jarang adanya. Terhadap ikhwân tsiqah (saudara-saudara yang dapat dipercaya) ini kita bisa mempercayainya, kita sembunyikan rahasianya dan celanya dan tampakkan keindahannya. Adapun saudara-saudara kita yang tergolong ikhwân mukâsyarah (ikhwân yang tidak dapat dipercaya) kita berinteraksi dengan mereka hanya sebatas teman gaul biasa, kita akan mendapatkan senang kita dari mereka, kita bisa curahkan keramahan wajah dan kemanisan lidah kepada mereka sebagaimana mereka juga berbuat demikian kepada kita dan kita tidak bisa menuntut lebih dari itu.

Sebagaimana firman Allah didalam surat Al-Hujurat ayat 10 :

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Terjemah Arti : Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.

Serta didalam surat Al-Hijr ayat 47 :

وَنَزَعْنَا مَا فِيْ صُدُوْرِهِمْ مِّنْ غِلٍّ اِخْوَانًا عَلٰى سُرُرٍ مُّتَقٰبِلِيْنَ

Terjemah Arti : Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka; mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.

Berapa banyak kehidupan yang berubah menjadi keras ketika ikatan persaudaraan telah pupus, ketika sumber-sumber kecintaan karena Allah telah kering, ketika individualisme telah menggeser nilai-nilai persaudaraan, saat itu setiap individu berada dalam kehidupan yang sulit, merasa terpisah menyendiri dari masyarakatnya.

Kebanyakan manusia pada umumnya, perilaku mereka telah tercemari oleh hal-hal yang dapat merusak persaudaraan, yang terkadang mereka menyadari hal tersebut, dan terkadang tidak menyadarinya. Oleh sebab itu, mari kita ikuti penjelasan berikut ini tentang beberapa hal yang dapat merusak persahabatan dan persaudaraan. Sebelumnya, kita ikuti terlebih dahulu beberapa hadits dan perkataan para ulama’ salaf mengenai hubungan persaudaraan.ga mereka menjauh dari kita.

Hal-hal yang dapat merusak ukhuwah (persaudaraan), di antaranya adalah :

1. Tamak dan rakus terhadap dunia

Rasulullah saw. Bersabda,

“Zuhudlah terhadap dunia, Allah akan mencintai kamu. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki oleh manusia, mereka akan mencintai kamu.”(HR Ibnu Majah).

Jika kamu tertimpa musibah, mintalah musyawarah kepada saudaramu dan jangan meminta apa yang engkau butuhkan. Sebab jika saudara atau temanmu itu memahami keadaanmu, ia akan terketuk hatinya untuk menolongmu, tanpa harus meminta atau meneteskan air mata.

2. Maksiyat dan meremehkan ketaatan

Jika di dalam pergaulan tidak ada nuansa dzikir dan ibadah, saling menasehati, mengingatkan dan memberi pelajaran, berarti pergaulan atau ikatan persahabatan itu telah gersang disebabkan oleh kerasnya hati dan hal itu bisa mengakibatkan terbukannya pintu-pintu kejahatan sehingga masing-masing akan saling menyibukkan diri dengan urusan yang lain. Padahal Rasulullah saw. Bersabda,

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak mendzoliminya dan tidak menghinakannya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, Tidaklah dua orang yang saling mengasihi, kemudian dipisahkan antara keduanya kecuali hanya karena satu dosa yang dilakukan oleh salah seorang dari keduanya.”(HR Ahmad).

Ibnu Qayim, dalam kitab “Al-Jawabul Kafi” mengatakan, “Di antara akibat dari perbuatan maksiyat adalah rasa gelisah (takut dan sedih) yang dirasakan oleh orang yang bermaksiyat itu untuk bertemu dengan saudara-saudaranya.”

Orang-orang ahli maksiyat dan kemungkaran, pergaulan dan persahabatan mereka tidak dibangun atas dasar ketakwaan melainkan atas dasar materi sehingga akan dengan mudah berubah menjadi permusuhan. Bahkan hal itu nanti akan menjadi beban di hari kiamat.

Para jamaah yang khusyu mendengarkan tausiah dari ustadz Rizky Febriansyah

3. Tidak menggunakan adab (tata karma) yang baik (syar’i) ketika berbicara.

Ketika berbicara dengan saudara atau kawan, hendaknya seseorang memilih perkataan yang paling baik. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 53 :

وَقُلْ لِّعِبَادِيْ يَقُوْلُوا الَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِيْنًا

Terjemah Arti : Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sungguh, setan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.

Dalam sebuah hadis Nabi saw. Bersabda,

“Kalimah thayibah(baik) adalah shadaqah.”(HR Bukhari).

4. Banyak berdebat dan berbantah-bantahan.

Terkadang hubungan persaudaraan terputus karena terjadinya perdebatan yang sengit yang bisa jadi itu adalah tipuan setan. Dengan alasan mempertahankan akidah dan prinsipnya padahal sesungguhnya adalah mempertahankan dirinya dan kesombongannya. Rasulullah saw. Bersabda,

“Orang yang paling dibenci di sisi Allah adalah yang keras dan besar permusuhannya.”(HR Bukhari dan Muslim).

Orang yang banyak permusuhannya adalah yang suka menggelar perdebatan, adu argumen dan pendapat.

Tetapi debat dengan cara yang baik untuk menerangkan kebenaran kepada orang yang bodoh, dan kepada ahli bid’ah, hal itu tidak masalah. Tetapi, jika sudah melampaui batas, maka hal itu tidak diperbolehkan. Bahkan jika perdebatan itu dilakukan untuk menunjukkan kehebatan diri, hal itu malah menjadi bukti akan lemahnya iman dan sedikitnya pengetahuan. Jadi, bisa saja dengan perdebatan ini, tali ukhuwah akan terurai dan hilang. Sebab masing-masing merasa lebih kuat hujjahnya dibanding yang lain.

5. Berbisik-bisik (pembicaraan rahasia)

Berbisik-bisik adalah merupakan hal yang sepele tetapi mempunyai pengaruh yang dalam bagi orang yang berfikiran ingin membina ikatan persaudaraan. Sebagaimana firman Allah didalam surat Al-Mujadalah ayat 10 :

اِنَّمَا النَّجْوٰى مِنَ الشَّيْطٰنِ لِيَحْزُنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَيْسَ بِضَاۤرِّهِمْ شَيْـًٔا اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ

Terjemah Arti : Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan, agar orang-orang yang beriman itu bersedih hati, sedang (pembicaraan) itu tidaklah memberi bencana sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah. Dan kepada Allah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal.

Rasulullah bersabda,

“Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang di antaranya berbisik-bisik tanpa mengajak orang yang ketiga karena itu akan bisa menyebabkannya bersedih.”(HR Bukhari dan Muslim).

Para ulama berkata, “Setan akan membisikkan kepadanya dan berkata, ‘Mereka itu membicarakanmu’.” Maka dari itu para ulama mensyaratkan agar meminta idzin terlebih dahulu jika ingin berbisik-bisik (berbicara rahasia).

Kantor Layanan Lazismu Gayamsari di kompleks masjid At-Taqwa Al-Mukaramah

Dukung pengembangan dakwah di Gayamsari melalui :

Kantor Layanan LazisMu
PCM Gayamsari

Zakat
Bank Syariah Indonesia
1021146214

Infaq
Bank Syariah Indonesia
1040367663

Konfirmasi :
CS KL Lazismu Gayamsari    0812 1544 6504
Zubad Ismail                        0822 2076 7183

Penulis : Rizky Febriansyah
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Tafsir Al-Quran Surat Al-Asr

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, GAYAMSARI – Pimpinan Ranting Muhammadiyah Siwalan secara rutin mengadakan kajian yang diperuntukkan bagi staf AUM, pengajar dan masyarakat sekitar pada hari Kamis malam bakda maghrib setiap pekannya. Bertempat di PAUD Terpadu Aisyiyah Jl. Plewan III no 81 RT 08 RW 03 Kelurahan Siwalan Kecamatan Gayamsari. Untuk tanggal 3 Februari 2022, kajian tersebut diisi oleh narasumber Ustadzah Laela Dwi Setyowati S.Ag. Beliau menjabat sebagai Pimpinan Ranting Aisyiyah Siwalan, yang akan menyampaikan tema “Tafsir Al-Quran Surat Al Asr Ayat 1-3”

Ustadzah Laela Dwi Setyowati S.Ag. ketika menjadi narasumber kajian PRM Siwalan

Dalam salah satu surat di Juz 30 atau Juz Amma ada salah satu surat yang cukup singkat dari segi jumlah ayat. Surat tersebut adalah Al Ashr. Di dalam surat itu ada tiga ayat yang semuanya diturunkan di Kota Makkah Al Mukarromah. Oleh karenanya Surat Al Ashr masuk ke dalam golongan surat Makkiyah.

Surat Al Ashr masuk ke dalam urutan ke 103 di Al Qur’an yang di dalam surat tersebut terkandung sebuah keistimewaan mengenai pentingnya waktu. Hal tersebut terlihat dari setiap ayat yang memberi peringatan tentang waktu dan keselamatan manusia.

mengutip dari Al Qur’an, berikut isi Surat Al Ashr dari ayat 1-3:

وَالْعَصْرِۙ

(1) Demi masa,

اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ

(2) Sungguh, manusia berada dalam kerugian,

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

(3) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.

Tafsir Surat Al-Asr

Melansir tafsir Kementerian Agama, Surat Al Ashr menjelaskan bahwa Allah bersumpah dengan masa yang terjadi di dalamnya bermacam-macam kejadian dan pengalaman yang menjadi bukti atas kekuasaan Allah yang mutlak, hikmah-Nya yang tinggi, dan Ilmu-Nya yang sangat luas. Perubahan-perubahan besar yang terjadi pada masa itu sendiri, seperti pergantian siang dengan malam yang terus-menerus, habisnya umur manusia, dan sebagainya merupakan tanda keagungan Allah.

Dalam ayat lain, Allah berfirman didalam surat Fussilat ayat 37:

وَمِنْ اٰيٰتِهِ الَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُۗ لَا تَسْجُدُوْا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَهُنَّ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

Terjemah Arti : Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, mata-hari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.

Para jamaah yang khusyu mendengarkan tausiah dari ustadzah Laela Dwi Setyowati S.Ag.

Apa yang dialami manusia dalam masa itu dari senang dan susah, miskin dan kaya, senggang dan sibuk, suka dan duka, dan lain-lain menunjukkan secara gamblang bahwa bagi alam semesta ini ada pencipta dan pengaturnya. Dialah Tuhan yang harus disembah dan hanya kepada-Nya kita memohon untuk menolak bahaya dan menarik manfaat.

Adapun orang-orang kafir menghubungkan peristiwa-peristiwa tersebut hanya kepada suatu masa saja, sehingga mereka beranggapan bahwa bila ditimpa oleh sesuatu bencana, hal itu hanya kemauan alam saja. Allah menjelaskan bahwa masa (waktu) adalah salah satu makhluk-Nya dan di dalamnya terjadi bermacam-macam kejadian, kejahatan, dan kebaikan. Bila seseorang ditimpa musibah, hal itu merupakan akibat tindakannya. Masa (waktu) tidak campur tangan dengan terjadinya musibah itu.

Dalam ayat kedua, Allah mengungkapkan bahwa manusia sebagai makhluk Allah sungguh secara keseluruhan berada dalam kerugian bila tidak menggunakan waktu dengan baik atau dipakai untuk melakukan keburukan. Perbuatan buruk manusia merupakan sumber kecelakaan yang menjerumuskannya ke dalam kebinasaan. Dosa seseorang terhadap Tuhannya yang memberi nikmat tidak terkira kepadanya adalah suatu pelanggaran yang tidak ada bandingannya sehingga merugikan dirinya.

Dalam ayat ketiga, Allah menjelaskan bahwa jika manusia tidak mau hidupnya merugi, maka ia harus beriman kepada-Nya, melaksanakan ibadah sebagaimana yang diperintahkan-Nya, berbuat baik untuk dirinya sendiri, dan berusaha menimbulkan manfaat kepada orang lain. Di samping beriman dan beramal saleh, mereka harus saling nasihat-menasihati untuk menaati kebenaran dan tetap berlaku sabar, menjauhi perbuatan maksiat yang setiap orang cenderung kepadanya, karena dorongan hawa nafsunya.

Kantor Layanan Lazismu Gayamsari di kompleks masjid At-Taqwa Al-Mukaramah

Dukung pengembangan dakwah di Gayamsari melalui :

Kantor Layanan LazisMu
PCM Gayamsari

Zakat
Bank Syariah Indonesia
1021146214

Infaq
Bank Syariah Indonesia
1040367663

Konfirmasi :
CS KL Lazismu Gayamsari    0812 1544 6504
Zubad Ismail                        0822 2076 7183

Penulis : Laela Dwi Setyowati
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Sejarah Ketaqwaan Rasulullah

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, GAYAMSARI – Pimpinan Ranting Muhammadiyah Siwalan secara rutin mengadakan kajian yang diperuntukkan bagi staf AUM, pengajar dan masyarakat sekitar pada hari Kamis malam bakda maghrib setiap pekannya. Bertempat di PAUD Terpadu Aisyiyah Jl. Plewan III no 81 RT 08 RW 03 Kelurahan Siwalan Kecamatan Gayamsari. Untuk tanggal 27 Januari 2022, kajian tersebut diisi oleh narasumber ustadzah Aula Risky. Saat ini menjabat sebagai anggota IMM Kota Semarang, dan masih berstatus mahasiswi aktif semester 2 di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Untuk kajian ini akan menyampaikan tema “Sejarah Ketaqwaan Rasulullah”

Ustadzah Aula Risky ketika menjadi narasumber di kajian PRM Siwalan

Setelah wafatnya Khadijah radhiyallahu ‘anha dan Abu Thalib, tekanan kaum musyrikin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin meningkat. Dakwah di tengah masyarakat Quraisy sangat sulit dilakukan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari sana untuk mencari tempat lain, barangkali dapat ditemukan hati yang membuka diri untuk beriman dan mendukung agama Allah ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat ke Thaif dengan harapan akan mendapatkan penolong dakwah dari suku Tsaqif serta menenangkan diri sejenak dari tekanan kaumnya (suku Quraisy). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berharap Bani Tsaqif akan menerima agama Islam dengan baik. Saat itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Thaif

Ketika tiba di Thaif, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menemui tiga bersaudara pemimpin dan bangsawan Thaif yaitu: Abdu Yalil bin Amr bin Umair, Mas’ud bin Amr bin Umair, dan Habib bin Amr bin Umair.

Beliau mengajak mereka agar menyembah kepada Allah Ta’ala dan bersedia membela Islam dari rongrongan orang-orang yang menentangnya. Namun ketiganya menolak tawaran beliau itu dengan penolakan yang buruk sekali. Tidak terlihat sedikitpun kebaikan dari mereka. Salah seorang dari mereka berkata: “Apakah Allah tidak menemukan orang lain yang bisa diutus selain kamu?” Yang lainnya mengatakan: “Demi Allah, aku tidak akan mau berbicara denganmu selama-lamanya. Jika betul kamu adalah rasul utusan Allah seperti yang kamu katakan, maka sungguh merupakan bahaya paling besar, dan jika kamu berbohong di hadapan Allah, maka sudah sepatutnya saya tidak berbicara denganmu.”

Ketika itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta mereka untuk tidak menyebarluaskan hal ini, agar orang Quraisy tidak semakin memperberat tekanannya kepada beliau dan pengikutnya karena menganggapnya telah meminta bantuan kepada musuh mereka. Tetapi tiga bersaudara Bani Tsaqif tidak menerima permintaan ini, bahkan mereka mengerahkan para budak dan anak-anak kecil mereka untuk mengusir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah terik matahari; melemparinya dengan batu sehingga kedua kaki beliau berlumuran darah. Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu berusaha menghalau batu-batu itu, kemudian keduanya berlindung di kebun milik Utbah dan Syaibah bin Rabi’ah sampai anak-anak kecil itu kembali ke Thaif. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menuju ke bawah pohon kurma dan duduk di sana. Utbah dan Syaibah bin Rabiah melihat beliau dan menyaksikan perlakuan anak-anak kecil Thaif itu.

Rasulullah Mengadu kepada Allah

Dalam keadaan sulit seperti itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya ke langit dan mengucapkan:

“اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي ؟ أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك ، أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك”

“Ya Allah kepadamu kuadukan lemahnya kekuatanku, dan sedikitnya kesanggupanku, kerendahan diriku berhadapan dengan manusia, wahai Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang! Engkau adalah Pelindung orang-orang yang lemah dan Engkau juga Pelindungku, kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku? Ataukah kepada musuh yang akan menguasai urusanku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, semuanya itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku”.

Aku berlindung pada sinar wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat, dari murka-Mu yang hendak Engkau tumpahkan kepadaku. Hanya Engkaulah yang berhak menegur dan mempersalahkan diriku hingga Engkau Ridha (kepadaku), dan tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.” (HR. At-Thabrani / Lihat: Sirah Ibnu Hisyam 1/420).

Jibril Turun Membawa Pertolongan

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Zaid bin Haritsah melanjutkan perjalanannya kembali ke Makkah. Dan baru saja beliau berlalu dari tempat tersebut, tiba-tiba di tengah jalan datanglah Malaikat Jibril dengan diiringkan Malaikat penjaga gunung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lalu berhenti sebentar di tengah jalan itu. Malaikat Jibril berkata kepada beliau:

يَـا رَسُوْلَ اللهِ! اِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمـِكَ لَكَ، وَ مَا رَدُّوْا لَكَ. وَ قَدْ بَعَثَ اِلَـيْكَ مَلَكَ اْلجـِبَالِ لـِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فـِيْهِمْ.

“Ya Rasulullah! Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka ke padamu; dan Dia telah mengutus sekarang ini malaikat penjaga gunung kepadamu, supaya engkau perintah kepadanya menurut apa yang kau kehendaki terhadap mereka (kaum Bani Tsaqif) itu”.

Malaikat penjaga gunung itu lalu berkata kepada beliau :

يَـا رَسُوْلَ اللهِ! اِنَّ اللهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمـِكَ لَكَ، وَ اَنــَامَلَكُ اْلجـِبَالِ وَ قَدْ بَعَـثَـنِى رَبـُّكَ لـِتَأْمُرَنــِى بِاَمْرِكَ فَمَا شِئْتَ؟ اِنْ شِئْتَ اَنْ اُطْبِقَ عَلَـيْهِمُ اْلاَخْشَـبَـيْنِ فَعَلْتُ.

“Ya Rasulullah ! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu kepadamu, dan aku inilah Malaikat penjaga gunung. Sesungguhnya Tuhanmu telah mengutusku untuk datang kepadamu, supaya engkau perintahkan kepadaku tentang urusanmu, apa yang kau kehendaki? Jika engkau mau supaya aku menghimpitkan kedua gunung yang besar ini kepada mereka, tentu kukerjakan”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu itu menjawab,

اَ. بَلْ اَرْجُوْ اَنْ يُخـْرِجَ اللهُ مِنْ اَصْلاَبِـهِمْ مَنْ يَـعْبُدُ اللهَ وَ لاَ يُـشْرِكُ بِـهِ شَيـْئًا.

“Tidak! Bahkan saya mengharap, mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari keturunan mereka itu orang yang menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”.

Malaikat Jibril berkata,

اِنَّ اللهَ اَمَرَنــِى اَنْ اُطِـيْعَكَ فِى قَوْمـِكَ لِمَا صَنَعُوْهُ مَعَكَ.

“Sesungguhnya Allah telah memerintahkan aku, supaya aku mentaati engkau tentang kaummu, karena perbuatan mereka kepadamu”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan berdo’a,

اَللّـهُمَّ اهْدِ قَوْمـِى فَـاِنَّـهُمْ لاَ يَـعْلَمُوْنَ.

“Ya Allah! Tunjukkanlah kaumku (ke jalan yang lurus), karena sesungguhnya mereka itu tidak mengerti”.

Malaikat Jibril berkata,

صَدَقَ مَنْ سَمَّاكَ. الـرَّءُوْفُ الرَّحِيْمُ.

“Benarlah Tuhan yang telah menyebut engkau sebagai seorang pengasih serta penyayang”.

Malaikat penjaga gunung berkata,

اَنــْتَ كَمَا سَمَّاكَ رَبـُّكَ: رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ.

“Engkau sebagaimana Tuhan-mu menamakanmu: pengasih, penyayang.”

Jamaah yang khusyu mendengarkan tausiah dari ustadzah Aula Risky

Kesimpulan :

Di sinilah kesabaran dan ketabahan Rasul. Kalau kita mungkin diberikan tawaran seperti ini, hantam saja sampai mereka hancur. Tapi Rasul bukan demikian, beliau jawab, “Ya Allah, tunjukilah kaumku itu, karena mereka belum memahami dan belum mengerti tentang apa risalah yang saya sampaikan kepada mereka. Mereka belum paham tentang apa risalah yang saya bawa ke Thaif ini.” Bahkan Nabi mendo’akan, “Ya Allah, berikanlah generasi penerus bagi masyarakat Thaif ini generasi yang beriman. Generasi dimana mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu.”

Do’a Nabi tersebut akhirnya nanti terkabul dimana kita lihat masyarakat Thaif adalah masyarakat beriman, generasi yang diberikan keberkahan baik dari posisi atau kondisi udaranya, yang menjadi tempat turis sekarang ini. Pengalaman Nabi yang demikian hebat pernah ditanyakan lagi oleh seorang sahabat kepada Nabi sesudah perang Uhud ketika sudah di Madinah, “Ya Rasulullah, apakah ada lagi perang yang lebih berkesan kepada Nabi selain perang Uhud?” Nabi mengingat kembali pada situasi yang dialaminya saat dilempari oleh masyarakat Thaif waktu pertama sekali.

Derita yang diterima oleh Rasul ini merupakan cobaan yang mengukuhkan sikap Rasulullah, keteguhan sikap Nabi di dalam melakukan dakwah. Yang akhirnya nanti beliau mempersiapkan diri untuk hijrah ke Madinah sekembali dari Thaif, Nabi aktif untuk mengunjungi kabilah-kabilah yang datang melaksanakan ibadah haji ke Mekkah. Tekanan-tekanan yang diderita oleh Rasul ini mengukuhkan tekad Nabi untuk menyampaikan dakwah secara luas. Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua.

Kantor Layanan Lazismu Gayamsari di kompleks masjid At-Taqwa Al-Mukaramah

Dukung pengembangan dakwah di Gayamsari melalui :

Kantor Layanan LazisMu
PCM Gayamsari

Zakat
Bank Syariah Indonesia
1021146214

Infaq
Bank Syariah Indonesia
1040367663

Konfirmasi :
CS KL Lazismu Gayamsari    0812 1544 6504
Zubad Ismail                        0822 2076 7183

Penulis : Aula Risky
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Curhatlah Semua Hanya Kepada Allah

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, GAYAMSARI – Pimpinan Ranting Muhammadiyah Siwalan secara rutin mengadakan kajian yang diperuntukkan bagi staf AUM, pengajar dan masyarakat sekitar pada hari Kamis malam bakda maghrib setiap pekannya. Bertempat di PAUD Terpadu Aisyiyah Jl. Plewan III no 81 RT 08 RW 03 Kelurahan Siwalan Kecamatan Gayamsari. Untuk tanggal 20 Januari 2022, kajian tersebut diisi oleh narasumber ustadzah Putri Salwa Wallenviona, saat ini menjabat sebagai Sekretaris Bidang TKK IMM Ar-Razy Unimus, dan masih berstatus mahasiswi aktif semester 3 di Universitas Muhammadiyah Semarang. Untuk kajian ini akan menyampaikan tema “Curhatlah Semua Hanya Kepada Allah”.

Ustadzah Putri Salwa ketika menjadi narasumber di kajian PRM Siwalan

Semua orang pasti pernah merasakan sesuatu yang tidak diinginkan. Semua orang juga pasti mempunyai masalah dan problem kehidupan. Di saat tertentu orang hidup bahagia dan senang, di saat yang lain pula boleh jadi sedih dan pilu. dan ini adalah sunatullah. Dalam menyikapi masalah kehidupannya, orang memiliki beragam tindakan untuk memecahkannya. Ada yang mencurahkan perasaan dan uneg-unegnya kepada keluarga, teman, atau bahkan kepada benda-benda mati. Apalagi sering dijumpai tidak sedikit orang yang apabila mempunyai problem, selalu ia curhatkan di jejaring sosial seperti Facebook atau twitter sehingga semua manusia mengetahuinya.

Adapula seseorang yang status upatednya adalah kegalauan hidup, seakan-akan tiada hari tanpa kebahagiaan. Semua yang ditulisnya adalah situasi mengerikan dalam hidupnya. Masalah-masalah kepada teman, guru, orangtua, atau bahkan masalah rumah tangga pun diceritakan disana. Tak peduli apakah itu aib atau bukan. Yang paling menyedihkan adalah tidak sedikit diantara kaum muslimin yang masih saja percaya kepada dukun dan peramal. Sehingga tatkala ia memiliki masalah, yang pertama kali terbetik dalam hatinya adalah segera mendatangi dukun untuk mencari solusi. Sungguh ini adalah kelemahan dan kebodohan. Tidakkah mereka tahu bahwa orang yang mendatangi dukun itu bisa menyebabkan kekafiran.

Sebagaimana firman Allah didalam surat Luqman ayat 34 :

اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Terjemah Ayat : Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.

Sesungguhnya semua masalah itu tidak sepantasnya disebar dan diceritakan kepada setiap orang yang diadukannya. Cukup semua perkara yang dihadapi seorang muslim hanya dicurhatkan kepada Allah. Seorang muslim hanya akan menampakkan kelemahannya dihadapan Allah, tidak kepada makhluk yang sama-sama lemah. Oleh karena itu kita memiliki dzikir ا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ yang maknanya adalah tidak ada daya untuk menghindari kemaksiatan dan upaya untuk melakukan ketaatan kecuali kekuatan dari Allah.

PAUD Terpadu Aisyiyah, tempat berlangsungnya kajian PRM Siwalan

Sebagai contoh, lihatlah nabi Ya’qub AS. ketika menghadapi kesedihan berupa kehilangan putranya, nabi Yusuf AS., sehingga anak-anaknya yang lain mengiranya akan bertambah sedih dan sakit. Maka dengarlah jawaban nabi Ya’qub AS. yang perlu diteladani setiap muslim. Seperti yang telah difirmankan Allah dalam surat Yusuf ayat 86 :

قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

Terjemah Arti : Dia (Yakub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.

Benar saja, jika seseorang menampakkan dan mengadukan kesedihan serta kesulitan kepada manusia, maka hal itu tidak meringankan kesedihan tersebut. Namun apabila seseorang mengadukan kesedihan hanya kepada Allah. Itulah yang akan bermanfaat baginya. Bagaimana tidak, sedangkan Allah telah menjanjikan hal itu dalam firman-Nya didalam surat Al-Baqarah ayat 186 :

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

Terjemah Arti : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.

Perhatikan ayat ini. Didalam Al-Quran yang biasa memakai uslub soal-jawab, biasanya setelah disebutkan pertanyaan akan diikuti dengan kata-kata قُلْ (katakanlah), seperti dalam Al-Baqarah ayat 189,215,217, dan banyak lagi. Ini menunjukkan bahwa kedekatan dan janji Allah itu benar-benar haq. Sesuai firman Allah didalam surat Qaf ayat 16 :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖوَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

Terjemah Arti : Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.

Tentu saja kedekatan disini adalah kedekatan ilmu, bukan Dzat Allah. Sebagaimana kesepakatan Ahlusunnah wal Jama’ah. Sedangkan kedekatan Allah itu ada 2, yaitu (1) kedekatan ilmu-Nya, dan (2) kedekatan-Nya dengan orang yang beribadah dan berdoa kepada-Nya dengan pengkabulan, pertolongan, dan taufik (lihat Taisirul Karimir Rahman). Maka, sesungguhnya ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang samar bagi-Nya. Jika Allah saja dekatnya sedemikian, maka tidak perlu lagi mencari tempat-tempat curhat dan mengeluhkan problem kepada selain-Nya. Karena, “Bukankah Allah itu cukup untuk hamba-Nya” (QS. Az-Zumar : 36).

Para jamaah yang khusyu mendengarkan tausiah dari ustadzah Putri Salwa

Diriwayatkan bahwa dahulu di zaman salaf, segala perkara yang mereka hadapi, kecil atau besar, selalu diadukan kepada Allah. Sampai garam dapurpun, mereka meminta kepada Allah. Atau sebagian riwayat, sampai tali sandal yang terputus pun, diadukan kepada Allah. Rasulullah sendiri mengajarkan kepada keponakannya yang masih kecil agar hanya meminta dan memohon kepada Allah. “Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah” [Riwayat At-Tirmidzi. Beliau berkometar,”(Hadits ini) hasan shahih”]. Jika anak kecil saja diajarkan seperti itu, bagaimana yang lainnya ? tentu lebih lagi.

Inilah potret pendidikan Rasulullah, yaitu menanamkan akidah yang benar kepada umatnya sejak kecil agar terpatri kuat di sanubari orang tersebut. Dan pendidikan macam inilah yang seharusnya ditiru oleh para orangtua manapun. Demikian juga dengan orang yang dirundung bingung antara dua pilihan. Jika ia harus memilih, seluruh ajaran Islam adalah penyeraad diri kepada Allah. Segala masalah harus diserahkan kepada Allah. Tidak kepada Selain-Nya.

Penulis : Putri Salwa Wallenviona
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Makna Muhasabah

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, GAYAMSARI – Pimpinan Ranting Muhammadiyah Siwalan secara rutin mengadakan kajian yang diperuntukkan bagi staf AUM, pengajar dan masyarakat sekitar pada hari Kamis malam bakda maghrib setiap pekannya. Bertempat di PAUD Terpadu Aisyiyah Jl. Plewan III no 81 RT 08 RW 03 Kelurahan Siwalan Kecamatan Gayamsari. Untuk tanggal 13 Januari 2022, kajian tersebut diisi oleh narasumber ustadz Muhammad Rifqi Zainal Arifin, seorang dai muda IMM kota Semarang dan saat ini berstatus mahasiswa aktif semester 3 di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Untuk kajian ini akan menyampaikan tema “Makna Muhasabah”.

Ustadz Muhammad Rifqi ketika menyampaikan tausiah di kajian PRM Siwalan

Muhasabah atau introspeksi diri adalah salah satu cara evaluasi dan membersihkan diri sendiri dari kesalahan-kesalahan yang mungkin telah diperbuat. Muhasabah adalah memperhatikan dan merenungkan hal-hal baik dan buruk yang telah dilakukan. Termasuk memperhatikan niat dan tujuan suatu perbuatan yang telah dilakukan, serta menghitung untung dan rugi suatu perbuatan.

Makna dari muhasabah sendiri adalah mengevaluasi diri untuk menjadi  pribadi yang lebih baik lagi dari waktu  ke waktu. Introspeksi atau mawas diri dan  berusaha untuk memperbaiki sifat dan  perilaku. Mengoreksi diri ke arah yang lebih  baik. dan memotivasi diri untuk memperbaiki  segala hal dalam kehidupan.

“Dari Syadad bin Aus r.a., dari  Rasulullah SAW, bahwa beliau berkata,  “Orang yang pandai adalah yang  menghisab (mengevaluasi) dirinya  sendiri serta beramal untuk kehidupan  sesudah kematian. Sedangkan orang  yang lemah adalah yang dirinya  mengikuti hawa nafsunya serta  berangan-angan terhadap Allah SWT” (HR. ImamTurmudzi)

PAUD Terpadu Aisyiyah, tempat berlangsungnya kajian PRM Siwalan

Makna Habluminallah

Pengertian dari Habluminallah adalah hubungan manusia dengan Allah Sang  Pencipta, mengikuti segala perintah-Nya  dan menjauhi larangannya (=taqwa). Hubungan kita dengan Allah menyangkut  aqidah dan ibadah. Sedangkan pengertian dari tafsir sendiri Habluminallah dapat diartikan perjanjian dari Allah untuk masuk Islam  atau beriman dengan Islam sebagai jaminan  keselamatan bagi mereka di dunia dan di  akhirat“ (Tafsir At-Thabari, Al-Baghawi, dan  tafsir Ibnu Katsir).

Hablum minallah dilaksanakan dengan  ubudiyah atau ibadah. Hidup manusia di  dunia pada hakikatnya adalah hanya  untuk beribadah kepada Allah SWT. Seperti firman Allah didalam surat Az-Zariyat ayat 56 :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Terjemah Arti : Aku tidak menciptakan jin dan  manusia melainkan supaya mereka  mengabdi kepada-Ku (Qs. Az-Zariyat  (51): 56).

Contoh perilaku habluminallah menurut Imam Ghazali:
•Menunaikan perintah syari’at.
•Rela dengan ketentuan dan takdir  serta pembagian rezeki dari Allah  SWT.
•Meninggalkan kehendak nafsunya  untuk mencari keridhoan Allah  SWT.

Makna Habluminannas

Pengertian dari Habluminannas adalah hubungan / interaksi dengan sesama manusia. Kesalehan individu atau ibadahmahdhah. Kesalehan sosial atau ibadah ghairmahdhah. Konsep di mana manusia menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Hubungan kita dengan sesama manusia dalam berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, politik, budaya, dsb.

Hakikat manusia sebagai makhluk sosial, seperti yang tertuang dalam firman Allah surat Al-Hujurat ayat 13 :

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Terjemah Arti : Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.

Serta firman Allah didalam surat An-Nisa ayat 36 :

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

Terjemah Arti : Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.

Contoh perilaku hablum minannas menurut Imam Ghazali:
1.Saling membantu dengan tetangga
2.Memberi makan anak yatim
3.Mengasihi orang miskin

Makna Habluminnafsi

Pengertian dari Habluminnafsi adalah hubungan kita dengan diri sendiri menyangkut makanan, pakaian, akhlak. Menjaga dan memelihara fisik  dan mental sesuai syari’at., serta tidak merusak diri dengan  perbuatan keji dan munkar.

Para Jamaah yang khusyu mendengarkan ceramah dari ustadz Muhammad Rizqi

Pentingnya Muhasabah Diri

Muhasabah dilakukan karena perintah Allah SWT. Setiap orang beriman wajib taqwa kepada Allah SWT dan harus memperhatikan apa  yang telah dilakukannya demi akhirat. Sesuai dengan firman Allah didalam surat Al-Hasyr ayat 18

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Terjemah Arti : Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr :18).

Muhasabah sebagai Qadhaaya Imaniyah, diskursus keimanan. Barometer keimanan diukur dengan intensitas  muhasabah dalam kehidupannya. Muhasabah sebagai karakter orang yang bertakwa. Muhasabah adalah kunci sukses kehidupan manusia yang unggul. Para sahabat Nabi; generasi terbaik umat Islam tidak pernah lepas dari muhasabah diri. Tidak mawas diri menyebabkan manusia  tergelincir dan terjatuh dalam kelemahan untuk  beramal shalih.

Cara untuk muhasabah diri :
1. Berwudu dan dirikanlah sholat.
2. Panjatkan do’a kepada Sang Khalik.
3. Ucapkan kegelisahan Anda.
4. Jujurlah atas kesalahan serta kekhilafan yang pernah Anda lakukan.
5. Mohon kepada Allah SWT untuk dimudahkan dalam memperbaiki diri.

Penulis : Muhammad Rifqi
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara