Dari Mata Jatuh Ke Hati

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, SEMARANG – Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah yang diwakili oleh pemuda dan remaja masjid At-Taqwa PDM Kota Semarang secara rutin menyelenggarakan kajian yang diperuntukkan bagi masyarakat umum pada hari Kamis bada maghrib setiap pekannya. Bertempat di masjid At-Taqwa kompleks RS Roemani Semarang. Untuk tanggal 27 Januari 2022, kajian tersebut diisi oleh narasumber ustadz H. Sarmadi Jasri, S.Ag. M.Pd.I. Beliau menjabat sebagai Bina Rohani RS Roemani Muhammadiyah, yang akan menyampaikan tema “Dari Mata Jatuh Ke Hati”.

Ustadz H. Sarmadi Jasri S.Ag. M.Pd.I. ketika menjadi narasumber kajian PDPM di masjid At-Taqwa RS Roemani

Pengertian Qalbun

Qalbun merupakan istilah yang sering digunakan oleh banyak kalangan umat muslim khususnya di wilayah Indonesia. Istilah ini sering kita jumpai dan digunakan oleh para mubaligh dalam menyampaikan isi materi dakwah Islam. Kata qalbun meurut Para ahli bahasa berasal dari kata bahasa arab yaitu: Qalaba – Yaqlibu – Qalban mengikuti wazan fa`ala- yaf’ilu – Fa’lan. Sehingga masih meiliki arti makna umum yaitu membalikan, kata jama` dari kata tersebut Quluubun. Qalaba adalah kata yang berbentuk fi`il madli yang bermakna telah membalikan, dan yaqlibu adalah kata berbentuk fi`il mudlori yang bermakna sedang membalikan atau akan membalikan, dan Qalban adalah kata masdar yang bermakna balik. kata qalbun sering digunakan dalam majlis-majlis dzikir ketika memberikan ceramah dengan ungkapan qalbun salim, qalbun maridh dan qalbun qoswah.

a. Qalbun Salim

Secara bahasa, qolbun salim berasal dari dua kata bahasa Arab, yaitu qolbun yang berarti ‘hati’ dan salim  yang berarti ‘bersih, suci, dan lurus’. Jika kedua kata ini digabungkan, maka akan membentuk arti ‘hati yang lurus, bersih, suci, dan ikhlas dalam segala gerak, pikiran, perasaan, perbuatan dan lain sebagainya hanya kepada Allah Swt’.

Sebagaimana firman Allah dalam surat As-Syu’ara’ ayat 87-89 :

وَلَا تُخْزِنِيْ يَوْمَ يُبْعَثُوْنَۙ

87. dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan,

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَ

88. (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna,

اِلَّا مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ

89. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,

Tafsir :

Makna qalbun salim dalam QS Asy-Syu’araa: 87-89, yaitu hati yang terletak di dalam dada sebelah kiri yang dapat menyelamatkan manusia pada hari kebangkitan kelak. Dimana hati yang selamat itu yakni hati yang bersih dari segala noda dosa berupa kemusyrikan, kecintaan terhadap duniawi, sikap pamrih dan kedurhakaan serta kemurnian jiwanya dan memiliki kebagusan i’tiqadnya dalam setiap melakukan kebaikan. Sejak lahir manusia telah membawa fitrahnya masing-masing, berupa keyakinan Tauhid (ke Esaan Allah). Keyakinan tersebut terletak dalam hati setiap manusia. Dimana apabila keyakinan tersebut senantiasa dipelihara sejak dini, maka keyakinan tersebut akan semakin tertanam kuat dalam jiwa seseorang. Hal tersebut tidaklah luput dari suatu pembinaan, yaitu berupa pembinaan aqidah. Keyakinan tersebut tidaklah otomatis berkembang melainkan tergantung pada manusia itu sendiri dan peran utama kedua orang tuanya yang berkewajiban memberikan pembinaan aqidah. Untuk itu pembinaan aqidah mempunyai peranan yang penting agar menjadi landasan bagi manusia dalam mengaktualisasikan fitrahnya secara utuh, selaras dengan tujuan penciptaannya.

b. Qalbun Maridh

Qolbun Maridh itu adalah orang munafik atau orang-orang yang mempunyai sifat seperti orang munafik, contoh sombong, ria, syirik, dendam, iri hati, dengki, pengkhianat, pezina, dan penyebar berita bohong.

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 10 :

فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًاۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ۢ ەۙ بِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ

Terjemah Arti : Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta.

Tafsir :

As-Saddi mengatakan dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah Al-Hamdani, dari Ibnu Mas’ud serta dari sejumlah sahabat Rasul Saw. sehubungan dengan firman-Nya, “Fi qulubihim maradun,”” di dalam hati mereka ada penyakit, yakni keraguan.”Fazadahumullahu maradan,” lalu ditambah Allah penyakitnya, yakni keraguannya. Ibnu Ishaq mengatakan dari Muhammad bin Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Said bin Jabir, dari Ibnu Abbas, bahwa fi qulubihim maradun artinya keraguan. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan Al-Basri, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas serta Qatadah. Dari Ikrimah dan Tawus disebutkan sehubungan dengan firman-Nya, “Fi qulubihim maradun” di dalam hati mereka ada penyakit, yang dimaksud ialah riya (pamer).
Ad-Dahhak mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa. fi qulubihim maradun artinya nifaq, dan fazadahumullahu maradan yakni nifaq (munafik) pula; pendapat ini sama dengan yang pertama. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan fi qulubihim maradun artinya penyakit dalam masalah agama, bukan penyakit pada tubuh. Mereka yang mempunyai penyakit ini adalah orang-orang munafik, sedangkan penyakit tersebut adalah berupa keraguan yang merasuki hati mereka terhadap Islam. Fazadahumullahu maradan artinya “lalu ditambah oleh Allah kekafirannya.

c. Qalbun Qaswah

Makna qalbun qaswah pada umumnya adalah hati yang keras sehingga tidak dapat menerima ajakan kebaikan dan menolak kebenaran. Sebagaimana firman Allah didalam surat Al-Baqarah ayat 74 :

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةً ۗ وَاِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْاَنْهٰرُ ۗ وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاۤءُ ۗوَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗوَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْن

Terjemah Arti : Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.

Tafsir :

Ayat berikut menerangkan respons kaum Yahudi pada masa Nabi Muhammad tentang kisah kakek moyangnya. Kemudian setelah kamu, kaum Yahudi, mendengar kisah dan mengetahui sikap mereka itu, hatimu menjadi keras, sehingga menjadi seperti batu, atau bahkan lebih keras dari batu. Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa mereka tetap tidak mau beriman walaupun telah mengetahui bukti-bukti kekuasaan Allah, seperti yang disebutkan pada ayat sebelumnya, bahkan mereka justru bertambah ingkar kepada Tuhan. Padahal, dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang airnya memancar daripadanya, sementara dari celah hatimu tidak ada setitik cahaya ketakwaan yang memancar. Di antara batu itu ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya, tetapi hatimu tertutup rapat sehingga tidak ada cahaya Ilahi yang terserap. Dan ada pula di antara batu itu yang meluncur jatuh karena tunduk dan takut kepada azab Allah, sedangkan hatimu semakin menunjukkan kesombongan yang tampak dari sikap dan tingkah lakumu. Bila kamu tidak mengubah sikap dan terus dalam keangkuhan, ketahuilah bahwa Allah tidaklah lengah atau lalai terhadap apa yang kamu kerjakan. Allah pasti mengetahui semua yang kamu perbuat, karena Dia selalu mengawasimu setiap saat.

Masjid At-Taqwa RS Roemani, tempat berlangsungnya kajian PDPM Kota Semarang

Penyakit Hati Dalam Islam

Saat menyebut atau membahas mengenai penyakit hati dalam perspektif Islam, biasanya yang dimaksud bukanlah penyakit hati jasmaniah seperti penyakit hepatitis, liver, sirosis, dan sebagainya. Dalam Islam, penyakit hati memiliki dua makna. Yang dimaksud dengan penyakit hati dalam Islam lebih kepada kerusakan pandangan dan keinginan seseorang terhadap realita atau kebenaran yang ada di hadapannya. Penyakit hati seringkali diidentikkan dengan beberapa sifat buruk atau tingkah laku tercela (al-akhlaq al-mazmumah), seperti dengki, iri hati, arogan, emosional dan sejenisnya.

Mengutip Hasan Muhammad as-Syarqawi dalam kitabnya Nahw ‘Ilmiah Nafsi menekankan penyakit hati dalam 4 bagian beserta obatnya, antara lain:

a. Pamer (riya) : dia menipu dirinya sendiri . mengharap pujian orang lain                
Obatnya tawadhu’ dan melihat kebesaran Allah
b. Marah (al-Ghodhob) : Memuncaknya kepanikan di kepala, pelampiasan kepada dirinya bahkan sering ke orang lain
Obatnya : mujahadah, sabar dan kasih sayang
c. Ujub : Rasa bangga diri, kagum pada diri sendiri                 
berbeda dengan Al-kibr : merendahkan orang lain
d. Iri hati (alhasad) :  akibat kegagalan  seseorang dalam mencapai suatu tujuan, rasa ingin memiliki.
gejala yang nampak memukul, mencela, menghina, membuka rahasia orang.

Hasad menjadi sifat tercela tentu bukan tanpa alasan. Banyak riwayat yang menjelaskan betapa berbahayanya sifat hasad. Mulai dari al-Quran, hadis, bahkan pembahasan para ulama. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut :

Hadits Riwayat Bukhari, Tirmidzi, dan Nasa’i :

عَن ابنِ عُمَرَ رَضي اللٌهُ عَنهاَ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللٌهِ صَلٌي اللٌهُ عَلَيهِ وَ سَلٌم لآحَسَدَ ألآ فيِ اثنَتَينِ رَجُلُ اتَاهُ اللٌهُ القُرانَ فَهُو يَقُومُ بِه انَأءَ اللًيلِ وَانَأءَ النَهَارِ وَرَجُلُ اعطَاهُ مَالآ فَهُوَ يُنفق مِنهُ انَأءَ الٌلَيِل وَانَأءَ النٌهَارِ.(رواه البخارى ومسلم والترمذى والنسائى وأبن ماجه).

Artinya : Dari Ibnu Umar r.huma, berkata bahwa Rasulullah SAW Bersabda: “Tidak diperbolehkan hasad (iri hati) kecuali terhadap dua orang: Orang yang dikaruniai Allah (kemampuan membaca/menghafal Alquran). Lalu ia membacanya malam dan siang hari, dan orang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia menginfakannya pada malam dan siang hari.” (Hr. Bukhari, Tarmidzi, dan Nasa’i)

Serta dalam hadits riwayat Abu Daud :

إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّرُ الْحَطَبَ

Artinya: “Jagalah dirimu dari hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan. Sebagaimana api memakan kayu bakar,” (HR. Abu Daud No. 4257 dari Abu Hurairah)

Sebagaimana arti dalam hadis tersebut, sedikit sifat hasad mampu menghanguskan kebaikan yang telah dilakukan dengan banyak usaha. Kebaikan yang banyak tersebut dapat hilang tanpa sisa selayaknya kayu bakar yang menjadi abu saat dibakar.

Para jamaah yang khusyu mendengarkan tausiah dari ustadz H. Sarmadi Jasri S.Ag. M.Pd.I.

Tazkiyatun nafs

Tazkiyatun nafs terdiri dari dua kata, yakni tazkiyah dan nafs. Tazkiyah berasal dari kata zakka yang artinya penyucian, pembinaan, serta penumbuhan jiwa menuju kehidupan spiritual yang lebih tinggi. Dalam Ensiklopedi Islam, nafs (nafsu) dipahami sebagai organ rohani manusia yang memiliki pengaruh paling besar di antara anggota rohani lainnya. Organ ini mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani untuk melakukan suatu tindakan. Al-Ghazali menjelaskan bahwa tazkiyatun nafs merupakan pembersihan diri dari sifat kebuasan, kebinatangan, dan setan untuk kemudian mengisi dengan sifat-sifat terpuji. Untuk menyucikan jiwa, ada tiga fase yang mesti dilalui. Antara lain :

1. Dzikrullah
Dzikrullah dapat dilakukan dengan dua cara, dengan mengingat Allah dan banyak berdzikir dengan bertasbih, bertahmid, bertahlil (mengucapkan Laa ilaha illallaah), ataupun bertakbir. Dan dengan memahami makna-makna Alquran dan hukum-hukumnya. Karena di dalam Alquran terdapat dalil-dalil dan petunjuk-petunjuk yang jelas, serta bukti kebenaran yang nyata. Sebagaimana firman Allah didalam surat Ar-Ra’d ayat 28 :

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ

Terjemah : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.

2. Sholat
Shalat merupakan rukun islam yang kedua, memperhatikan shalat merupakan bagian dari kewajiban seorang muslim. Shalat mampu menyucikan jiwa, dan menjadikan seorang hamba pantas untuk bermunajat kepada Allah SWT. terlebih shalat pula bisa menghalangi seseorang dari perilaku keji dan mungkar. Sebagaimana firman Allah didalam surat Al-Ankabut ayat 45 :

ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Terjemah Arti: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

3. Dzikrul Maut

Selalu ingat mati (zikrul maut) akan merangsang kita untuk memperbanyak amal saleh. Paling tidak, ada lima zikrul maut yang bisa kita lakukan. Antara lain :

a. Menjenguk orang sakit guna mendapatkan hikmah agar menjadi semakin sadar betapa pentingnya kesehatan itu. Dengan sakit, seseorang tidak akan bisa melakukan apa-apa, sehingga akan tertanam tekad untuk memanfaatkan masa sehat dengan banyak beribadah kepada Allah SWT.

b. Takziyah atau mendatangi orang yang meninggal. Takziyah dimaksudkan untuk mendoakan mereka yang mati, menggembirakan anggota keluarga yang ditinggal, serta ikut mengurus jenazah dengan memandikan, menshalatkan, dan menguburkannya. 

c. Melakukan ziarah kubur. Ziarah kubur ini semula dilarang oleh Rasulullah SAW, namun kemudian dianjurkan dalam rangka zikrul maut. Ziarah kubur akan memberi kesadaran bahwa cepat atau lambat, kita pun akan seperti orang yang berada dalam kuburan itu. Masalahnya, kebahagiaan atau siksaan yang akan kita terima, sangat tergantung dari amal saleh yang kita lakukan selama hidup.

d. Memantapkan keimanan kita akan datangnya hari kiamat atau hari akhir. Bukan seperti keyakinan orang-orang kafir yang memungkiri akan adanya hari akhirat. Sebagaimana firman Allah didalam surat Al-Jasiyah ayat 24 :

وَقَالُوْا مَا هِيَ اِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَآ اِلَّا الدَّهْرُۚ وَمَا لَهُمْ بِذٰلِكَ مِنْ عِلْمٍۚ اِنْ هُمْ اِلَّا يَظُنُّوْنَ

Terjemahan Arti : Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja.

e. Menghayati dalil-dalil kehidupan akhirat yang banyak tergambar dalam Alquran maupun hadis Rasulullah SAW berupa siksaan bagi yang ingkar dan balasan surga buat yang beramal saleh. Sebagaimana dalam firman Allah didalam surat An-Nisa ayat 56 :

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاٰيٰتِنَا سَوْفَ نُصْلِيْهِمْ نَارًاۗ كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُوْدُهُمْ بَدَّلْنٰهُمْ جُلُوْدًا غَيْرَهَا لِيَذُوْقُوا الْعَذَابَۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَزِيْزًا حَكِيْمًا

Terjemahan Arti : Sungguh, orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab. Sungguh, Allah Maha-perkasa, Mahabijaksana.

Kantor Lazismu Daerah dikompleks Masjid At-Taqwa RS Roemani Semarang

Salurkan donasi terbaik anda melalui:

Lazismu PDM Kota Semarang
Memberi Untuk Negeri

Zakat
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Infaq
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Konfirmasi :
0856 4087 3531 (call center Lazismu Kota Semarang)
0813 2755 1238 (Abdullah Hasan)

Penulis : Sarmadi Jasri
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Membangun Amal Jariyah Dengan Pahala Dahsyat

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, Amalan yang pahalanya tidak akan terputus diistilahkan sebagai amal jariyah. Meskipun istilah amal jariyah sudah banyak dibicarakan oleh masyarakat, namun banyak yang belum tahu apa sebenarnya arti dari amal jariyah ini. Jika dilihat secara tata bahasa atau secara harfiahnya, maka istilah ini merujuk pada dua suku kata, “amal’ dan “jariyah” yang merupakan serapan dari bahasa Arab. Jika diartikan secara per kata, maka “amal” memiliki arti sebagai perbuatan, sementara “jariyah” artinya mengalir.

Dengan merujuk pada pengertan harfiah tersebut, maka bisa dikatakan bahwa amal jariyah merupakan perbuatan yang mengalir. Jika dimaknai lebih dalam, maka amal jariyah adalah sebuah perbuatan yang kebaikan dan amalannya akan terus mengalir sampai kapanpun. Dalam arti lain, amal jariyah ini merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang demi kebaikan dan kemaslahatan di jalan Allah, namun ketika dirinya sudah tidak ada dan meninggal sekalipun, amalan dari perbuatannya itu tetap akan membuahkan pahala. Tentunya, selama apa yang dibuatnya berguna dan bermanfaat bagi orang lain, maka selama itu pula orang tersebut akan mendapat pahala dari Allah.

Ustadz H. AM. Jumai SE. MM. ketika menjadi narasumber di Masjid At-Taqwa RS. Roemani Semarang

Jika melihat dari segi pengertian dan makna, maka sudah sangat jelas sekali bahwasannya amal jariyah ini merupakan amal yang tidak akan terputus setiap ganjaran atau pahalanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Terjemahan : Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya.” (HR Muslim).

Dalam hadits tersebut, terdapat salah satu amalan yang pahalanya tidak akan terputus meskipun orang yang melakukan amalan tersebut sudah mati. Hal itu tidak lain adalah sedekah jariyah, karena sedekah jariyah ini adalah sebuah amalan yang pahalanya terus mengalir dan tidak terputus.

Sebagaimana diriwayatkan juga dalam hadits berikut ini :

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

Terjemahan : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia lakukan setelah ia mati adalah: Ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan, Anak shalih yang ia tinggalkan, Mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan, Masjid yang ia bangun,    Rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun, Sungai yang ia alirkan, Sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia sehat dan hidup.(HR Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dari Abu Hurairah r.a. Al-Matjarur-Rabih hlm. 24 nomor 36).

Jika melihat dari segi pengertian dan makna, maka sudah sangat jelas sekali bahwasannya amal jariyah ini merupakan amal yang tidak akan terputus setiap ganjaran atau pahalanya. Pun apalagi kita tidak punya materi namun kita punya pengetahuan, lalu kita mengajarkan ilmu tersebut dan bermanfaat bagi orang banyak, maka pahalanya untuk kita akan terus mengalir. Dan itu pun disebut juga sebagai amal jariyah.

Keutamaan Amal Jariyah

Dengan memerhatikan beberapa penjelasan lengkap mengenai amal jariyah ini, tentu sangat besar sekali makna dan hakikatnya. Tak hanya itu, rupanya amal jariyah pun bisa membawa manfaat dan keutamaan yang sangat luar biasa. Beberapa keutamaannya seperti berikut ini:

1. Seseorang yang melakukan shodaqoh atau amal jariyah, maka hal tersebut tidak akan pernah membuat hartanya berkurang, justru hal tersebut akan membukakan pintu rezeki bagi pelakunya.
2. Mereka yang melakukan amal jariyah memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah SWT.
3. Allah SWT melipatgandakan pahala bagi siap saja yang melakukan amal jariyah, dan pahala dari perbuatan tersebut tidak akan pernah terputus meskipun pelakunya telah meninggal dunia.
4. Allah SWT akan menghapuskan segala kesalahan dan dosa-dosa bagi pelaku amal jariyah.
5. Dengan beramal jariyah, maka pintu-pintu keburukan akan tertutup dan pintu-pintu kebaikan akan terbuka dengan lebar.
6. Amal jariyah merupakan salah satu tanda syukur atas karunia yang telah diberikan Allah SWT. Selain itu, perbuatan tersebut juga dapat mencerminkan keimanan seorang hamba kepada penciptanya.
7. Amal jariah merupakan suatu perbuatan yang dapat membersihkan jiwa seseorang dari sifat kikir, sombong, dan tamak. Karena sifat-sifat tersebut dapat menghantarkan seseorang ke dalam siksa api neraka.

Kantor Lazismu Daerah dikompleks Masjid At-Taqwa RS Roemani Semarang

Salurkan donasi terbaik anda melalui:

Lazismu PDM Kota Semarang
Memberi Untuk Negeri

Zakat
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Infaq
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Konfirmasi :
0856 4087 3531 (call center Lazismu Kota Semarang)
0813 2755 1238 (Abdullah Hasan)

Penulis : AM Jumai
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Sejarah Ketaqwaan Rasulullah

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, GAYAMSARI – Pimpinan Ranting Muhammadiyah Siwalan secara rutin mengadakan kajian yang diperuntukkan bagi staf AUM, pengajar dan masyarakat sekitar pada hari Kamis malam bakda maghrib setiap pekannya. Bertempat di PAUD Terpadu Aisyiyah Jl. Plewan III no 81 RT 08 RW 03 Kelurahan Siwalan Kecamatan Gayamsari. Untuk tanggal 27 Januari 2022, kajian tersebut diisi oleh narasumber ustadzah Aula Risky. Saat ini menjabat sebagai anggota IMM Kota Semarang, dan masih berstatus mahasiswi aktif semester 2 di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Untuk kajian ini akan menyampaikan tema “Sejarah Ketaqwaan Rasulullah”

Ustadzah Aula Risky ketika menjadi narasumber di kajian PRM Siwalan

Setelah wafatnya Khadijah radhiyallahu ‘anha dan Abu Thalib, tekanan kaum musyrikin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin meningkat. Dakwah di tengah masyarakat Quraisy sangat sulit dilakukan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari sana untuk mencari tempat lain, barangkali dapat ditemukan hati yang membuka diri untuk beriman dan mendukung agama Allah ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat ke Thaif dengan harapan akan mendapatkan penolong dakwah dari suku Tsaqif serta menenangkan diri sejenak dari tekanan kaumnya (suku Quraisy). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berharap Bani Tsaqif akan menerima agama Islam dengan baik. Saat itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Thaif

Ketika tiba di Thaif, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menemui tiga bersaudara pemimpin dan bangsawan Thaif yaitu: Abdu Yalil bin Amr bin Umair, Mas’ud bin Amr bin Umair, dan Habib bin Amr bin Umair.

Beliau mengajak mereka agar menyembah kepada Allah Ta’ala dan bersedia membela Islam dari rongrongan orang-orang yang menentangnya. Namun ketiganya menolak tawaran beliau itu dengan penolakan yang buruk sekali. Tidak terlihat sedikitpun kebaikan dari mereka. Salah seorang dari mereka berkata: “Apakah Allah tidak menemukan orang lain yang bisa diutus selain kamu?” Yang lainnya mengatakan: “Demi Allah, aku tidak akan mau berbicara denganmu selama-lamanya. Jika betul kamu adalah rasul utusan Allah seperti yang kamu katakan, maka sungguh merupakan bahaya paling besar, dan jika kamu berbohong di hadapan Allah, maka sudah sepatutnya saya tidak berbicara denganmu.”

Ketika itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta mereka untuk tidak menyebarluaskan hal ini, agar orang Quraisy tidak semakin memperberat tekanannya kepada beliau dan pengikutnya karena menganggapnya telah meminta bantuan kepada musuh mereka. Tetapi tiga bersaudara Bani Tsaqif tidak menerima permintaan ini, bahkan mereka mengerahkan para budak dan anak-anak kecil mereka untuk mengusir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah terik matahari; melemparinya dengan batu sehingga kedua kaki beliau berlumuran darah. Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu berusaha menghalau batu-batu itu, kemudian keduanya berlindung di kebun milik Utbah dan Syaibah bin Rabi’ah sampai anak-anak kecil itu kembali ke Thaif. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menuju ke bawah pohon kurma dan duduk di sana. Utbah dan Syaibah bin Rabiah melihat beliau dan menyaksikan perlakuan anak-anak kecil Thaif itu.

Rasulullah Mengadu kepada Allah

Dalam keadaan sulit seperti itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya ke langit dan mengucapkan:

“اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي ؟ أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك ، أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك”

“Ya Allah kepadamu kuadukan lemahnya kekuatanku, dan sedikitnya kesanggupanku, kerendahan diriku berhadapan dengan manusia, wahai Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang! Engkau adalah Pelindung orang-orang yang lemah dan Engkau juga Pelindungku, kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku? Ataukah kepada musuh yang akan menguasai urusanku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, semuanya itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku”.

Aku berlindung pada sinar wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat, dari murka-Mu yang hendak Engkau tumpahkan kepadaku. Hanya Engkaulah yang berhak menegur dan mempersalahkan diriku hingga Engkau Ridha (kepadaku), dan tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.” (HR. At-Thabrani / Lihat: Sirah Ibnu Hisyam 1/420).

Jibril Turun Membawa Pertolongan

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Zaid bin Haritsah melanjutkan perjalanannya kembali ke Makkah. Dan baru saja beliau berlalu dari tempat tersebut, tiba-tiba di tengah jalan datanglah Malaikat Jibril dengan diiringkan Malaikat penjaga gunung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lalu berhenti sebentar di tengah jalan itu. Malaikat Jibril berkata kepada beliau:

يَـا رَسُوْلَ اللهِ! اِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمـِكَ لَكَ، وَ مَا رَدُّوْا لَكَ. وَ قَدْ بَعَثَ اِلَـيْكَ مَلَكَ اْلجـِبَالِ لـِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فـِيْهِمْ.

“Ya Rasulullah! Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka ke padamu; dan Dia telah mengutus sekarang ini malaikat penjaga gunung kepadamu, supaya engkau perintah kepadanya menurut apa yang kau kehendaki terhadap mereka (kaum Bani Tsaqif) itu”.

Malaikat penjaga gunung itu lalu berkata kepada beliau :

يَـا رَسُوْلَ اللهِ! اِنَّ اللهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمـِكَ لَكَ، وَ اَنــَامَلَكُ اْلجـِبَالِ وَ قَدْ بَعَـثَـنِى رَبـُّكَ لـِتَأْمُرَنــِى بِاَمْرِكَ فَمَا شِئْتَ؟ اِنْ شِئْتَ اَنْ اُطْبِقَ عَلَـيْهِمُ اْلاَخْشَـبَـيْنِ فَعَلْتُ.

“Ya Rasulullah ! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu kepadamu, dan aku inilah Malaikat penjaga gunung. Sesungguhnya Tuhanmu telah mengutusku untuk datang kepadamu, supaya engkau perintahkan kepadaku tentang urusanmu, apa yang kau kehendaki? Jika engkau mau supaya aku menghimpitkan kedua gunung yang besar ini kepada mereka, tentu kukerjakan”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu itu menjawab,

اَ. بَلْ اَرْجُوْ اَنْ يُخـْرِجَ اللهُ مِنْ اَصْلاَبِـهِمْ مَنْ يَـعْبُدُ اللهَ وَ لاَ يُـشْرِكُ بِـهِ شَيـْئًا.

“Tidak! Bahkan saya mengharap, mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari keturunan mereka itu orang yang menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”.

Malaikat Jibril berkata,

اِنَّ اللهَ اَمَرَنــِى اَنْ اُطِـيْعَكَ فِى قَوْمـِكَ لِمَا صَنَعُوْهُ مَعَكَ.

“Sesungguhnya Allah telah memerintahkan aku, supaya aku mentaati engkau tentang kaummu, karena perbuatan mereka kepadamu”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan berdo’a,

اَللّـهُمَّ اهْدِ قَوْمـِى فَـاِنَّـهُمْ لاَ يَـعْلَمُوْنَ.

“Ya Allah! Tunjukkanlah kaumku (ke jalan yang lurus), karena sesungguhnya mereka itu tidak mengerti”.

Malaikat Jibril berkata,

صَدَقَ مَنْ سَمَّاكَ. الـرَّءُوْفُ الرَّحِيْمُ.

“Benarlah Tuhan yang telah menyebut engkau sebagai seorang pengasih serta penyayang”.

Malaikat penjaga gunung berkata,

اَنــْتَ كَمَا سَمَّاكَ رَبـُّكَ: رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ.

“Engkau sebagaimana Tuhan-mu menamakanmu: pengasih, penyayang.”

Jamaah yang khusyu mendengarkan tausiah dari ustadzah Aula Risky

Kesimpulan :

Di sinilah kesabaran dan ketabahan Rasul. Kalau kita mungkin diberikan tawaran seperti ini, hantam saja sampai mereka hancur. Tapi Rasul bukan demikian, beliau jawab, “Ya Allah, tunjukilah kaumku itu, karena mereka belum memahami dan belum mengerti tentang apa risalah yang saya sampaikan kepada mereka. Mereka belum paham tentang apa risalah yang saya bawa ke Thaif ini.” Bahkan Nabi mendo’akan, “Ya Allah, berikanlah generasi penerus bagi masyarakat Thaif ini generasi yang beriman. Generasi dimana mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu.”

Do’a Nabi tersebut akhirnya nanti terkabul dimana kita lihat masyarakat Thaif adalah masyarakat beriman, generasi yang diberikan keberkahan baik dari posisi atau kondisi udaranya, yang menjadi tempat turis sekarang ini. Pengalaman Nabi yang demikian hebat pernah ditanyakan lagi oleh seorang sahabat kepada Nabi sesudah perang Uhud ketika sudah di Madinah, “Ya Rasulullah, apakah ada lagi perang yang lebih berkesan kepada Nabi selain perang Uhud?” Nabi mengingat kembali pada situasi yang dialaminya saat dilempari oleh masyarakat Thaif waktu pertama sekali.

Derita yang diterima oleh Rasul ini merupakan cobaan yang mengukuhkan sikap Rasulullah, keteguhan sikap Nabi di dalam melakukan dakwah. Yang akhirnya nanti beliau mempersiapkan diri untuk hijrah ke Madinah sekembali dari Thaif, Nabi aktif untuk mengunjungi kabilah-kabilah yang datang melaksanakan ibadah haji ke Mekkah. Tekanan-tekanan yang diderita oleh Rasul ini mengukuhkan tekad Nabi untuk menyampaikan dakwah secara luas. Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua.

Kantor Layanan Lazismu Gayamsari di kompleks masjid At-Taqwa Al-Mukaramah

Dukung pengembangan dakwah di Gayamsari melalui :

Kantor Layanan LazisMu
PCM Gayamsari

Zakat
Bank Syariah Indonesia
1021146214

Infaq
Bank Syariah Indonesia
1040367663

Konfirmasi :
CS KL Lazismu Gayamsari    0812 1544 6504
Zubad Ismail                        0822 2076 7183

Penulis : Aula Risky
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Sunatullah Kehidupan

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, Semua yang terjadi di dunia ini tak berjalan dengan kebetulan. Benda-benda di jagat ini bahkan sudah diikat dalam aturan-aturan yang telah ditetapkan  pencipta-Nya. Allah SWT tak hanya menetapkan aturan bagi makhluk mati, seperti planet, tumbuhan, dan hewan. Dia juga menerapkan hukum bagi manusia. Aturan itu ada yang berkaitan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Allah. Kita lazim menyebutnya dengan nama sunatullah, dua kata yang berasal dari kata sunnah dan Allah.

Aturan itu ada yang berkaitan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Allah. Kita lazim menyebutnya dengan nama sunatullah, dua kata yang berasal dari kata sunnah dan Allah. Hukum ini juga disebabkan sikap dan perbuatan mereka terhadap syariat Allah dan risalah para nabi yang melahir kan ketetapan-ketetapan Allah atas mereka di dunia dan di akhirat. Kejadian ini memang tidak seperti ilmu sains yang dibuktikan dalam laboratorium. Ia hanya dapat dibuktikan dalam peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan yang sudah terjadi.

Salah satu sunatullah yang berlaku adalah ketika mendapatkan petunjuk, pasti akan berhadapan dengan setan. Sunatullah sudah berlaku bagi manusia sejak Nabi Adam AS diciptakan. Setan tidak rela membiarkan manusia mengikuti petunjuk Allah. Ia akan berusaha sekuat tenaga memastikan manusia meninggalkan petunjuk. Artinya, ketika kita mengikuti petunjuk, kita pasti akan berhadapan dengan setan yang ada untuk menguji sejauh mana kita mengikuti petunjuk.

Ustadz Dr. H. Zuhad Masduki M.Ag. ketika menjadi narasumber di kajian ahad pagi MTDK PDM Kota Semarang

Adapun contoh dari sunatullah adalah sebagai berikut :

1. Selalu Percaya Diri dan Tidak Mudah Putus Asa

Islam adalah agama universal, dimana kebaikan yang dibawanya akan selalu sesuai di segala tempat dan segala zaman. Salah satu ajaran islam yang harus selalu diamalkan oleh penganutnya adalah untuk selalu percaya diri dan tidak mudah untuk menyerah yang berujung keputusasaan. Dalam al-Qur’an sendiri sering menyeru kepada pembacanya untuk terus berlomba-lomba dalam kebaikan dan selalu mendorong untuk percaya diri agar menggapai ridha Allah SWT. Seperti yang tercantum dalam QS. Ali Imran ayat 139-140 :

Surat Ali Imran ayat 139 :

وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

139. Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.

Ayat di atas mengajarkan untuk tidak mudah menyerah meskipun kegagalan datang silih berganti. Jika kegagalan itu sampai menghilangkan apa yang kita sayangi, maka tidak perlu larut dalam kesedihan karena setiap yang pergi pasti akan ada penggantinya. Dan jangan lupa, tujuan dalam berjuang di jalan Allah itu tidak mencari kemewahan dunia atau tersohornya nama, tetapi tujuan utamanya adalah ridha dari Allah SWT.

Surat Ali Imran ayat 140 :

اِنْ يَّمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهٗ ۗوَتِلْكَ الْاَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِۚ وَلِيَعْلَمَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاۤءَ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَۙ

140. Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim,

Hikmah dari ayat di atas adalah umat Islam tidak boleh menyerah dalam berdakwah atau berjihad meskipun mendapat cobaan yang mengalangi dalam berdakwah. Jika kaum kafir kalah dalam perang badar masih terus berperang dalam perang uhud, seharusnya kaum muslim tidak putus asa dalam kekalahan di perang uhud. Hikmah selanjutnya adalah bahwa mereka yang terbunuh saat menjalankan perintah Allah, maka dia dihukumi sebagai orang yang mati syahid, seperti halnya mereka yang terbunuh saat perang badar dan perang uhud.

Kesimpulan :

Kemenangan dan kekalahan yang datang silih berganti datang bertujuan untuk membersihkan kotoran hati pada diri seorang mukmin yang masih rentan imannya, ketika hati mereka sudah bersih, mereka akan berjuang dengan hati yang ikhlas dan murni mengharap ridhaNya.

Kemenangan dan kekalahan bagi golongan munafik adalah pembersihan, maksudnya adalah kemenangan dan kekalahan akan menunjukkan wajah asli mereka, sehingga mereka seolah menampakkan diri dengan kemunafikannya. Sehingga kaum muslimin yang benar-benar lurus akan menghindari golongan munafik ini.

Sedangkan untuk kaum kafir, kemenangan dan kekalahan merupakan kerugian yang tidak ada penebusnya. Karena bagi mereka kemenangan terhadap orang muslim tidak berarti apa-apa, sedangkan kekalahannya merupakan kebinasaan yang nyata.

2. Selalu Berpedoman Pada Al-Quran

Al-Quran bagi umat Muslim merupakan pedoman hidup, karena di dalamnya terdapat segala sumber hukum yang yang harus dlaksanakan dalam kehidupan. Al-Quran adalah kitab suci dari Allah SWT yang diturunkan atau diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril, yang kemudian menjadi pedoman hidup bagi umat muslim, baik saat masih hidup di dunia maupun di akhirat. Seperti yang tercantum dalam QS. Ali Imran ayat 137-138 :

Surat Ali Imran ayat 137 :

قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌۙ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ

137. Sungguh, telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah (Allah), karena itu berjalanlah kamu ke (segenap penjuru) bumi dan perhatikanlah bagai-mana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan kekalahan dalam perang Uhud (Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunah-sunah) artinya cara-cara Allah menghadapi orang-orang kafir yaitu menangguhkan kebinasaan mereka, lalu menghancurkan mereka secara tiba-tiba (maka berjalanlah kamu) hai orang-orang beriman (di muka bumi, dan lihatlah betapa akibat orang-orang yang mendustakan) para rasul, artinya kesudahan nasib mereka berupa kebinasaan. Maka janganlah kamu bersedih hati atas kemenangan mereka, karena Aku hanyalah menangguhkan kebinasaan mereka itu hingga pada saatnya nanti.

Surat Ali Imran ayat 138 :

هٰذَا بَيَانٌ لِّلنَّاسِ وَهُدًى وَّمَوْعِظَةٌ لِّلْمُتَّقِيْنَ

138. Inilah (Al-Qur’an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.

“Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia,” indikasi yang jelas yang telah menjelaskan kepada manusia kebenaran dari kebathilan, orang-orang yang bahagia dari orang-orang yang sengsara. Itu merupakan petunjuk azab dari Allah yang telah di timpakan oleh Allah kepada orang-orang yang mendustakan rasul. “Dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa,” karena mereka itulah yang memanfaatkan ayat-ayat tersebut hingga mengarahkan kepada jalan yang lurus dan memberi nasihat serta menjauhkan mereka dari jalan kebathilan. Adapun bagi orang-orang yang selain mereka, maka hal tersebut merupakan penjelasan yang akan menjadi hujjah atas keburukan mereka dari Allah hingga celakalah orang-orang yang celaka setelah ketarangan yang jelas. Isyarat dalam ayat, “ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, ” mengandung kemungkinan tertuju kepada Al-quran itu adalah penjelasan bagi manusia secara umum, petunjuk, dan pemberi nasihat bagi orang-orang yang bertakwa secara khusus, dan kedua makna tersebut adalah benar.

3. Selalu Bersabar dan Bertawakal Kepada Allah

Sabar bukanlah suatu sikap yang mudah kita lakukan, tapi juga tidak sulit kita usahakan. Seringkali bila kita dihadapkan dengan suatu situasi yang sulit kita mengatakan sudah habis kesabaranku. Padahal kesabaran itu takkan habis dan tak ada batasnya. Sebagai orang yang beriman hendaknya kita selalu bersikap sabar dalam segala hal dan saling mengingatkan siapa saja yang lupa dengan sikap sabar. Seperti yang tercantum dalam QS. Ali Imran ayat 124-125 :

Surat Ali Imran ayat 124 :

اِذْ تَقُوْلُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ اَلَنْ يَّكْفِيَكُمْ اَنْ يُّمِدَّكُمْ رَبُّكُمْ بِثَلٰثَةِ اٰلَافٍ مِّنَ الْمَلٰۤىِٕكَةِ مُنْزَلِيْنَۗ

124. (Ingatlah), ketika engkau (Muhammad) mengatakan kepada orang-orang beriman, “Apakah tidak cukup bagimu bahwa Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?”

Tafsir :

(Ketika) zharfu zaman bagi datangnya pertolongan (kamu mengatakan kepada orang-orang beriman) menjanjikan demi ketenteraman hati mereka (“Tidakkah cukup bagi kamu jika kamu dibantu Tuhanmu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan.”) ada yang membaca munzaliina dan ada pula munazzaliina.

Surat Ali Imran ayat 125 :

بَلٰٓى ۙاِنْ تَصْبِرُوْا وَتَتَّقُوْا وَيَأْتُوْكُمْ مِّنْ فَوْرِهِمْ هٰذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِ اٰلَافٍ مِّنَ الْمَلٰۤىِٕكَةِ مُسَوِّمِيْنَ

125. “Ya” (cukup). Jika kamu bersabar dan bertakwa ketika mereka datang menyerang kamu dengan tiba-tiba, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda

Tafsir :

Ya) itu cukup bagi kamu. Dalam surah Al-Anfal disebutkan seribu yakni sebagai bantuan pertama kemudian menjadi tiga ribu lalu lima ribu sebagaimana firman Allah swt.: (Jika kamu bersabar) dalam menghadapi musuh (dan bertakwa) kepada Allah dalam menghindari pertikaian (dan mereka datang) yakni orang-orang musyrikin (pada ketika itu juga) buat menyerang kamu (maka Tuhanmu akan membantu kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda) ada yang membaca musawwimiina dan ada pula musawwamiina keduanya berarti memakai tanda. Sungguh mereka itu telah menunjukkan kesabaran sehingga Allah pun menepati janji-Nya yaitu dengan ikut sertanya pasukan malaikat di atas kuda-kuda belang dengan memakai serban berwarna kuning atau putih yang mereka lepaskan teruntai di atas bahu.

Kantor Lazismu Daerah dikompleks Masjid At-Taqwa RS Roemani Semarang

Salurkan donasi terbaik anda melalui:

Lazismu PDM Kota Semarang
Memberi Untuk Negeri

Zakat
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Infaq
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Konfirmasi :
0856 4087 3531 (call center Lazismu Kota Semarang)
0813 2755 1238 (Abdullah Hasan)

Penulis : Zuhad Masduki
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Pelatihan Seni Baca Al-Quran

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, GAYAMSARI – Pimpinan Cabang Muhammadiyah Gayamsari secara rutin mengadakan pelatihan seni membaca Al-Quran bagi staf pengajar & AUM serta masyarakat sekitar pada hari Sabtu bada magrib setiap pekannya. Bertempat di masjid At-Taqwa Al-Mukaramah Jl. Medoho Seruni no 24, Sambirejo. Semarang. Dalam pelatihan ini dibimbing langsung oleh ustadz Tri Wahyu S.S., Beliau merupakan salah satu juara MTQ nasional untuk tingkat mahasiswa.

Ustadz Tri Wahyu S.S. ketika memberikan pelatihan seni baca Al-Quran

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam. Al-Qur’an bersama-sama hadits nabi merupakan dua pedoman utama umat Islam dalam menjalani kehidupan di dunia. Segala permasalahan hidup harus dikembalikan kepada Al-Qur’an sebagai pedoman. Membaca Al-Qur’an adalah sebuah ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah Swt. apalagi jika disertai dengan memahami makna dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mendidik anak agar mampu membaca Al-Qur’an adalah kewajiban utama bagi orang tua.

Penyebab semua keajaiban sejarah yang terjadi pada abad ke7 H ketika Islam mencapai puncak kejayaan dan ilmu pengetahuan adalah Al-Qur’an, kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian kejayaan Islam mulai menurun disebabkan oleh umat Islam yang mulai melalaikan ajaran Al-Qur’an dan Hadits, dua petunjuk yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.

Banyak orang yang belum dapat membaca Al-Qur’an, apalagi mengetahui artinya serta menerapkan ajarannya. Nabi Muhammad Saw. menganjurkan kepada para sahabatnya dan setiap orang Islam agar senantiasa membaca Al-Qur’an. Anjuran tersebut bersifat menyeluruh, mencakup kondisi membaca, model bacaan, serta melihat intelektualitas orang Islam. Rasulullah menganjurkan orang Islam untuk membaca Al-Qur’an baik dengan keras maupun dengan pelan, berjamaah maupun sendirian. Hal ini menunjukkan bahwa membaca Al-Qur’an memiliki banyak sekali faidah.

Para peserta yang antusias mengikuti pelatihan seni baca Al-Quran

Rasulullah sendiri menjanjikan adanya pahala yang besar bagi orang Islam yang membaca Al-Qur’an. Anak merupakan amanah besar yang dititipkan Allah kepada orang tua. Amanah tersebut akan dipertanggung jawabkan oleh mereka pada hari kiamat. Anak-anak berhak memperoleh pendidikan dari kedua orang tua mereka berupa pendidikan keislaman yang baik dan benar. Orang tua wajib mengajarkan keterampilan membaca Al-Qur’an kepada anak-anaknya. Pendidikan keagamaan dari orang tua akan memberikan bekas yang dalam di benak anak. Hal ini adalah upaya untuk menumbuhkan nilai-nilai religius anak didik agar tujuan pendidikan dapat tercapai.

Melihat arti pentingnya pendidikan tersebut menunjukkan pendidikan harus diberikan sejak dini. Pendidikan, khususnya pendidikan agama yang mengarah pada terbentuknya keluhuran rohani dan keutamaan jiwa harus mulai ditanamkan sejak anak usia dini. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik anak-anak di sekolah dasar yang masih sangat tinggi daya rekamnya atas pelajaran dan pengalaman hidup. Kemampuan membaca Al-Qur’an merupakan kemampuan utama yang harus dimiliki oleh anak didik beragama Islam. Oleh sebab itu, pendidikan yang mengarahkan pada kemampuan membaca Al-Qur’an haruslah dilaksanakan dengan baik, tersistematis dan terencana.

Kantor Layanan Lazismu Gayamsari di kompleks masjid At-Taqwa Al-Mukaramah

Dukung pengembangan dakwah di Gayamsari melalui :

Kantor Layanan LazisMu
PCM Gayamsari

Zakat
Bank Syariah Indonesia
1021146214

Infaq
Bank Syariah Indonesia
1040367663

Konfirmasi :
CS KL Lazismu Gayamsari    0812 1544 6504
Zubad Ismail                        0822 2076 7183

Penulis : Yuliansyah Mashar
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Bulughul Maram Bab Air

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, SEMARANG SELATAN – Pimpinan Cabang Muhammadiyah Semarang Selatan secara rutin mengadakan kajian yang diperuntukkan bagi masyarakat umum setiap pekannya. Bertempat di masjid Assalam Jl. Wonodri Baru V no 14 RT 01 RW 02, Wonodri. Untuk pekan ke-4 dibulan Januari ini, kajian tersebut diadakan pada hari Senin, tanggal 24 Januari 2022. Kajian tersebut diisi oleh narasumber ustadz Drs. H. M. Danusiri M.Ag. Beliau menjabat sebagai Ketua Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah, yang akan menterjemahkan kitab “Bulughul Maram Bab Air”

Ustadz Drs. H. M. Danusiri M.Ag. ketika menjelaskan kitab Bulughul Maram Bab Air kepada jamaah

Laki-Laki Mandi Dengan Air Bekas Wanita dan Sebaliknya

Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut ini :

Hadits Riwayat Abu Daud :

وَعَنْ رَجُلٍ صَحِبَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَغْتَسِلَ الْمَرْأَةُ بِفَضْلِ الرَّجُلِ أَوْ الرَّجُلُ بِفَضْلِ الْمَرْأَةِ وَلْيَغْتَرِفَا جَمِيعًا أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ وَإِسْنَادُهُ صَحِيحٌ

Terjemahan : Dari seorang sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita (istri) mandi dengan air bekas mandi laki-laki (suami), atau laki-laki (suami) mandi dengan air bekas mandi wanita (istri), dan hendaknya mereka berdua menciduk air bersama-sama.” (HR. Abu Dawud, An Nasa-i, dan sanad-sanadnya shahih).

Derajat Hadits:

Hadits ini shahih. Namun Asy-Syaukani berkata yang ringkasnya, “Al Baihaqi menyatakan hadits ini mursal, dan Ibnu Hazm menyatakan bahwa Dawud meriwayatkannya dari Hamid bin Abdirrahman Al Himyari yang dhoif. An Nawawi berkata, “para Hafidz sepakat atas kedhaifan hadits ini”. Ini adalah sisi celaan.

Adapun yang men-tsiqah-kannya, adalah At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan”. Ibnu Majah berkata, “hadits ini shahih”. Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Bari, “sungguh An Nawawi telah salah ketika menyatakan ijma’ atas kedhaifannya, padahal perawi-perawinya tsiqah (terpercaya).”

Dan celaan Al-Baihaqi atas mursalnya hadits ini tertolak, karena mubham (ketidakjelasan) sahabat tidak mengapa. Celaan Ibnu Hazm atas dhaifnya Hamid Al-Himyari tertolak, karena ia bukan Hamid bin Abdullah Al-Himyari tetapi Hamid bin Abdirrahman Al-Himyari, dan perawi ini tsiqah (terpercaya) lagi faqih. Al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan di Bulughul Marom bahwa sanad-sanadnya shahih.

Maksud Hadits:

  • Kata wanita dan laki-laki dalam hadits ini yang dimaksud adalah wanita dan laki-laki yang sudah dewasa/baligh, dan yang dimaksud wanita adalah seorang istri, sementara laki-laki maksudnya adalah seorang suami.
  • Kata mandi dalam hadits ini maksudnya adalah mandi wajib/mandi besar

Faidah Hadits:

  • Dilarang bagi seorang suami mandi besar dengan air sisa mandi besar yang digunakan istri
  • Dilarang bagi seorang istri mandi besar dengan air sisa mandi besar yang digunakan suami
  • Yang disyari’atkan adalah keduanya mandi besar bersama-sama dengan mengambil (menyiduk) air.

Hadits Riwayat Muslim :

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَاأخرجه مسلموَلِأَصْحَابِ ” اَلسُّنَنِ “اِغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي جَفْنَةٍ , فَجَاءَ لِيَغْتَسِلَ مِنْهَا , فَقَالَتْ لَهُ : إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا , فَقَالَ : “إِنَّ اَلْمَاءَ لَا يُجْنِبُ

Terjemah Arti : Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi dengan air bekas mandinya Maimunah radiyallahu ‘anha.” (HR. Muslim)

Oleh Ashabus Sunan, “Sebagian istri-istri nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- (Maimunah) mandi di dalam bak. Lalu beliau datang untuk mandi dengan airnya. Lalu Maimunah berkata, “Saya sedang junub”, lalu beliau bersabda, “sesungguhnya air itu tidak menjadi junub”.

Derajat Hadits:

Hadits ini shahih. Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim telah tercacati dengan pertentangan di riwayat Amr bin Dinar. Akan tetapi telah ada hadits di Shahihain secara terpelihara tanpa pertentangan, dengan lafadz, “bahwa nabi –shallalahu ‘alaihi wa sallam- dan Maimunah mandi berdua di dalam satu bak.” Lafadz ini jika tidak bertentangan dengan riwayat Muslim, maka yang bertentangan itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ashabussunnan, dan inilah yang benar.

Ibnu Abdil Haadi berkata di Al-Muharror, “At Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al Hakim, dan Adz Dzahabi menshahihkannya.”

Faidah Hadits:

  1. Diperbolehkan seorang suami mandi besar dengan bekas air mandi yang digunakan istri, dan juga sebaliknya.
  2. Sesungguhnya mandi besar/wudhu seseorang dalam satu wadah tidak membuat air di dalamnya menjadi junub/najis. 
  3. Al Wazir dan An Nawawi menceritakan adanya ijma’ atas bolehnya laki-laki mandi besar/wudhu dengan air bekas bersucinya wanita (dan sebaliknya) walaupun mereka tidak mandi besar/wudhu’ bersama.

Kesimpulan :

Dalam perkara ini, yang benar adalah menggunakan Hadits ke-7 yang memperbolehkan suami/istri mandi besar dengan air bekas mandi besar pasangannya. Apabila mendapati dua hadits shahih yang bertentangan maka ada 4 cara untuk menyikapinya, yakni:

  1. Menjama’ kedua hadits tersebut, yakni menompromikan/menggabung amalan yang terdapat pada kedua hadits yang saling bertentangan.
  2. Naskh Wa Mansukh, yakni hadits yang paling baru menghapus hadits yang sebelumnya, cara ini dilakukan apabila kita dapat mengetahui sejarah hadits yang bertentangan tersebut.
  3. Tarjih, yakni menguatkan salah satu hadits yang saling bertentangan
  4. Tawaqquf, yakni diam sampai ada dalil.

Maka dalam masalah hadits ini, tidak mungkin menjama’ kedua hadits tersebut karena jelas saling bertentangan. Meskipun ada beberapa ulama’ Mazhab Hanbali yang berusaha menjama’ hadits ini, yaitu hadits 6 di atas merupakan larangan yang tidak berkonsekuensi haram (Ishaq bin Rahawaih memakruhkannya), akan tetapi larangan tersebut hanya untuk menjaga kebersihan saja, dan bermakna lebih utama meninggalkannnya, tetapi jika dia melakukannya maka tidak mengapa.  Namun pendapat ini lemah karena tidak ada dalil yang menguatkan ijtihadnya sementara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam pada hadits 7 bersabda: sesungguhnya air itu tidak menjadi junub’. Selain itu, pada hadits 7 tidak mungkin Rasulullah yang ma’shum melakukan perbuatan yang makruh.

Sehingga yang lebih benar dalam perkara ini adalah dengan menguatkan salah satu hadits. Hadits yang terkuat dalam masalah ini adalah hadits 7, berdasarkan sanad, hadits 7 diriwayatkan oleh perawi-perawi tsiqah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, sementara hadits ke 6 diriwayatkan oleh Abu Dawud. Dalam tingkatan perawi hadits, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Muslim lebih kuat daripada riwayat Abu Dawud. Sementara dari sisi jenis haditsnya, hadits ke-6 merupakan hadits Fi’li (perbuatan Nabi), sementara hadits ke-7 merupakan hadits Fi’li dan Qauli (perbuatan dan perkataan Nabi), sehingga dalam masalah ini yang lebih kuat adalah hadits ke-7.

Menyucikan Tempat Air Yang Dijilati Anjing

Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits riwayat Tirmidzi berikut ini :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طُهُورُ إنَاءِ أَحَدِكُمْ إذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَفِي لَفْظٍ لَهُ فَلْيُرِقْهُ وَلِلتِّرْمِذِيِّ  أُخْرَاهُنَّ أَوْ أُولَاهُنَّ

Terjemahan : Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sucinya tempat air seseorang diantara kamu jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang pertamanya dicampur dengan debu tanah.” (HR. Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan: “Hendaklah ia membuang air itu.” Menurut riwayat Tirmidzi: “Yang terakhir atau yang pertama (dicampur dengan debu tanah)”.

Kosakata Hadits :

  • Kata طهور (thuhur) merupakan isim mashdar, artinya kesucian.
  • Kata ولغ (walagho) = menjilat, artinya meminum dengan ujung lidah, dan ini cara minum anjing dan hewan-hewan buas lainnya.
  • Kata التراب (at-turab) = debu, yaitu sesuatu yang halus di permukaan tanah. Hadits ini bersifat ta’abbudi (ibadah), tidak ada ruang qiyas dalam hal ini. Misal: mengqiyaskan debu/tanah dengan arang atau yang lainnya, atau mengqiyaskan anjing dengan babi, dan sebagainya, maka ini tidak diperbolehkan.
  • Kata فليرقه (falyuriqhu) yaitu hendaknya ia menumpahkannya (air) ke tanah.
  • Kata أخراهن, أو أولاهن (ukhrahunna aw uulahunna) = yang terakhir atau yang pertama. 

Penjelasan Hadits :

“Sucinya tempat air seseorang diantara kamu jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang pertamanya dicampur dengan debu tanah.”

Maksudnya tempat air yang terkena jilatan anjing tersebut dicuci dengan debu tanah disertai air sebanyak 1 kali, kemudian diguyur/dicuci dengan air saja sebanyak 6 kali sehingga totalnya adalah tujuh kali. Najisnya jilatan anjing ini merupakan najis yang paling berat. Di dalam syari’at Islam ini, tidak ada najis yang dibersihkan sebanyak 7 kali (yang pertama dengan tanah), kecuali najis yang disebabkan oleh jilatan anjing. Najis yang lainnya hanya dicuci sekali saja, terkena kencing manusia, kotoran manusia, darah manusia, cukup dicuci sekali.

“Hendaklah ia membuang air itu.”

Maksudnya ketika tempat air terkena jilatan anjing, maka air yang ada di dalam tempat air tersebut hendaknya dibuang terlebih dahulu, baru tempat airnya dicuci sebanyak 7 kali.

“Yang terakhir atau yang pertama (dicampur dengan debu tanah)”.

Yang rajih bahwa ini adalah keraguan dari perawi hadits, bukan maksudnya boleh memiliih (antara yang pertama atau yang terakhir), riyawat “ulaahunna” (yang pertamanya) lebih rajih karena banyaknya riwayat tentangnya, dan karena diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dan juga karena debu lebih tepat jika digunakan pada cucian pertama maka itu lebih bersih (dibandingkan jika debunya digunakan pada cucian yang terakhir).

Faidah Hadits:

  1. Anjing itu najis dan seluruh anggota badannya dan air liurnya itu najis (menurut pendapat jumhur ulama’), tapi menurut mazhab Maliki dan mazhab Zhahiri mengatakan yang najis hanya air liurnya saja. Dan juga semua kotoran anjing ini najis, dan semua hewan yang haram dimakan maka kotorannya juga najis.
  2. Bahwasannya air liur anjing merupakan najis mughaladhah (berat) dan air liur anjing ini merupakan najis yang paling berat.
  3. Tidak cukup menghilangkan najis jilatan anjing ini hanya 1 kali cucian, harus sebanyak 7 kali cucian, tidak boleh kurang dari itu. Sementara itu, perawi hadits ini yakni Abu Hurairah radhiyallahu’anhu pernah berfatwa: “Apabila ada anjing menjilat bejana cukup dicuci 3 kali saja”, sementara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam memerintahkan mencuci 7 kali.
  4. Apabila anjing menjilat bejana/perkakas (yang berisi air), maka tidak cukup mencuci bejana tersebut hanya langsung dicuci begitu saja (dengan air yang ada di dalam bejana tersebut), namun perlu dituang/dibuang terlebih dahulu air yang ada di bejana tersebut, kemudian baru dicuci sebanyak 7 kali (dengan tanah dan air).
  5. Apabila dijumpai lidah anjing dalam keadaan kering (tidak basah karena air liurnya), dan benda yang dijilat juga kering, maka najis tidak dapat berpindah dari lidahnya ke tempat yang lain. Dan ini bisa diqiyaskan dengan yang lain, misal: apabila ada anak kecil kencing di suatu tempat kemudian esoknya mengering dan kita menginjaknya dengan kaki dalam keadaan kering, maka najisnya tidak berpindah. Berbeda apabila kita menginjak bekas kencing yang sudah kering tersebut dengan kaki berkeringat, maka najis kencing tersebut dapat berpindah ke kaki kita dan harus dicuci hingga suci. Karena najis dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam keadaan basah.
  6. Wajib menggunakan tanah (satu kali) pada cucian yang pertama (dicampur dengan air), kemudian dilanjutkan dengan air sebanyak 6 kali.
  7. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam menyebutkan media/benda yang digunakan untuk menyucikan bejana hanya dengan tanah yang dicampur air, tidak boleh menggunakan media/benda lain walaupun itu dikatakan dapat lebih bersih. Misalnya dengan menggunakan obat pel, atau dengan air keras, maka selain tanah itu tidak diperbolehkan.
  8. Menggunakan tanah ini boleh dengan cara tanahnya dimasukkan ke air atau air dituangkan ke tanah. Yang penting air dan tanah ini bercampur. Tidak boleh hanya menggunakan tanah kering saja.
  9. Bahwasannya, berdasarkan penelitian, ditemukan adanya mikroba dalam liur anjing yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan menggunakan tanah, oleh karena itu harus menyucikannya dengan tanah.
  10. Dalam hadits ini berlaku umum bagi semua jenis anjing, apabila menjilat bejana maka harus dicuci sebanyak 7 kali (menurut jumhur ulama’). 

Masjid Assalam Wonodri, tempat berlangsungnya kajian kitab Bulughul Maram

Sucinya Bekas Minum dan Makan dari Kucing

Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut ini :

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ – فِي الْهِرَّةِ – : إنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إنَّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَة

Terjemahan : Dari Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda perihal kucing –bahwa kucing itu tidaklah najis, ia adalah termasuk hewan berkeliaran di sekitarmu. (Diriwayatkan oleh Imam Empat dan dianggap shahih oleh Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah).

Pada pertemuan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa kata الْهِرَّةِ dalam hadits ini artinya adalah kucing betina, namun kucing jantan juga termasuk dalam hadits ini. Dan telah kita sebutkan beberapa faidah yang dapat dipetik pada hadits ini diantaranya:

  1. Kucing, baik jantan maupun betina tidaklah najis, baik bulunya, air liurnya, maupun yang lainnya tidaklah najis. Ketika al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani membawakah hadits ke-8 tentang jilatan anjing, kemudian beliau langsung membawakan hadits ke-9 tentang kucing. Artinya seolah-olah beliau ingin membedakan dengan tegas bahwa anjing dan kucing memiliki kedudukan hukum yang berbeda. Anjing merupakan hewan yang najis, bahkan najisnya berat, sementara kucing merupakan hewan yang suci, walaupun sama-sama hewan yang haram dimakan dagingnya.
  2. Penyebab mengapa kucing ini tidak najis, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam menyebutkan bahwa kucing sering berlalu-lalang. Di sini Rasulullah menyebutkan: sesungguhnya kucing itu tidaklah najis”, lafadznya umum terbatas (muthlaq), kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam menyebutkan: ia adalah termasuk hewan berkeliaran di sekitarmu” ini menguatkan bahwa kucing tidaklah najis. 
  3. Dari hadits ini diambil satu kaidah besar dalam kaidah fiqih, yaitu: المشقة تجلب التيسير (apabila ada kesulitan, syari’at akan memberi kemudahan). Misalnya: kucing ini sering berkeliaran di sekitar kita, ia akan menjilat benda apapun di sekitar kita sehingga apabila air liur kucing najis maka akan menyulitkan untuk membersihkan, sehingga syari’at memberikan keringanan kepada kucing sehingga ia tidaklah najis.
  4. Diqiyaskan (yang menempati hukum yang sama dengan kucing) adalah hewan yang sering berlalu-lalang, seperti tikus, bighal (kawin silang antara kuda dan keledai), dan keledai ahli (keledai yang sering membantu tugas manusia). 
  5. Para ahli fiqih, mazhab Syafi’i dan selain mereka meng-qiyaskan bahwa semua hewan yang sebesar kucing atau lebih kecil daripada kucing itu menempati hukum yang sama dengan kucing, yakni tidak najis. Namun menurut mazhab Hanbali, qiyas tersebut tidak tepat, karena keledai ukurannya lebih besar dari kucing namun keledai (ahli) bukanlah merupakan hewan najis. 
  6. Dalam hadits ini terdapat dalil mengenai kesucian seluruh anggota badan kucing tanpa terkecuali. Namun meskipun tidak najis, kucing tetaplah hewan yang haram dimakan dagingnya, karena tidak semua yang suci boleh dimakan.
  7. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam menyebutkan, إنَّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ (ia adalah termasuk hewan berkeliaran di sekitarmu”) ini merupakan penguat (taqyid) sabda Nabi, إنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ (sesungguhnya kucing itu tidaklah najis”). 
  8. Ibnu Abdil Barr menyebutkan, “dalam hadits ini terdapat dalil bahwasannya apa yang diperbolehkan bagi kita untuk berinteraksi dengannya itu menunjukkan bahwa air liurnya adalah suci.”
  9. Pemahaman kebalikan dari hadits ini (sesuatu yang bisa dipahami dibalik tekstual hadits ini) adalah disyari’atkan menjauhi segala sesuatu yang berbau najis. Karena apabila kucing yang merupakan hewan yang suci kita boleh berinteraksi, maka segala sesuatu yang najis tidak diperbolehkan kita berinteraksi dengannya. Kecuali dalam keadaan darurat atau dalam keadaan membersihkan najis. Misalnya ketika dalam kondisi darurat tidak ada makanan halal selain yang haram dan najis, maka diperboleh memakannya; juga ketika mencuci pakaian yang terkena najis, maka boleh menyentuhnya.

Cara Membersihkan Tanah Yang Terkena Kencing

Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut ini :

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ؛ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Terjemahan : Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: “Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu.” (Muttafaq Alaihi).

Kosakata Hadits :

  1. Kata أَعْرَابِيٌّ (A’rab) mufrad (bentuk tunggal) yang berarti Orang Arab. Berbeda dengan عرب (‘Arab, yang berarti Bangsa Arab) yang merupakan isim jenis yang merupakan isim (kata benda) jamak tapi seolah-olah tunggal.
  2. Kata طَائِفَةِ, berarti satu bagian/satu penggal
  3. Kata زَجَرَهُ, ada yang mengartikan ‘membunuh’, ada yang mengartikan ‘melarang’

Penjelasan Umum Hadits :

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam sangat mempertimbangkan maslahat yang lebih besar, yaitu beliau melihat kemaksiatan dan kemungkaran (bahkan terjadi di dalam masjid). Akan tetapi, cara menyikapi Rasulullah terhadap orang yang berilmu dengan orang yang kurang ilmunya berbeda. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam mempertimbangkan sisi maslahatnya (kaidah mashalih al-mursalah), beliau melihat apabila orang Arab yang kencing di masjid ini langsung dilarang kemudian dikejar, maka air kencingnya bisa menyebar kemana-mana. Ini dibutuhkan ilmu yang sangat dalam.

Faidah Hadits :

Sesungguhnya air kencing itu adalah najis, wajib dibersihkan tempat yang terkena najis air kencing baik berada di badan, pakaian, bejana, atau di tanah, dimanapun tempat yang terkena najis air kencing.

Apabila air kencing tersebut berada di lantai, maka cara membersihkannya berbeda dengan apabila air kencing tersebut berada di tanah. Karena lantai tidak menyerap air, apabila hanya disiram air maka air kencingnya akan menyebar kemana-mana, berbeda dengan tanah yang langsung menyerap air. Sehingga dalam menyikapi masalah ini dibutuhkan fiqih.

Apabila seseorang menjumpai air kencing yang berada di lantai yang tidak bisa menyerap air, maka tidak cukup diguyur dengan air, hendaknya mengambil kain lap kemudian diletakkan di atas tempat yang terkena air kencing hingga air kencingnya terserap semua di kain. Kemudian ketika lantai sudah agak kering, baru bisa dipel/dilap hingga warna, bau, dan rasa najisnya hilang dari lantai. Dan kain yang digunakan untuk melap air kencing harus dicuci hingga najisnya hilang.

Para ulama’ juga menyebutkan bahwa ada media lain selain air yang dapat digunakan untuk membersihkan najis air kencing, misalnya sinar matahari dan angin. Sehingga, apabila kita menjumpai seseorang menjemur pakaiannya yang terkena najis air kencing di bawah terik matahari hingga kering dan najisnya hilang (bau, warna, dan rasanya), maka pakaian tersebut sudah suci karenanya najisnya telah hilang karena sinar matahari.

Para jamaah yang khusyu mendengarkan tausiah dari ustadz Drs. H. M. Danusiri M.Ag.

Dihalalkan Atas 2 Bangkai dan 2 Darah

Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut ini :

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ. فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ : فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ وَأَمَّا الدَّمَانِ : فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ وَفِيهِ ضَعْفٌ

Terjemahan : Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Dua macam bangkai itu adalah belalang dan ikan, sedangkan dua macam darah adalah hati dan jantung.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah, dan di dalam sanadnya ada kelemahan).

Derajat Hadits :

Hadits ini shohih secara mauquf. Adapun perkataan penulis (Ibnu Hajar), “di dalamnya ada kedho’ifan” karena berasal dari riwayat Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari Bapaknya dari Ibnu Umar. Imam Ahmad mengatakan, “Ia adalah seorang munkarul hadits”. Abu Zar’ah dan Abu Hatim berkata, “hadits ini mauquf, dishohihkan secara marfu’ setiap yang diriwayatkan oleh Ad Daruquthni, Hakim, Al Baihaqi, dan Ibnul Qoyyim”. Ash Shon’ani berkata, “Jika telah ditetapkah hadits ini mauquf, maka hadits ini berhukum marfu’, karena perkataan shahabat “Dihalalkan bagi kami” dan “Diharamkan bagi kami”, ini seperti perkataan, “kami diperintah” dan “kami dilarang”, maka sudah bisa dijadikan hujjah. Inilah yang dinyatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar sebelumnya di At Talkhisul Khobir.

Faedah Hadits :

  1. Haramnya darah yang mengalir, diambil dari kebolehan dua darah yang disebutkan di dalam hadits tersebut.
    Pengecualian halalnya sebagian tertentu menjadi dalil tentang keharaman selainnya.
  2. Haramnya bangkai, yaitu hewan yang mati begitu saja atau disembelih tidak dengan cara yang sesuai dengan syari’at
  3. Ati dan limpa itu halal dan suci
  4. Bangkai belalang dan ikan juga halal dan suci. Makna bangkai belalang adalah belalang yang mati bukan akibat ulah manusia, melainkan mati begitu saja dengan sebab-sebab kematian seperti kedinginan, hanyut, atau yang lainnya. Adapun yang mati dengan sebab racun maka bangkai tersebut diharamkan karena di dalamnya terkandung racun yang mematikan yang diharamkan.

Kesimpulan :

Hadits ini menjadi dalil bahwa jika ikan dan belalang mati di air, maka air tersebut tidak ternajisi, baik air tersebut banyak maupun sedikit, sekalipun rasanya, warnanya, dan baunya berubah, maka perubahan tersebut bukan dengan sesuatu yang najis, akan tetapi perubahan itu dengan sesuatu yang suci.

Lalat Tidaklah Menajiskan Air Atau Selainnya Ketika Terjatuh Didalamnya

Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut ini :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً وَفِي الْآخَرِ شِفَاءً أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ وَأَبُو دَاوُد . وَزَادَ وَإِنَّهُ يَتَّقِي بِجَنَاحِهِ الَّذِي فِيهِ الدَّاءُ

Terjemahan : Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila ada lalat jatuh ke dalam minuman seseorang di antara kamu maka benamkanlah lalat itu kemudian keluarkanlah, sebab ada salah satu sayapnya ada penyakit dan pada sayap lainnya ada obat penawar.” Dikeluarkan oleh Bukhari dan Abu Dawud dengan tambahan: “Dan hendaknya ia waspada dengan sayap yang ada penyakitnya.” 

Kosakata Hadits:

Kata الذُّبَابُ, yang berarti lalat, yakni semua jenis lalat, karena isim + ال bermakna umum, sehingga kata الذُّبَابُ dalam hadits ini bermakna umum semua jenis lalat.

Penjelasan Hadits Secara Umum:

Ketika itu kaum muslimin, yakni para sahabat radhiyallahu’anhum belum mengenal teknologi yang dapat mengetahui bahwa pada satu sisi saya terdapat racun/penyakit dan di sayap yang lain terdapat obat penawarnya. Mereka cukup meyakini bahwa apa yang dibawa oleh Allah dan Rasul-Nya merupakan suatu kebenaran yang harus diimani dan diamalkan.
Hadits ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengajarkan hal ‘ubudiyyah (ibadah) saja, melainkan juga tentang teknologi/ilmu sains. Dan yang lebih utama, terlepas dari apakah itu terbukti oleh teknologi/ilmu sains yaitu kita harus meyakini apa-apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam adalah suatu kebenaran, meskipun itu tidak masuk akal.

Faidah Hadits:

  1. Hadits ini menunjukkan sucinya lalat, baik tatkala hidup maupun sudah mati. Sesungguhnya lalat ini ketika jatuh ke benda cair maupun padat, tidak membuat benda tersebut menjadi najis. Namun meskipun suci, lalat tidak boleh dimakan, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam memerintahkan untuk mengeluarkan lalat itu seteleh ditenggelamkan ke dalam minuman/makanan.
  2. Disunnahkan untuk menenggelamkan lalat atau anggota tubuh lalat ke dalam minuman/makanan yang kejatuhan lalat tersebut, kemudian mengeluarkannya dan memanfaatkan minuman/makanan yang kejatuhan lalat tersebut. Dan hal itu tidak mengubah status kesucian dan kehalalan minuman/makanan tersebut.
  3. Di dalam tubuh lalat/sayap lalat terdapat penyakit dan di sayap lainnya terdapat obat penawar. Menurut para ulama’, biasanya sayap yang berada di atas air (minuman) merupakan sayap yang terdapat obat penawar, sedangkan sayap yang tenggelam lebih dulu ke dalam minuman merupakan sayap yang terdapat racun/penyakit. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam memerintahkan untuk menenggelamkan seluruh bagian tubuh lalat untuk menetralkan racun/penyakit yang sudah masuk terlebih dahulu ke dalam minuman/makanan.
  4. Dalam hadits ini terdapat mukjizat ‘ilmiyyah. Telah ditemukan pada ilmu modern melalui penelitian, bahwa ada pembuktian secara ilmiah tentang kebenaran hadits ini, yakni terdapat penyakit/racun di salah satu sisi sayap lalat, dan di sisi lainnya terdapat obat penawarnya.
  5. Para ulama’ mengqiyaskan semua hewan yang tidak ada darah yang mengalir dalam tubuhnya dengan hewan lalat. Artinya, apabila hewan tersebut mati, maka bangkainya tidak dihukumi najis. Contoh: lebah, laron, nyamuk.

Segala Sesuatu Yang Terpotong Dari Hewan Ketika Hidup Dihukumi Bangkai

Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut ini :

وَعَنْ أَبِي وَاقِدٍ اَللَّيْثِيِّ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – – مَا قُطِعَ مِنْ اَلْبَهِيمَةِ -وَهِيَ حَيَّةٌ- فَهُوَ مَيِّتٌ – أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ, وَاللَّفْظُ لَهُ

Terjemahan : Dari Abu Waqid Al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Anggota yang terputus dari hewan yang masih hidup termasuk bangkai.” (Dikeluarkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi, beliau menyatakannya sahih. Lafaz hadits ini menurut Tirmidzi). [HR. Abu Daud, no. 2858; Tirmidzi, no. 1480. Hadits ini hasan. Lihat Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:76].

Faedah hadits :

  1. Jika bangkai yang dimaksudkan dalam hadits masuk dalam air, bangkai tersebut akan menajiskannya. Ini berlaku pada hewan yang bangkainya itu najis. Hal ini tentu berbeda untuk bangkai yang suci seperti pada ikan dan belalang.
  2. Yang terpotong dari hewan yang masih hidup dihukumi najis.
  3. Dikecualikan yang terpotong di sini adalah rambut dan bulu yang terpotong (lepas) dari pokoknya, dihukumi suci.

Kantor Lazismu Daerah dikompleks Masjid At-Taqwa RS Roemani Semarang

Salurkan donasi terbaik anda melalui:

Lazismu PDM Kota Semarang
Memberi Untuk Negeri

Zakat
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Infaq
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Konfirmasi :
0856 4087 3531 (call center Lazismu Kota Semarang)
0813 2755 1238 (Abdullah Hasan)

Penulis : M. Danusiri
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Relasi Hubungan Suami Istri Dalam Hadits

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, SEMARANG – Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Semarang yang diwakili oleh Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus secara rutin mengadakan kajian yang diperuntukkan bagi masyarakat umum pada hari ahad setiap pekannya. Bertempat di masjid At-Taqwa kompleks RS Roemani Semarang. Untuk tanggal 23 Januari 2022, kajian tersebut diisi oleh narasumber ustadz Dr. H. Ahmad Hasan Ashari Ulamai M.Ag. Beliau menjabat sebagai Wakil Ketua PWM Jawa Tengah Bidang Pembina Lazismu, yang akan menyampaikan tema “Relasi Hubungan Suami Istri dalam Hadits”

Ustadz Dr. H. Ahmad Hasan Ashari Ulamai M.Ag. menjadi narasumber di kajian ahad pagi MTDK PDM Kota Semarang

Hadis Rasulullah SAW merupakan pedoman hidup bagi umat muslim setelah Alquran. Setiap ajaran Rasullah SAW patut diamalkan agar menjalani kehidupan sesuai ajaran Islam. Termasuk perihal pernikahan. Dalam ajaran Islam, menikah merupakan ibadah dengan kedudukan yang sangat penting dan sakral. Pernikahan disebut sebagai ‘mitsaqan ghalizha’ dalam Al-Quran, berarti perjanjian yang amat kukuh atau kuat.

Terdapat berbagai berkah di balik pernikahan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Meski aktivitas bersama pasangan halal itu terlihat sederhana, namun sebenarnya bernilai pahala dan sedekah. Selain itu, ikatan suci pernikahan menjamin keharmonisan, kebahagiaan, dan ketenangan, selama dijalankan dengan tulus. Apalagi ditambah dengan meneladani romansa Nabi Muhammad SAW bersama istrinya. Banyak kisah yang tertuang dalam hadist, menceritakan keindahan romantisme Rasul kala itu. Begitu luar biasanya, beliau memuliakan sang istri.

Berikut beberapa ajaran Rasulullah kiat romantis untuk pasangan suami istri yang harmonis, sesuai hadis.

1. Selalu menjalin komunikasi dengan baik

Komunikasi merupakan satu hal yang dapat mempengaruhi harmonis nya suatu rumah tangga karena dengan salah komunikasi akan muncul kesalahpahaman yang nantinya memicu adanya pertengkaran. Sebagaimana diajarkan Rasulullah dalam beberapa hadits berikut ini :

Hadits Riwayat Bukhari no 1333 :

البخاري عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ ؛ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ “

Terjemah : dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “ajaklah bicara para wanita (dengan baik baik) karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya, jika kamu mencoba untuk meluruskannya maka dia akan patah namun bila kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok. Untuk itu ajaklah bicara (nasehatilah) para wanita (dengan baik)”

Hadits Riwayat Muslim no 1468 :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : ” مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بالله وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَإِذَا شَهِدَ أَمْرًا، فَلْيَتَكَلَّمْ بِخَيْرٍ، أَوْ لِيَسْكُتْ، وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ، إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا “

Terjemah : dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, kemudian dia menyaksikan suatu peristiwa, hendaklah dia berbicara dengan baik atau diam, dan ajaklah bicara (berwasiatlah) kepada wanita (dengan baik), karena sesungguhnya dia diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok adalah tulang rusuk yang paling atas, jika kamu berusaha untuk meluruskannya, niscaya akan patah, jika kamu membiarkannya, dia akan senantiasa bengkok, maka ajaklah bicara (berwasiatlah) terhadap wanita dengan baik.”

Hadits Riwayat Ibnu Majah no 1851 :

عَنْ عَمْرِو بْنِ الْأَحْوَصِ ، .. أَنَّهُ شَهِدَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ مَعَ رَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَحَمِدَ الله وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَذَكَّرَ، وَوَعَظَ ثُمَّ قَالَ ” اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ عِنْدَكُمْ عَوَانٍ ، لَيْسَ تَمْلِكُونَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ، فَإِنْ فَعَلْنَ فَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ، وَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ ، فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا، إِنَّ لَكُمْ مِنْ نِسَائِكُمْ حَقًّا، وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا، فَأَمَّا حَقُّكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ : فَلَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُونَ، وَلَا يَأْذَنَّ فِي بُيُوتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُونَ، أَلَا وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ “.

Terjemah : Dari Amru bin Al Ahwash..bahwa ia pernah menghadiri haji wada’ bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau memuji Allah dan mengagungkan-Nya, mengingatkan dan memberi wejangan. Setelah itu beliau bersabda: “ajaklah bicara (nasehati) isteri-isteri kalian dengan baik, karena mereka adalah teman di sisi kalian. Kalian tidak memiliki suatu apapun dari mereka selain itu. Kecuali jika mereka berbuat zina dengan terang-terangan. Jika mereka melakukannya maka tinggalkan mereka di tempat tidur dan pukullah dengan pukulan yang tidak melukai. Apabila mereka mentaati kalian maka janganlah berbuat sewenang-wenang terhadap mereka. Sungguh, kalian mempunyai hak dari isteri-isteri kalian dan isteri-isteri kalian mempunyai hak dari kalian. Adapun hak kalian terhadap isteri kalian; jangan menginjakkan di tempat tidur kalian orang yang kalian benci dan jangan diizinkan masuk rumah-rumah kalian terhadap orang yang kalian benci. Dan sungguh hak mereka atas kalian; hendaknya memperlakukan mereka dengan baik dalam masalah pakaian dan makanan.”

2. Kewajiban Memberikan Nafkah

Ada pemahaman yang terlalu disederhanakan ketika memahami konsep nafkah. Nafkah sebatas dipahami sebagai kegiatan memberikan harta dan kuota batin kepada istri dan anak. kata nafkah secara bahasa berasal dari bahasa Arab anfaqa, yunfiqu, infaqan, nafaqatan. Artinya mengeluarkan, infaq berarti al-mashruf wa al-infaq, biaya belanja, pengeluaran uang, dan biaya hidup. Nafkah kemudian digunakan untuk merujuk kepada sesuatu yang diberikan kepada orang yang menjadi tanggungannya. Sebagaimana diajarkan Rasulullah dalam beberapa hadits berikut ini :

Hadits riwayat Muslim no 2137 :

فَاتَّقُوا الله فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Terjemah : Jagalah dirimu terhadap wanita. Kamu boleh mengambil mereka sebagai amanah Allah, dan farj mereka halal bagimu dengan mematuhi peraturan-peraturan Allah. Setelah itu, kamu punya hak atas mereka, yaitu supaya mereka tidak membolehkan orang lain menduduki tikarmu. Jika mereka melanggar, pukullah mereka dengan cara yang tidak membahayakan. Sebaliknya mereka punya hak atasmu. Yaitu nafkah dan pakaian yang pantas.

Hadits Riwayat Muslim no 1661 :

نْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِك

Terjemah Arti : Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah saw bersabda: “Dinar (harta) yang kamu belanjakan di jalan Allah dan dinar (harta) yang kamu berikan kepada seorang budak wanita, dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin serta dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu. Maka yang paling besar ganjaran pahalanya adalah yang kamu nafkahkan kepada keluargamu.”

Jamaah yang khusyu mendengarkan tausiah dari ustadz Dr. H. Ahmad Hasan Ashari Ulamai M.Ag.

3. Menjaga Akhlak

Membangun dan membina akhlak mulia berawal dari keluarga. Pembangunan dan pemeliharaan akhlak tadi berpondasi pada hubungan suami istri. Frekuensi kualitas, dan intensitas berkomunikasi antara suami istri dapat membuka cakrawala yang lebih luas tentang siapa sebenarnya pasangan hidupnya.

Sebagaimana disampaikan dalam hadits riwayat Ahmad no 7095 :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُهُمْ خِيَارُهُمْ لِنِسَائِهِمْ

Terjemah : dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang terbaik di antara mereka adalah yang terbaik terhadap istri-istrinya.

4. Memahami Peran Sebagai Suami Istri

Dalam membina kehidupan berumah tangga ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing suami dan istri. Kewajiban suami kepada istri adalah mempergaulinya secara ma’ruf, memberinya nafkah, lahir dan batin, mendidik istri, dan menjaga kehormatan istri dan keluarga. Adapun kewajiban istri kepada suami adalah taat kepada suami, menjaga amanat sebagai istri/ibu dari anak-anak, rabbatu al-bayt atau manajer rumahtangga, menjaga kehormatan dan harta suami dan meminta izin kepada suami ketika hendak bepergian dan puasa sunnah.

Sebagaiman disampaikan dalam hadits riwayat Ibnu Al-Sunni :

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ، ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻛﻞ ﻧﻔﺲ ﻣﻦ ﺑﻨﻲ ﺁﺩﻡ ﺳﻴﺪ، ﻓﺎﻟﺮﺟﻞ ﺳﻴﺪ ﺃﻫﻠﻪ، ﻭاﻟﻤﺮﺃﺓ ﺳﻴﺪﺓ ﺑﻴﺘﻬﺎ

Terjemah Arti : Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: setiap manusia adalah tuan, seorang laki adalah tuan keluarganya (istri), dan perempuan adalah tuan rumahnya.

5. Menjalin Hubungan Romantis Antara Suami dan Istri

Ajaran Rasulullah yang patut diteladani selanjutnya ialah menikmati santapan bersama. Hingga tak segan-segan sepiring berdua, serta minum dari gelas yang sama. Sebagaimana diajarkan Rasulullah dalam beberapa hadits berikut ini :

Hadits Riwayat Bukhari no 4935 :

َنْ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي وَأَنَا مَرِيضٌ بِمَكَّةَ فَقُلْتُ لِي مَالٌ أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ قَالَ لَا قُلْتُ فَالشَّطْرِ قَالَ لَا قُلْتُ فَالثُّلُثِ قَالَ الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ أَنْ تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ وَمَهْمَا أَنْفَقْتَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ حَتَّى اللُّقْمَةَ تَرْفَعُهَا فِي فِي امْرَأَتِكَ وَلَعَلَّ اللَّهَ يَرْفَعُكَ يَنْتَفِعُ بِكَ نَاسٌ وَيُضَرُّ بِكَ آخَرُون

Terjemah Arti : Dari Sa’d ra. ia berkata; Nabi saw pernah mengunjungiku ketika aku jatuh sakit di Makkah. Kukatakan pada beliau, “Sesungguhnya aku memiliki harta. Haruskah aku mewasiatkan seluruhnya?” beliau menjawab: “Tidak.” Aku bertanya lagi, “Ataukah setengah darinya?” beliau menjawab: “Tidak.” Aku bertanya lagi, “Ataukah sepertiga darinya?” beliau menjawab: “Ya, sepertiga. Namun sepertiga adalah sesuatu yang banyak. Lebih baik bila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dan mengharap-harap apa yang ada di tangan manusia. Dan segala yang kamu infakkan, maka hal itu adalah sedekah bagimu, bahkan termasuk sesuap makanan yang kamu suapkan pada bibir isterimu. Dan semoga Allah mengangkat derajatmu sehingga banyak orang mengambil manfaat darimu dan yang lain mendapat madharrat.

Hadits Riwayat Muslim no 453 :

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَشْرَبُ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ فَيَشْرَبُ وَأَتَعَرَّقُ الْعَرْقَ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ وَلَمْ يَذْكُرْ زُهَيْرٌ فَيَشْرَب

Terjemah Arti : Dari Aisyah dia berkata, “Aku minum ketika aku sedang dalam keadaan haid, kemudian aku memberikannya kepada Nabi saw, lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat mulutku (ketika minum) “. Dan Zuhair tidak menyebutkan, “Lalu beliau minum.”

Kantor Lazismu Daerah dikompleks Masjid At-Taqwa RS Roemani Semarang

Salurkan donasi terbaik anda melalui:

Lazismu PDM Kota Semarang
Memberi Untuk Negeri

Zakat
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Infaq
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Konfirmasi :
0856 4087 3531 (call center Lazismu Kota Semarang)
0813 2755 1238 (Abdullah Hasan)

َ

Penulis : Ahmad Hasan Ashari Ulamai
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Pelatihan Manasik Haji KBIHU Muhammadiyah Kota Semarang

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, SEMARANG – Kelompok Bimbingan Ibadah Haji & Umroh (KBIHU) Muhammadiyah Kota Semarang menyelenggarakan manasik haji di Masjid At-Taqwa RS Roemani Semarang pada hari Ahad tanggal 23 Januari 2022, diikuti peserta dengan jumlah sekitar 480 orang, Dalam manasik ini yang bertindak sebagai narasumber bapak Drs. KH. Mukhlas bin Maksum selaku pembimbing senior di KBIHU Muhammadiyah Kota Semarang.

Bapak Drs. KH. Mukhlas bin Maksum ketika menyampaikan materi tentang proses ibadah haji & umroh

Materi yang disampaikan oleh bapak KH. Muchlas bin Maksum adalah refreshing tentang prosesi ibadah umroh dan haji yang dimulai dari pemberangkatan sejak dari rumah, di asrama haji, pelaksanaan umroh dan haji di tanah suci. dalam pelatihan manasik ini juga diajarkan tentang doa-doa haji dan umroh yang dipraktikan secara bersama-sama.

Para jamaah peserta yang hadir dalam manasik haji KBIHU Muhammadiyah Kota Semarang

Menurut ketua KBIHU Muhammadiyah Kota Semarang, bapak Nur Malik S.Ag. Pelaksanaan pelatihan manasik ini diadakan kembali kepada calon jemaah haji setelah sempat tertunda selama 2 tahun. Sejak tahun 2020 dan 2021 untuk kegiatan manasik sempat diadakan secara virtual akibat pandemi. Pada tahun ini Insya Allah dimulai kembali dalam rangka mempersiapkan keberangkatan jamaah haji tahun 2022. Untuk kegiatan pelatihan manasik haji dan umroh akan diselenggarakan 2 pekan sekali setiap bulannya, sambil menunggu keputusan dari pemerintah cq. kementrian agama tentang keberangkatan jamaah haji ditahun ini. Semoga di tahun 2022 pelaksanaan ibadah haji tidak tertunda lagi dan bisa diberangkatan dengan lancar seperti semula tanpa suatu halangan apapun. Aamiin.

Kantor Lazismu Daerah dikompleks Masjid At-Taqwa RS Roemani Semarang

Salurkan donasi terbaik anda melalui:

Lazismu PDM Kota Semarang
Memberi Untuk Negeri

Zakat
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Infaq
Bank Syariah Indonesia
777 888 1785

Konfirmasi :
0856 4087 3531 (call center Lazismu Kota Semarang)
0813 2755 1238 (Abdullah Hasan)

Penulis : Nur Malik
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Kajian Tafsir Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 92-101

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, TEMBALANG – Pimpinan Ranting Muhammadiyah Meteseh secara rutin mengadakan kajian tentang tafsir Al-Quran yang diperuntukkan bagi masyarakat umum pada 2 pekan sekali setiap bulannya. Bertempat di masjid Saubari Bening Hati, kompleks Pondok Tahfidz Ash Saubari, Meteseh, Semarang. Untuk tanggal 20 Januari 2022, kajian tersebut diisi oleh narasumber ustadz Drs. H. Danusiri M.Ag., saat ini menjabat sebagai Ketua Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah, yang akan memulai kajian tafsir Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 92-101.

Ustadz Drs. H. Danusiri M.Ag. ketika mengisi kajian tafsir Al-Quran di PRM Meteseh

Surat Al-Baqarah ayat 92-96 :

وَلَقَدْ جَاۤءَكُمْ مُّوْسٰى بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْۢ بَعْدِهٖ وَاَنْتُمْ ظٰلِمُوْنَ

92. Dan sungguh, Musa telah datang kepadamu dengan bukti-bukti kebenaran, kemudian kamu mengambil (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah (kepergian)nya, dan kamu (menjadi) orang-orang zalim.

وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّوْرَۗ خُذُوْا مَآ اٰتَيْنٰكُمْ بِقُوَّةٍ وَّاسْمَعُوْا ۗ قَالُوْا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاُشْرِبُوْا فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ ۗ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهٖٓ اِيْمَانُكُمْ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

93. Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu dan Kami angkat gunung (Sinai) di atasmu (seraya berfirman), “Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab, “Kami mendengarkan tetapi kami tidak menaati.” Dan diresapkanlah ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah patung) anak sapi karena kekafiran mereka. Katakanlah, “Sangat buruk apa yang diperintahkan oleh kepercayaanmu kepadamu jika kamu orang-orang beriman!”

قُلْ اِنْ كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الْاٰخِرَةُ عِنْدَ اللّٰهِ خَالِصَةً مِّنْ دُوْنِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

94. Katakanlah (Muhammad), “Jika negeri akhirat di sisi Allah, khusus untukmu saja bukan untuk orang lain, maka mintalah kematian jika kamu orang yang benar.”

وَلَنْ يَّتَمَنَّوْهُ اَبَدًاۢ بِمَا قَدَّمَتْ اَيْدِيْهِمْ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ ۢ بِالظّٰلِمِيْنَ

95. Tetapi mereka tidak akan menginginkan kematian itu sama sekali, karena dosa-dosa yang telah dilakukan tangan-tangan mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang zalim.

وَلَتَجِدَنَّهُمْ اَحْرَصَ النَّاسِ عَلٰى حَيٰوةٍ ۛوَمِنَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْا ۛيَوَدُّ اَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ اَلْفَ سَنَةٍۚ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهٖ مِنَ الْعَذَابِ اَنْ يُّعَمَّرَۗ وَاللّٰهُ بَصِيْرٌۢ بِمَا يَعْمَلُوْنَ

96. Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak) dari orang-orang musyrik. Masing-masing dari mereka, ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.

PEMBAHASAN

Satu Variasi Keingkaran Ahli Kitab

Ahli Kitab hanya akan beriman kepada kitab yang turun kepada mereka. Kenyataannya, setelah Musa membawa bukti risalahnya, tetap saja mereka mengingkarinya. Mereka dibebaskan oleh Allah dari menyembah Fir’aun melalui risalah Musa, agar menyembah Allah Yang maha Tunggal, malah menyembah patung anak sapi. Dengan demikian, mereka menganiaya diri  sendiri (92). Penyembahan kepada patung anak lembu itu telah merasuki rasa dan pikiran mereka sehingga meskipun diancam terhimpit gunung, tetap saja kufur.

Allah menyatakan bahwa kekufuran mereka amat buruk. Mereka memang keras kepala dengan keyakinan sebagai bangsa yang handal dan mulya, di akhirat diistimewakan Allah melebihi bangsa lain. Sebenarnya tidak. Kalau memang benar, cobalah kamu (bani Israil) minta mati (sebagai bukti) karena kehidupan dunia tentu tidak ada artinya dibanding kehidupan surga di akhirat, yang umumnya orang takut menghadapi mati. Kenyataannya, mereka tidak meminta mati. Mendengar kata ‘mati’ saja sudah takut. Mengapa? Dosa sudah terlalu banyak, dan semuanya diketahui oleh Allah.

Keadaan umat Yahudi dan kaum muslimin di waktu itu dapat diambil sebagai ibrah (pelajaran). Tipologi Yahudi salah besar dengan sikap dan perbuatannya, sementara kaum muslimin benar dengan sikap dan perbuatannya. Dalam berperang melawan kaum muslimin, kaum Yahudi takut mati sehingga bersungguh-sungguh mengalahkan umat Islam. Umat Islam sungguh-sungguh mempertahankan kebenaran Islam mati-matian dan tidak takut mati karena jika mati beneran tergolong syahid. Dalam kaitannya di akhir surat Ali Imran, surga yang tinggi derajatnya hanya diperoleh bagi kaum mukminin setelah ditebus dengan berbagai ujian kesulitan dari Allah, terusir musuh, membunuh dan dibunuh dalam membela agama Allah.

Kesediaan mati karena iman adalah ujian penting bagi si mukmin. Pepatah mengatakan “al-mautu ayatul hubbi ash-shadiq (mati adalah bukti cinta sejati). Jika dibanding sikap dan perilaku bani Israil yang menentang kebenaran itu, meskipun mengaku iman kepada taurat, mereka sebenarnya amat loba terhadap hidup melebihi kaum musyrikin. Mereka mencari kemegahan hidup, menumpuk-numpuk harta, menternakkan uang (riba), menguasai perekonomian di mana mereka berada, dan memeras keringat si lemah. Sehingga, kalau bisa, mereka, orang-orang perorang ingin hidup 1000 tahun. Karena begitu terpautnya dengan kepada dunia, mereka lupa mati. Meskipun lidah tidak mengatakan  ‘ingin hidup seribu tahun’, namun sikap dan sepak-terjangnya dapat dipahami seperti itu. (penulis: mereka sangat ngongso dalam mencari kehidupan dunia).

Nasihat Islam adalah keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat:

إعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا, واعمل لآ خرتك كأنك تموت غدا

Catatan : Mengapa kaum Yahudi begitu terpaut dengan kehidupan dunia? Di dalam kitab taurat tidak dijelaskan hal-hal keakhiratan, demikian suatu pendapat.  

Pertimbangan HAMKA

Meskipun di dalam Taurat tidak menjelaskan soal akhirat, sanubari seorang beriman tentu ada kesan tentang keakhiratan. Pelajaran Budha tidak banyak menyinggung tentang akhirat, tetapi mereka tidak rakus terhadap kehidupan dunia (harta). Hanya perlu diingat, dengan panjangnya umur tidak bisa menunda akan datanganya azab dari Allah. Secara realistis, berapa pun panjang umur, akhirnya mati juga. Khairil Anwar mengatakan: “Hidup hanyalah menunda kekalahan” kekalahan pasti datang. Allah melihat apa yang mereka kerjakan. Artinya, manusia pasti mempertanggungjawabkan perbuatannya itu (baik atau buruk). Karena itu, (penulis) kerjakanlah kebaikan sebanyak mungkin, hindarilah amal sayyiah agar tenang ketika mempertanggungjawabkan perbuatan di hadirat Allah.

Kesimpulan

Dengan harta banyak, hidup kita memang menjadi nyaman, tetapi hanya dengan harta, tidak menjamin kebahagiaan hidup. Carilah harta sebanyak-banyaknya, tetapi jangan lupa hak-hak otomatis yang harus dibayarkan dan kewajiban yang harus ditunaikan.

Masjid Saubari Bening Hati, tempat berlangsungnya kajian tafsir Al-Quran PRM Meteseh

Surat Al-Baqarah ayat 97-101 :

قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِّجِبْرِيْلَ فَاِنَّهٗ نَزَّلَهٗ عَلٰى قَلْبِكَ بِاِذْنِ اللّٰهِ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَّبُشْرٰى لِلْمُؤْمِنِيْنَ

97. Katakanlah (Muhammad), “Barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka (ketahuilah) bahwa dialah yang telah menurunkan (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan izin Allah, membenarkan apa (kitab-kitab) yang terdahulu, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman.”

مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِّلّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَرُسُلِهٖ وَجِبْرِيْلَ وَمِيْكٰىلَ فَاِنَّ اللّٰهَ عَدُوٌّ لِّلْكٰفِرِيْنَ

98. Barangsiapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir.

وَلَقَدْ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ اٰيٰتٍۢ بَيِّنٰتٍۚ وَمَا يَكْفُرُ بِهَآ اِلَّا الْفٰسِقُوْنَ

99. Dan sungguh, Kami telah menurunkan ayat-ayat yang jelas kepadamu (Muhammad), dan tidaklah ada yang mengingkarinya selain orang-orang fasik.

اَوَكُلَّمَا عٰهَدُوْا عَهْدًا نَّبَذَهٗ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ ۗ بَلْ اَكْثَرُهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ

100. Dan mengapa setiap kali mereka mengikat janji, sekelompok mereka melanggarnya? Sedangkan sebagian besar mereka tidak beriman.

وَلَمَّا جَاۤءَهُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيْقٌ مِّنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَۙ كِتٰبَ اللّٰهِ وَرَاۤءَ ظُهُوْرِهِمْ كَاَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَۖ

101. Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul (Muhammad) dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, sebagian dari orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah itu ke belakang (punggung), seakan-akan mereka tidak tahu.

PEMBAHASAN

Bani Israil Musuh Jibril

Ayat-ayat yang lalu menjelaskan bahwa mereka hanya beriman kepada kitab yang diturunkan kepada mereka, dan tidak mau beriman kepada kitab Alquran, meskipun sebenarnya mereka juga banyak mengingkari kitab mereka sendiri. Pembahasan ayat ini,  98 menyatakan bahwa mereka memusuhi Malaikat Jibril. Abdullah bin Shuriya, tokoh mereka, mengatakan kami memusuhi Jibril. Mengapa?

Disebutkan bahwa Abdullah bin Shuriya bertanya kepada Rasulullah ‘dari siapa wahyu diterima’. Jawab beliau dari Allah melalui malaikat Jibril. Dia menolak untuk beriman kepada kitab Alquran karena yang membawa malaikat Jibril. Kalau yang membawa malaikat Mikail, mungkin akan dipertimbangkan untuk dipercayai. Ia memusuhi Jibril karena dulu menurutnya Jibril pernah berkata bahwa suatu saat baitul maqdis akan hancur, dan memang hancurlah baitul Maqdis, yaitu ketika diserang oleh Nebukat neshar (Bukhtu Nashr) kaisar dari babilonia. Beribu-ribu bangsa Yahudi ditawan di sana. 

Versi lain menyebutkan bahwa suatu saat Umar bi khatahab memasuki madrasah Yahudi. Banyak omong-omong dengan mereka. Suatu saat Umar ngomong tentang Jibril. Serta-merta Yahudi menolak pembicaraan dan menyatakan sebagai musuh Jibril. Mereka memusuhinya karena menurut mereka Jibril itu terlalu banyak membuka rahasia Yahudi untuk disampaikan kepada Muhammad saw. Dia, kata mereka banyak membawa kerusakan dan azab, berbeda dari Mikalil. Dia membawa kesuburan dan kedamaian. Intinya, mereka memusuhi Jibril. Mengapa harus menurunkan wahyu lagi. Taurat sudah cukup. Mengapa datang nabi lagi. Lebih-lebih nabi tersebut bukan dari Bani Israil. Dengan ini, martabat mereka merasa menjadi rendah karena ada nabi lain di luar bani Israil, yaitu dari bangsa Arab.

Pemahaman HAMKA.

Amat Dangkal pemahaman Bani Israil dengan memusuhi Jibril. Bukankah ia hanya utusan dari Allah? Di sisi lain, Isi Alquran juga sama dengan Taurat, yaitu sama-sama mengajarkan tauhid kepada Allah swt. jadi, intinya mereka memusuhi Allah, memusuhi Rasulullah, dan memusuhi Malaikat Jibril. Terhadap sikap permusuhan bani Israil, Allah menurunkan bukti-bukti yang jelas yang dapat dinalar dan dapat dibandingkan antara taurat dan Alquran. Kok mereka masih menolak, memang mereka itu rusak (fasiq) logikanya, rusak jiwanya, dan rusak perasaannya. Dalam hal ini relefan dengan syair.

قد تنكر العين ضوء الشمس من رمد. وينكر الفم حلو الماء من سقم

QadTunkirul ‘ainudlauasy-syamsi min ramadin. Wayunkirulfammuhilwalmaai min saqamin

(Kadang-kadang mata melawan matahari  karena dia ditimpa trachom. Dan mulut menentang manisnya air karena ditimpa demam).

Karena terlalu rusaknya mentalitas bangsa Israil apapun yan di tentang. Perjanjian mereka kepada Allah melalui Musa yang semula disetujui, pada akhirnya  ditentang pula. Setelah datang utusan Allah berikutnya, mereka sebagian tidak mau berjanji alias mengufurinya, sebagian berjanji, tetapi mengingkarinya. “janji hanya di atas kertas” karena memang tidak percaya.

Kesimpulan :

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kasus kemungkaran kaum Yahudi. Semoga kita ikhlas menerima petunjuk apapun dari Alquran dan berlanjut pada perbuatan konkrit, yaitu melaksanakan petunjuk itu dengan ikhlas pula. Amin, ya Rabbal ‘alamin.

Penulis : M. Danusiri
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara

Curhatlah Semua Hanya Kepada Allah

MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, GAYAMSARI – Pimpinan Ranting Muhammadiyah Siwalan secara rutin mengadakan kajian yang diperuntukkan bagi staf AUM, pengajar dan masyarakat sekitar pada hari Kamis malam bakda maghrib setiap pekannya. Bertempat di PAUD Terpadu Aisyiyah Jl. Plewan III no 81 RT 08 RW 03 Kelurahan Siwalan Kecamatan Gayamsari. Untuk tanggal 20 Januari 2022, kajian tersebut diisi oleh narasumber ustadzah Putri Salwa Wallenviona, saat ini menjabat sebagai Sekretaris Bidang TKK IMM Ar-Razy Unimus, dan masih berstatus mahasiswi aktif semester 3 di Universitas Muhammadiyah Semarang. Untuk kajian ini akan menyampaikan tema “Curhatlah Semua Hanya Kepada Allah”.

Ustadzah Putri Salwa ketika menjadi narasumber di kajian PRM Siwalan

Semua orang pasti pernah merasakan sesuatu yang tidak diinginkan. Semua orang juga pasti mempunyai masalah dan problem kehidupan. Di saat tertentu orang hidup bahagia dan senang, di saat yang lain pula boleh jadi sedih dan pilu. dan ini adalah sunatullah. Dalam menyikapi masalah kehidupannya, orang memiliki beragam tindakan untuk memecahkannya. Ada yang mencurahkan perasaan dan uneg-unegnya kepada keluarga, teman, atau bahkan kepada benda-benda mati. Apalagi sering dijumpai tidak sedikit orang yang apabila mempunyai problem, selalu ia curhatkan di jejaring sosial seperti Facebook atau twitter sehingga semua manusia mengetahuinya.

Adapula seseorang yang status upatednya adalah kegalauan hidup, seakan-akan tiada hari tanpa kebahagiaan. Semua yang ditulisnya adalah situasi mengerikan dalam hidupnya. Masalah-masalah kepada teman, guru, orangtua, atau bahkan masalah rumah tangga pun diceritakan disana. Tak peduli apakah itu aib atau bukan. Yang paling menyedihkan adalah tidak sedikit diantara kaum muslimin yang masih saja percaya kepada dukun dan peramal. Sehingga tatkala ia memiliki masalah, yang pertama kali terbetik dalam hatinya adalah segera mendatangi dukun untuk mencari solusi. Sungguh ini adalah kelemahan dan kebodohan. Tidakkah mereka tahu bahwa orang yang mendatangi dukun itu bisa menyebabkan kekafiran.

Sebagaimana firman Allah didalam surat Luqman ayat 34 :

اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Terjemah Ayat : Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.

Sesungguhnya semua masalah itu tidak sepantasnya disebar dan diceritakan kepada setiap orang yang diadukannya. Cukup semua perkara yang dihadapi seorang muslim hanya dicurhatkan kepada Allah. Seorang muslim hanya akan menampakkan kelemahannya dihadapan Allah, tidak kepada makhluk yang sama-sama lemah. Oleh karena itu kita memiliki dzikir ا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ yang maknanya adalah tidak ada daya untuk menghindari kemaksiatan dan upaya untuk melakukan ketaatan kecuali kekuatan dari Allah.

PAUD Terpadu Aisyiyah, tempat berlangsungnya kajian PRM Siwalan

Sebagai contoh, lihatlah nabi Ya’qub AS. ketika menghadapi kesedihan berupa kehilangan putranya, nabi Yusuf AS., sehingga anak-anaknya yang lain mengiranya akan bertambah sedih dan sakit. Maka dengarlah jawaban nabi Ya’qub AS. yang perlu diteladani setiap muslim. Seperti yang telah difirmankan Allah dalam surat Yusuf ayat 86 :

قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

Terjemah Arti : Dia (Yakub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.

Benar saja, jika seseorang menampakkan dan mengadukan kesedihan serta kesulitan kepada manusia, maka hal itu tidak meringankan kesedihan tersebut. Namun apabila seseorang mengadukan kesedihan hanya kepada Allah. Itulah yang akan bermanfaat baginya. Bagaimana tidak, sedangkan Allah telah menjanjikan hal itu dalam firman-Nya didalam surat Al-Baqarah ayat 186 :

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

Terjemah Arti : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.

Perhatikan ayat ini. Didalam Al-Quran yang biasa memakai uslub soal-jawab, biasanya setelah disebutkan pertanyaan akan diikuti dengan kata-kata قُلْ (katakanlah), seperti dalam Al-Baqarah ayat 189,215,217, dan banyak lagi. Ini menunjukkan bahwa kedekatan dan janji Allah itu benar-benar haq. Sesuai firman Allah didalam surat Qaf ayat 16 :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖوَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

Terjemah Arti : Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.

Tentu saja kedekatan disini adalah kedekatan ilmu, bukan Dzat Allah. Sebagaimana kesepakatan Ahlusunnah wal Jama’ah. Sedangkan kedekatan Allah itu ada 2, yaitu (1) kedekatan ilmu-Nya, dan (2) kedekatan-Nya dengan orang yang beribadah dan berdoa kepada-Nya dengan pengkabulan, pertolongan, dan taufik (lihat Taisirul Karimir Rahman). Maka, sesungguhnya ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang samar bagi-Nya. Jika Allah saja dekatnya sedemikian, maka tidak perlu lagi mencari tempat-tempat curhat dan mengeluhkan problem kepada selain-Nya. Karena, “Bukankah Allah itu cukup untuk hamba-Nya” (QS. Az-Zumar : 36).

Para jamaah yang khusyu mendengarkan tausiah dari ustadzah Putri Salwa

Diriwayatkan bahwa dahulu di zaman salaf, segala perkara yang mereka hadapi, kecil atau besar, selalu diadukan kepada Allah. Sampai garam dapurpun, mereka meminta kepada Allah. Atau sebagian riwayat, sampai tali sandal yang terputus pun, diadukan kepada Allah. Rasulullah sendiri mengajarkan kepada keponakannya yang masih kecil agar hanya meminta dan memohon kepada Allah. “Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah” [Riwayat At-Tirmidzi. Beliau berkometar,”(Hadits ini) hasan shahih”]. Jika anak kecil saja diajarkan seperti itu, bagaimana yang lainnya ? tentu lebih lagi.

Inilah potret pendidikan Rasulullah, yaitu menanamkan akidah yang benar kepada umatnya sejak kecil agar terpatri kuat di sanubari orang tersebut. Dan pendidikan macam inilah yang seharusnya ditiru oleh para orangtua manapun. Demikian juga dengan orang yang dirundung bingung antara dua pilihan. Jika ia harus memilih, seluruh ajaran Islam adalah penyeraad diri kepada Allah. Segala masalah harus diserahkan kepada Allah. Tidak kepada Selain-Nya.

Penulis : Putri Salwa Wallenviona
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara