MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, GAYAMSARI – Pimpinan Ranting Muhammadiyah Siwalan secara rutin mengadakan kajian yang diperuntukkan bagi staf AUM, pengajar dan masyarakat sekitar pada hari Kamis malam bakda maghrib setiap pekannya. Bertempat di PAUD Terpadu Aisyiyah Jl. Plewan III no 81 RT 08 RW 03 Kelurahan Siwalan Kecamatan Gayamsari. Untuk tanggal 27 Januari 2022, kajian tersebut diisi oleh narasumber ustadzah Aula Risky. Saat ini menjabat sebagai anggota IMM Kota Semarang, dan masih berstatus mahasiswi aktif semester 2 di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Untuk kajian ini akan menyampaikan tema “Sejarah Ketaqwaan Rasulullah”
Setelah wafatnya Khadijah radhiyallahu ‘anha dan Abu Thalib, tekanan kaum musyrikin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin meningkat. Dakwah di tengah masyarakat Quraisy sangat sulit dilakukan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari sana untuk mencari tempat lain, barangkali dapat ditemukan hati yang membuka diri untuk beriman dan mendukung agama Allah ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat ke Thaif dengan harapan akan mendapatkan penolong dakwah dari suku Tsaqif serta menenangkan diri sejenak dari tekanan kaumnya (suku Quraisy). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berharap Bani Tsaqif akan menerima agama Islam dengan baik. Saat itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Thaif
Ketika tiba di Thaif, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menemui tiga bersaudara pemimpin dan bangsawan Thaif yaitu: Abdu Yalil bin Amr bin Umair, Mas’ud bin Amr bin Umair, dan Habib bin Amr bin Umair.
Beliau mengajak mereka agar menyembah kepada Allah Ta’ala dan bersedia membela Islam dari rongrongan orang-orang yang menentangnya. Namun ketiganya menolak tawaran beliau itu dengan penolakan yang buruk sekali. Tidak terlihat sedikitpun kebaikan dari mereka. Salah seorang dari mereka berkata: “Apakah Allah tidak menemukan orang lain yang bisa diutus selain kamu?” Yang lainnya mengatakan: “Demi Allah, aku tidak akan mau berbicara denganmu selama-lamanya. Jika betul kamu adalah rasul utusan Allah seperti yang kamu katakan, maka sungguh merupakan bahaya paling besar, dan jika kamu berbohong di hadapan Allah, maka sudah sepatutnya saya tidak berbicara denganmu.”
Ketika itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta mereka untuk tidak menyebarluaskan hal ini, agar orang Quraisy tidak semakin memperberat tekanannya kepada beliau dan pengikutnya karena menganggapnya telah meminta bantuan kepada musuh mereka. Tetapi tiga bersaudara Bani Tsaqif tidak menerima permintaan ini, bahkan mereka mengerahkan para budak dan anak-anak kecil mereka untuk mengusir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah terik matahari; melemparinya dengan batu sehingga kedua kaki beliau berlumuran darah. Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu berusaha menghalau batu-batu itu, kemudian keduanya berlindung di kebun milik Utbah dan Syaibah bin Rabi’ah sampai anak-anak kecil itu kembali ke Thaif. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menuju ke bawah pohon kurma dan duduk di sana. Utbah dan Syaibah bin Rabiah melihat beliau dan menyaksikan perlakuan anak-anak kecil Thaif itu.
Rasulullah Mengadu kepada Allah
Dalam keadaan sulit seperti itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya ke langit dan mengucapkan:
“اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي ؟ أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك ، أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك”
“Ya Allah kepadamu kuadukan lemahnya kekuatanku, dan sedikitnya kesanggupanku, kerendahan diriku berhadapan dengan manusia, wahai Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang! Engkau adalah Pelindung orang-orang yang lemah dan Engkau juga Pelindungku, kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku? Ataukah kepada musuh yang akan menguasai urusanku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, semuanya itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku”.
Aku berlindung pada sinar wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat, dari murka-Mu yang hendak Engkau tumpahkan kepadaku. Hanya Engkaulah yang berhak menegur dan mempersalahkan diriku hingga Engkau Ridha (kepadaku), dan tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.” (HR. At-Thabrani / Lihat: Sirah Ibnu Hisyam 1/420).
Jibril Turun Membawa Pertolongan
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Zaid bin Haritsah melanjutkan perjalanannya kembali ke Makkah. Dan baru saja beliau berlalu dari tempat tersebut, tiba-tiba di tengah jalan datanglah Malaikat Jibril dengan diiringkan Malaikat penjaga gunung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lalu berhenti sebentar di tengah jalan itu. Malaikat Jibril berkata kepada beliau:
يَـا رَسُوْلَ اللهِ! اِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمـِكَ لَكَ، وَ مَا رَدُّوْا لَكَ. وَ قَدْ بَعَثَ اِلَـيْكَ مَلَكَ اْلجـِبَالِ لـِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فـِيْهِمْ.
“Ya Rasulullah! Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka ke padamu; dan Dia telah mengutus sekarang ini malaikat penjaga gunung kepadamu, supaya engkau perintah kepadanya menurut apa yang kau kehendaki terhadap mereka (kaum Bani Tsaqif) itu”.
Malaikat penjaga gunung itu lalu berkata kepada beliau :
يَـا رَسُوْلَ اللهِ! اِنَّ اللهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمـِكَ لَكَ، وَ اَنــَامَلَكُ اْلجـِبَالِ وَ قَدْ بَعَـثَـنِى رَبـُّكَ لـِتَأْمُرَنــِى بِاَمْرِكَ فَمَا شِئْتَ؟ اِنْ شِئْتَ اَنْ اُطْبِقَ عَلَـيْهِمُ اْلاَخْشَـبَـيْنِ فَعَلْتُ.
“Ya Rasulullah ! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu kepadamu, dan aku inilah Malaikat penjaga gunung. Sesungguhnya Tuhanmu telah mengutusku untuk datang kepadamu, supaya engkau perintahkan kepadaku tentang urusanmu, apa yang kau kehendaki? Jika engkau mau supaya aku menghimpitkan kedua gunung yang besar ini kepada mereka, tentu kukerjakan”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu itu menjawab,
اَ. بَلْ اَرْجُوْ اَنْ يُخـْرِجَ اللهُ مِنْ اَصْلاَبِـهِمْ مَنْ يَـعْبُدُ اللهَ وَ لاَ يُـشْرِكُ بِـهِ شَيـْئًا.
“Tidak! Bahkan saya mengharap, mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari keturunan mereka itu orang yang menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”.
Malaikat Jibril berkata,
اِنَّ اللهَ اَمَرَنــِى اَنْ اُطِـيْعَكَ فِى قَوْمـِكَ لِمَا صَنَعُوْهُ مَعَكَ.
“Sesungguhnya Allah telah memerintahkan aku, supaya aku mentaati engkau tentang kaummu, karena perbuatan mereka kepadamu”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan berdo’a,
اَللّـهُمَّ اهْدِ قَوْمـِى فَـاِنَّـهُمْ لاَ يَـعْلَمُوْنَ.
“Ya Allah! Tunjukkanlah kaumku (ke jalan yang lurus), karena sesungguhnya mereka itu tidak mengerti”.
Malaikat Jibril berkata,
صَدَقَ مَنْ سَمَّاكَ. الـرَّءُوْفُ الرَّحِيْمُ.
“Benarlah Tuhan yang telah menyebut engkau sebagai seorang pengasih serta penyayang”.
Malaikat penjaga gunung berkata,
اَنــْتَ كَمَا سَمَّاكَ رَبـُّكَ: رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ.
“Engkau sebagaimana Tuhan-mu menamakanmu: pengasih, penyayang.”
Kesimpulan :
Di sinilah kesabaran dan ketabahan Rasul. Kalau kita mungkin diberikan tawaran seperti ini, hantam saja sampai mereka hancur. Tapi Rasul bukan demikian, beliau jawab, “Ya Allah, tunjukilah kaumku itu, karena mereka belum memahami dan belum mengerti tentang apa risalah yang saya sampaikan kepada mereka. Mereka belum paham tentang apa risalah yang saya bawa ke Thaif ini.” Bahkan Nabi mendo’akan, “Ya Allah, berikanlah generasi penerus bagi masyarakat Thaif ini generasi yang beriman. Generasi dimana mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu.”
Do’a Nabi tersebut akhirnya nanti terkabul dimana kita lihat masyarakat Thaif adalah masyarakat beriman, generasi yang diberikan keberkahan baik dari posisi atau kondisi udaranya, yang menjadi tempat turis sekarang ini. Pengalaman Nabi yang demikian hebat pernah ditanyakan lagi oleh seorang sahabat kepada Nabi sesudah perang Uhud ketika sudah di Madinah, “Ya Rasulullah, apakah ada lagi perang yang lebih berkesan kepada Nabi selain perang Uhud?” Nabi mengingat kembali pada situasi yang dialaminya saat dilempari oleh masyarakat Thaif waktu pertama sekali.
Derita yang diterima oleh Rasul ini merupakan cobaan yang mengukuhkan sikap Rasulullah, keteguhan sikap Nabi di dalam melakukan dakwah. Yang akhirnya nanti beliau mempersiapkan diri untuk hijrah ke Madinah sekembali dari Thaif, Nabi aktif untuk mengunjungi kabilah-kabilah yang datang melaksanakan ibadah haji ke Mekkah. Tekanan-tekanan yang diderita oleh Rasul ini mengukuhkan tekad Nabi untuk menyampaikan dakwah secara luas. Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua.
Dukung pengembangan dakwah di Gayamsari melalui :
Kantor Layanan LazisMu
PCM Gayamsari
Zakat
Bank Syariah Indonesia
1021146214
Infaq
Bank Syariah Indonesia
1040367663
Konfirmasi :
CS KL Lazismu Gayamsari 0812 1544 6504
Zubad Ismail 0822 2076 7183
Penulis : Aula Risky
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara