Membongkar Dalil Kalender Hijriah Global Tunggal

Oleh:

Dr. Kasmui, M.Si.

Tim Pengembang Perangkat Lunak KHGT PP Muhammadiyah

Matahari dan bulan beredar dengan perhitungan yang presisi. Lalu, mengapa kalender Hijriah kita masih sering berbeda? Jawabannya ada pada gagasan

Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) , sebuah upaya monumental yang didukung Al-Qur’an dan Hadis, untuk menyelaraskan umat Islam dalam satu penanggalan global, memanfaatkan ilmu hisab yang diisyaratkan oleh Allah sendiri.

Ini bukan sekadar ide modern tanpa dasar. Namun justru punya “bekal” yang kuat dari Al-Qur’an dan Hadis, ditambah dukungan sains modern.

Mari kita kupas tuntas, kenapa KHGT ini punya dalil yang kokoh!

Al-Qur’an, kitab suci kita, banyak sekali menyinggung tentang waktu dan perhitungan. Ini bukan kebetulan, justru jadi fondasi filosofis kenapa kita butuh kalender Islam yang akurat dan bisa dipakai semua orang. Contohnya, dalam Surat Al-Baqarah ayat 189, Allah berfirman tentang bulan sabit:  “Katakanlah, ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia  dan (bagi ibadat) haji ‘.”.

Frasa “bagi manusia” (lin-nās) ini ditafsirkan para pendukung KHGT sebagai indikasi keuniversalan dan keberlakuan kalender secara global bagi seluruh umat manusia, bukan hanya lokal. Ini jadi dasar bahwa kalender Islam harus bersifat global atau internasional.

Lalu, ada kata “dan haji” (wal-ḥajj) yang jelas mengisyaratkan fungsi religius kalender, khususnya terkait ibadah haji.

Bayangkan, puncak haji, yaitu Hari Arafah (9 Zulhijah), idealnya jatuh pada hari yang sama di seluruh dunia! KHGT menjadi satu-satunya cara untuk mencapai keseragaman ini, sehingga puasa Arafah pun bisa kita lakukan serentak secara global. Ayat ini menunjukkan fungsi ganda kalender Islam, yaitu untuk urusan duniawi (muamalah) dan ibadah.

Tak hanya itu, di Surat Yunus ayat 5 dan Al-Isra’ ayat 12, Allah secara eksplisit menyebutkan “perhitungan” ( الْحِسَابَ – al-ḥisāb) sebagai tujuan penciptaan dan peredaran matahari dan bulan. Ayat-ayat ini adalah lampu hijau terang benderang untuk penggunaan hisab (perhitungan astronomis) dalam menentukan kalender.

KHGT yang mengandalkan hisab hakiki kontemporer, sangat selaras dengan isyarat Qur’ani ini. Bahkan, Surat Yasin ayat 39-40 menegaskan bagaimana bulan beredar pada “manzilah-manzilah” (fase-fase) dan semua benda langit bergerak dengan sangat presisi. Keteraturan ini adalah bukti ilmiah yang memungkinkan kita menyusun kalender jangka panjang dengan perhitungan yang akurat (hisab hakiki), memberikan kepastian yang menjadi ciri KHGT.

Terakhir, Surat At-Taubah ayat 36-37 bilang, jumlah bulan menurut Allah itu ada dua belas, empat di antaranya bulan haram, sebagai bagian dari “agama yang lurus”. Ayat ini juga melarang praktik “nasi'” (mengundur-undur atau menambah bulan) yang menyebabkan pergeseran ibadah dari waktu seharusnya. KHGT, dengan akurasinya, memenuhi pengertian ini dan dirancang tanpa interkalasi, memastikan konsistensi dan keakuratan kalender sesuai tuntunan syariat.

Dalil-Dalil dari Hadis Nabi Muhammad SAW

Lalu, bagaimana dengan Hadis Nabi Muhammad SAW? Hadis-hadis ini, ketika ditafsirkan secara kontekstual dan dengan mempertimbangkan tujuan syariah (maqasid syariah), juga memberikan dukungan kuat bagi KHGT. Salah satu yang paling relevan adalah Hadis riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah:

“Puasa adalah hari kalian berpuasa, Idulfitri adalah hari kalian berbuka, Iduladha adalah hari kalian menyembelih hewan.”.

 Kata “kalian” ( صوموا, تفطرون, تضحون ) di sini diartikan sebagai  seluruh umat Islam di seluruh muka bumi. Ini berarti bahwa ibadah-ibadah besar ini harus dilaksanakan secara serentak pada hari yang sama di seluruh dunia, mirip dengan pelaksanaan salat Jumat yang serentak secara global.

Syaikh Ahmad Muhammad Syakir bahkan menggunakan hadis ini sebagai dasar untuk menyatakan wajibnya kalender Islam yang menyatukan, di mana setiap awal bulan dimulai serentak tanpa mempertimbangkan perbedaan lokasi terbit bulan (matlak). Ini adalah prinsip inti dari KHGT.

Ada juga hadis populer: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal (Ramadan) dan berbukalah kamu karena melihat hilal (Syawal). Bila hilal tertutup atasmu maka sempurnakanlah bilangan bulan Syakban tiga puluh hari.”.

Meskipun hadis ini secara tekstual merujuk pada  rukyat (pengamatan fisik), para pendukung KHGT memberikan interpretasi kontekstual. Esensi dari perintah Nabi SAW adalah untuk mencapai kepastian masuknya bulan baru.

Kepastian ini, yang pada masa lalu dicapai melalui rukyat fisik karena keterbatasan teknologi, kini dapat dicapai dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi melalui hisab imkanur rukyat global (perhitungan astronomis mengenai kemungkinan objektif terlihatnya hilal). Ini merupakan pergeseran dari rukyat fi’liyah (pengamatan aktual) yang bersifat lokal menjadi rukyat hukmiyah (status terlihat berdasarkan perhitungan hisab) yang bersifat global, demi kemaslahatan umat.

Hadis ini juga mendukung prinsip kesatuan matlak, di mana jika hilal terlihat di satu tempat, itu berlaku untuk seluruh dunia.

Dan satu lagi, hadis Ibnu Umar yang mengatakan: “Sesungguhnya kita adalah umat yang ummi, tidak menulis dan tidak menghitung. Bulan itu kadang begini, kadang begitu (29 atau 30 hari).”.

Muhammadiyah, sebagai penggagas KHGT, berpendapat bahwa hadis ini menjelaskan kondisi umat Islam pada masa Nabi SAW yang mayoritas “ummi” (tidak bisa menulis atau menghitung dengan cermat). Tapi sekarang? Umat Islam telah menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk astronomi dan hisab yang sangat akurat. Oleh karena itu, penggunaan hisab untuk menyusun kalender global yang pasti menjadi relevan dan sesuai dengan semangat kemajuan peradaban Islam.

KHGT Pertimbangkan Maqasid Syariah

KHGT ini bukan cuma berdasarkan dalil tekstual semata, tapi juga sangat mempertimbangkan  tujuan luhur syariat Islam (maqasid syariah) dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Persatuan umat (ukhuwwah Islamiyah) adalah tujuan syariah yang sangat penting. Perbedaan penanggalan yang terus-menerus seringkali menimbulkan kebingungan dan perpecahan. KHGT hadir sebagai instrumen praktis untuk mengatasi sekat geografis dan nasionalisme sempit demi mewujudkan persatuan global ini.

Lalu, ada prinsip kemudahan (taysir) dan menghilangkan kesulitan (raf’ al-haraj). Di era modern, kepastian waktu dan perencanaan jangka panjang menjadi kebutuhan mendesak untuk berbagai aktivitas. KHGT, dengan kemampuannya untuk ditetapkan puluhan hingga ratusan tahun ke depan melalui hisab hakiki, memberikan kepastian dan kemudahan yang selaras dengan prinsip taysir dan raf’ al-haraj.

Terakhir, hisab sebagai keniscayaan ilmiah. Ilmu falak (astronomi) modern memungkinkan perhitungan posisi bulan dan visibilitas hilal dengan presisi tinggi. KHGT mengadopsi kriteria  imkanur rukyat yang telah disepakati secara ilmiah, seperti ketinggian hilal minimal 5 derajat dan elongasi minimal 8 derajat, yang harus terpenuhi di manapun di bumi sebelum 00:00 GMT/UTC.

Dengan demikian, KHGT dipandang sebagai sebuah  ijtihad kontemporer yang mengintegrasikan ajaran syariat yang universal dengan kemajuan sains modern. Hal ini untuk mewujudkan persatuan umat dan kepastian waktu dalam pelaksanaan ibadah dan urusan duniawi, sekaligus melunasi “utang peradaban” umat Islam dalam bidang kalender.

Maka, bukankah impian tentang satu kalender yang menyatukan seluruh umat Islam di dunia ini bukan lagi sekadar utopia, melainkan sebuah ikhtiar nyata yang didukung oleh dalil syar’i dan nalar jernih.

Mari kita bayangkan, betapa indahnya jika perbedaan fajar tak lagi memisahkan kita dalam merayakan hari-hari besar. Bukan lagi tentang siapa yang paling benar, tapi bagaimana kita bisa berjalan bersama dalam bingkai kebersamaan yang hakiki.

Semoga gagasan Kalender Hijriah Global Tunggal ini menjadi jembatan menuju persatuan yang kita damba.

Editor:

Agung S Bakti

Bagikan berita ini

Kabar Lainnya

Scroll to Top