SEMARANG- Di pesisir Mangunharjo, Semarang, ada kisah ancaman lingkungan yang semakin membahayakan. Garis pantai di utara kota Semarang ini telah kehilangan banyak wilayahnya akibat abrasi.
Hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam kurun waktu 2001 hingga 2021 menyebutkan, tingkat abrasi di pesisir utara kota Semarang telah mencapai 10,31 meter per tahun. Sebuah data yang mengkhawatirkan dan menjadi luka nyata bagi warga.
Namun, di tengah keprihatinan itu, sebuah gerakan kecil nan tangguh muncul. Para pemudi dari Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Kota Semarang, melalui program “Green Nasyiah”, tak hanya berdiam diri. Dengan sigap, mereka menancapkan 300 bibit mangrove di kawasan pesisir Mangunharjo, Semarang. Sebuah ikhtiar sederhana, namun penuh makna, untuk merajut kembali masa depan kawasan pesisir yang kian rapuh.
Ini adalah salah satu bentuk dedikasi Nasyiatul Asyiyah Kota Semarang dalam rangka memperingati miladnya yang ke-97. Mereka ingin membuktikan, bahwa menjaga bumi adalah tanggung jawab yang tak mengenal usia.
Mengapa Mangrove Begitu Penting?
Matahari mulai meninggi, memantulkan sinarnya di genangan air pasang surut. Para peserta, dari Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) bekerja sama dengan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa D3 Teknologi Laboratorium Medis UNIMUS, bergotong royong tanpa canggung. Lumpur membalut kaki, peluh membasahi dahi, namun senyum tak lekang dari wajah-wajah yang penuh antusiasme.
Mereka membungkuk, menanam bibit demi bibit, seolah sedang menorehkan janji masa depan bagi kawasan pesisir yang rentan. Dukungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang pun menambah bobot semangat yang terpancar dari setiap gerakan.
Aksi tanam mangrove ini bukan sekadar kegiatan seremonial. Di balik setiap bibit yang tertanam, tersimpan pemahaman mendalam tentang peran vital mangrove bagi ekosistem pesisir, khususnya di pesisir Semarang utara yang terus dihantam abrasi.
Hutan mangrove adalah benteng alami terkuat melawan pengikisan pantai. Akarnya yang kompleks dan saling bertautan, dikenal sebagai pneumatofor, mencengkeram kuat tanah. Struktur ini laksana jaring raksasa yang meredam kekuatan gelombang dan arus laut, mencegah daratan terkikis. Tanpa mangrove, garis pantai akan terus mundur, mengancam permukiman dan lahan produktif, seperti yang telah terjadi di banyak titik di Semarang.
Tak hanya itu, mangrove berfungsi sebagai penyaring alami yang sangat efektif. Lumpur, sedimen, dan polutan dari daratan akan terjebak di antara akar-akar mangrove sebelum mencapai lautan. Proses filtrasi alami ini menjaga kejernihan perairan, melindungi terumbu karang dan padang lamun, serta memastikan keberlangsungan biota laut.
Lebih dari sekadar pelindung, hutan mangrove adalah rumah dan sumber kehidupan. Ia menjadi tempat berkembang biak yang ideal bagi beragam ikan, kepiting, udang, dan kerang. Keberadaan mangrove mendukung keanekaragaman hayati dan menyediakan mata pencarian vital bagi nelayan setempat, menciptakan ekosistem yang seimbang antara darat dan laut.
Di tengah krisis iklim, mangrove juga berperan sebagai penyerap karbon raksasa. Hutan ini mampu menyerap dan menyimpan karbon dioksida dari atmosfer dalam jumlah yang sangat besar—bahkan diyakini hingga lima kali lebih banyak dari hutan tropis biasa. Kontribusi ini krusial dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan menekan dampak perubahan iklim global yang kian terasa.

“Ini sangat penting ya, Mas,” tutur Ketua PDNA Kota Semarang, Prasasti Nugraha Ning Gusti, S.H., dengan suara bersemangat di sela-sela penanaman. “Kita adalah generasi yang nantinya akan melanjutkan. Kalau kita tidak aware, tidak peduli dengan penghijauan pantai kita, siapa lagi yang akan peduli?”
“Jadi kita mulai dari sekarang. Teman-teman PDNA yang memiliki anak dan suami, itu kan nanti bisa menjadi awareness tersendiri terhadap keluarga mereka. Mulai dari kecil, anak-anak mereka juga dididik untuk mencintai alam kita, mencintai pantai kita, dan laut kita.”
Pernyataan Prasasti ini menegaskan bahwa tanam mangrove bukan sekadar menancapkan bibit, melainkan menanamkan kesadaran dan kepedulian dari generasi ke generasi.
Edukasi dan Komitmen Berkelanjutan
Aksi penanaman ini dilengkapi dengan sesi edukasi lingkungan dan penyuluhan tentang integrasi mangrove dengan kesehatan lingkungan. Tujuannya jelas: agar masyarakat tidak hanya menanam, tetapi juga memahami fungsi ekologis mangrove secara menyeluruh dan dampaknya pada kualitas hidup.
Komitmen Nasyiatul Aisyiyah ini mendapat apresiasi tinggi dari berbagai pihak. Tampak hadir dalam kegiatan tersebut pengurus Aisyiyah Kota Semarang seperti Dr. Listyaning S. WK, Dra. Sri Rahayu, M.Pd, dan Nur Laela BY. S.Pd.

Wakil Ketua PDM Kota Semarang, Dr. AM. Jumai yang turut dalam aksi tersebut juga turut memberikan dukungannya. “Kami mengapresiasi aksi adik-adik PDNA ini sebagai bagian dari upaya menjaga bumi yang kita tinggali saat ini,” ujarnya, menyoroti betapa krusialnya peran organisasi perempuan Muhammadiyah dalam isu-isu lingkungan.
Aksi tanam mangrove oleh Nasyiatul Aisyiyah Kota Semarang ini adalah gambaran nyata bagaimana kesadaran, kolaborasi, dan tindakan konkret dapat menciptakan perubahan. Di tengah berbagai tantangan lingkungan, inisiatif seperti Green Nasyiah menjadi oase harapan.
Ini bukan hanya tentang menanam pohon, tapi tentang menanam kesadaran kolektif bahwa bumi ini adalah amanah yang harus dijaga.
Kontributor: Adib Alban, Alam. Editor; Agung S Bakti