Kisah Sekolah Muhammadiyah Semarang Menjadi ‘Bank’ Kebaikan bagi Kaum Dhuafa

SEMARANG, muhammadiyahsemarangkota.orgDi balik papan nama besar sekolah dan gedung rumah sakit yang menjulang, ada gerak sunyi yang jarang terungkap. Ia adalah kontribusi tanpa pamrih, sebuah ikhtiar kemanusiaan yang dijalankan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di Kota Semarang.

Angka-angka di laporan keuangan mungkin berbicara tentang aset, namun di sana, tersimpan cerita tentang harapan, kepercayaan, dan utang-piutang yang tidak pernah benar-benar ditagih.

“Kita bersyukur ya, [Semarang] itu kan Alhamdulillah juga memberikan manfaat yang luar biasa,” ujar Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang H. Suparno S.Ag. M.S.I. , dalam sebuah perbincangan beberapa waktu lalu. Kalimatnya merujuk pada riak kegiatan dakwah dan pelayanan yang tak pernah surut.

AUM, yang mencakup sekolah, rumah sakit, hingga klinik hukum, menjadi pilar yang menopang masyarakat. Kegiatan dakwah dan penguatan umat—mulai dari kajian, bakti sosial, olahraga, hingga kegiatan kurban—berlangsung hampir setiap saat di setiap sudut kota.

Utang Pelunasan yang Menjadi Amal Jariah

Namun, cerita paling menyentuh justru datang dari bangku-bangku sekolah. Di tengah upaya keras meningkatkan kualitas, sekolah Muhammadiyah di Semarang ternyata memegang peran tak terduga: penjamin sosial bagi keluarga yang kurang mampu.

Dosen Psikologi Undip ini menyingkap sebuah fakta yang membuat hati terenyuh. Ada anak-anak di tingkat SMP hingga SMA Muhammadiyah yang bersekolah selama berbulan-bulan, bahkan menjelang kelulusan, tanpa bisa membayar uang sekolah secara penuh. Ketika ditanya, pengakuan itu datang, “Ada anak yang sudah lulus SMP kemudian lanjut masuk di SMA sampai belum bayar di jenjang SMP -nya” tirunya, menirukan laporan dari pengurus Panti Asuhan/ LKSA.

Ini bukan sekadar kasus tunggal. “Makanya tidak heran kalau kemudian jika minta melaporkan ada utang di masyarakat itu hampir menyentuh sekitar tujuh miliar,” ungkapnya. Angka fantastis itu adalah total akumulasi utang biaya pendidikan yang tersebar di sembilan SMP, dua SMA, dan dua SMK sekolah Muhammadiyah di Kota Semarang.

Utang tersebut, yang semestinya menjadi beban, justru diinterpretasikan sebagai sumbangan kemanusiaan bagi masyarakat. Sekolah-sekolah ini, yang kadang luput dari pandangan sebagai sekolah elit, nyatanya telah menjadi sekolah penyelamat bagi pelajar dhuafa.

Jumlah sekitar tujuh miliaran ini, alih-alih ditagih, menjadi bukti nyata kelebaran (kelapangan hati) Muhammadiyah dalam memberikan pelayanan.

Menjaga Profesionalisme dalam Ikhlas

Kontribusi besar ini tentu membawa tantangan ganda: Bagaimana AUM bisa tetap profesional, namun tidak kehilangan ruh keislaman dan humanitasnya?

Di tengah persaingan ketat antar rumah sakit dan sekolah, PDM Semarang merumuskan strategi yang menempatkan kualitas dan humanitas di garis depan. Kualitas fasilitas harus ditingkatkan, namun yang paling utama adalah menanamkan kepercayaan publik.

Kepercayaan itu terwujud nyata, misalnya, pada Rumah Sakit Muhammadiyah. Suparno menceritakan kisah haru seorang kawan yang rela membawa ayahnya dari Kendal —bahkan dari Mranggen, Demak—untuk berobat di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang, semata-mata karena adanya kepercayaan.

Untuk menjaga profesionalisme, PDM memastikan AUM selalu berada di bawah pengawasan ketat. Bidang kesehatan di bawah Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) , sementara pendidikan di bawah Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen).

“Kita paling minta laporan. Dan selama ini ya Alhamdulillah nggak ada masalah. Walaupun memang masih perlu peningkatan ya ,” jelasnya, sembari menambahkan bahwa semua AUM wajib memberikan laporan rutin layaknya sebuah korporasi.

Mimpi Sekolah Muhammadiyah Unggulan

Tantangan terbesar kini ada di sektor pendidikan. Sekolah-sekolah Muhammadiyah kerap berhadapan dengan keterbatasan sarana fisik dan lahan yang kurang strategis. Suparno mengakui, ada pandangan dari luar yang menganggap sarana di beberapa sekolah masih “jelek”.

“Makanya kalau mau ada yang ingin Semarang, kalau ingin membuat sekolah yang betul-betul unggulan, harus cari lahan baru yang strategis dan memang bisa dibangun, yang ya tadi betul-betul memenuhi syarat untuk sekolah,” ucapnya.

Mimpi besar telah disiapkan. Guna melahirkan sekolah unggulan yang mampu bersaing, PDM memproyeksikan strategi jangka panjang: memisahkan kampus-kampus yang saat ini bergabung dan mencari lahan baru. Rencananya, kampus-kampus seperti di Mrican dan Indraprasta akan menjadi pionir.

Angka tujuh miliar itu bukan sekadar utang, melainkan investasi kemanusiaan yang telah dilakukan Muhammadiyah Semarang. Di tengah ikhtiar mengejar kualitas dan fasilitas, AUM telah membuktikan bahwa kontribusi sejati bagi masyarakat seringkali diukur bukan dari keuntungan materi, melainkan dari seberapa jauh ia berani menanggung beban bagi yang membutuhkan. Wallahua’lam

Baca juga:

Menjawab Tantangan Zaman, Guru Muhammadiyah Semarang ‘Naik Kelas’ Kuasai Coding AI dan Robotik

Kontributor:

Tim MPI PDM

Editor:

Agung S Bakti

Bagikan berita ini

Kabar Lainnya

Scroll to Top