Rahasia Hidup Bahagia Sejati: Melawan Krisis Batin dengan Kecerdasan Spiritual

SRAGEN- Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang seringkali mengukur keberhasilan dari tumpukan materi, sebuah pertanyaan mendasar sering terlupa: apakah kita benar-benar hidup bahagia? Pertanyaan inilah yang menjadi inti pengajian Ahad pagi di Masjid Al Falah Sragen, Ahad (29/6/2025).

Di hadapan para jemaah, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang Dr. Aang Kunaepi, M.Ag hari itu membimbing jemaah untuk menyelami makna sejati dari kebahagiaan spiritual.

Dalam sesi yang penuh pencerahan, Dr. Aang Kunaepi, membuka mata jamaah bahwa banyak orang kini terjebak dalam gaya hidup yang serba egois, individualistis, dan materialistis. Akibatnya, hidup menjadi kering, hati terasa hampa, dan agama seolah hanya menjadi simbol belaka.

Gejala ini bukanlah sekadar asumsi, katanya. Data dari berbagai survei global menunjukkan tren peningkatan masalah kesehatan mental dan rasa tidak puas, bahkan di negara-negara yang makmur secara ekonomi. Ini menjadi bukti nyata bahwa materi tak menjamin kebahagiaan.

Lantas, di mana letak kebahagiaan yang hakiki? Dr. Aang Kunaepi menawarkan sebuah jawaban yang mendalam: melalui kecerdasan spiritual. Ia bukanlah sekadar IQ atau EQ, melainkan kemampuan untuk memahami dan menyelaraskan diri dengan hakikat keberadaan, yaitu hubungan kita dengan Allah dan tujuan hidup di dunia ini.

Jembatan Dunia Menuju Kehidupan Abadi

Dr. Aang Kunaepi menegaskan bahwa kebahagiaan sejati tidak diperoleh melalui pencapaian duniawi semata. Ia melainkan buah dari pemahaman mendalam tentang diri, Allah, dan kehidupan setelah mati.

“Pengetahuan tentang akhirat bukan untuk membuat kita takut, melainkan untuk memotivasi kita,” ujar Dr. Aang Kunaepi dalam ceramahnya di Masjid Al Falah Sragen.

“Semakin kita tahu tentang kehidupan setelah mati, semakin gigih kita beramal saleh dan menjauhi perbuatan dosa.”

Ia juga mengingatkan, “Dunia bukanlah tujuan akhir, melainkan jembatan menuju kehidupan abadi.”

Ini adalah pemahaman fundamental yang seharusnya menjadi kompas bagi setiap langkah kita. Dengan perspektif ini, setiap aktivitas dan kerja keras kita di dunia akan menjadi bekal berharga untuk perjalanan panjang menuju akhirat.

Menurutnya, faktor eksternal seperti keluarga, teman, dan lingkungan memang memengaruhi diri kita, namun fondasi utamanya terletak pada konsep diri (self-concept) dan harga diri (self-esteem) yang terbangun dari dalam. Dengan kecerdasan spiritual yang kokoh, kita tidak akan mudah terombang-ambing oleh nilai-nilai hedonis yang mengukur hidup dari seberapa banyak harta yang kita miliki.

Membangun Muslim Berkemajuan dengan Spiritual yang Kokoh

Pengajian ini bukan hanya soal meraih kebahagiaan pribadi, tetapi juga merajut visi kolektif. Dr. Aang Kunaepi menghubungkan konsep kecerdasan spiritual dengan tema Muktamar Muhammadiyah: “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta.”

Menurut Ketua Korps Mubaligh Muhammadiyah ( KMM) Jawa Tengah itu, seorang muslim berkemajuan adalah mereka yang memiliki kesadaran spiritual yang tinggi, yang membuat mereka mampu berkontribusi nyata bagi bangsa dan mencerahkan semesta. Dengan hati yang tenang dan tujuan yang jelas, seorang muslim tidak akan menjadi egois atau individualis, melainkan menjadi agen perubahan yang berintegritas dan peduli.

Pengajian di Sragen ini menjadi pengingat yang menyejukkan. Di tengah persaingan hidup yang melelahkan, ada baiknya kita sejenak berhenti, merenungkan kembali, dan berinvestasi pada kebahagiaan spiritual kita. Karena sejatinya, hidup bahagia bukanlah tentang memiliki segalanya, melainkan tentang memahami tujuan dari setiap langkah kita di jembatan dunia ini.

Sebuah ajakan untuk kembali pada hakikat diri dan menemukan ketenangan di tengah hiruk pikuk dunia.

Kontributor:

Agung S. Bakti

Editor:

Agung S. Bakti

Bagikan berita ini

Kabar Lainnya

Scroll to Top