Dalam tiga dekade terakhir, kita menyaksikan betapa langkanya sosok pemimpin yang amanah. Kepercayaan publik terhadap para pemangku jabatan semakin terkikis. Berita yang mendominasi media seringkali tentang korupsi dan berbagai kasus kriminal lainnya, yang membuat masyarakat bertanya-tanya, kapankah pertolongan Allah akan datang? Kapan pemimpin yang adil dan amanah hadir untuk memimpin negeri ini? Kondisi ini seolah menciptakan kegelisahan massal yang berharap adanya sosok ideal untuk membawa perubahan.
Harapan akan hadirnya pemimpin ideal ini bukanlah sekadar impian tanpa dasar. Islam telah menyediakan kriteria jelas mengenai karakter pemimpin yang amanah dan adil sejak lebih dari 1.500 tahun yang lalu. Konsep ini tertuang dalam tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Melalui hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ, kita dapat memahami karakteristik fundamental yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Salah satu hadis Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki tanggung jawab penuh dan bersifat jujur. Beliau bersabda:
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْخَازِنُ الْمُسْلِمُ الْأَمِينُ الَّذِي يُنْفِذُ وَرُبَّمَا قَالَ يُعْطِي مَا أُمِرَ بِهِ كَامِلًا مُوَفَّرًا طَيِّبًا بِهِ نَفْسُهُ فَيَدْفَعُهُ إِلَى الَّذِي أُمِرَ لَهُ بِهِ أَحَدُ الْمُتَصَدِّقَيْنِ
Artinya: “Seorang bendahara muslim yang amanah adalah orang yang melaksanakan tugasnya (dengan baik). Beliau bersabda: Dia melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya dengan sempurna dan jujur serta memiliki jiwa yang baik. Dia menyerahkannya (sedekah) kepada orang yang berhak sebagaimana diperintahkan adalah termasuk salah satu dari al-Mutashaddiqin.” (HR. Bukhari: 1348).
Hadis ini menegaskan bahwa pemimpin harus melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, sempurna, jujur, dan ikhlas. Dalam konteks modern, hal ini berarti pemimpin harus mengelola sumber daya negara secara transparan, adil, dan berorientasi pada kemaslahatan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Kriteria berikutnya adalah keadilan, sebab pemimpin yang adil akan mendapatkan cinta dari rakyatnya dan juga dicintai oleh Allah. Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ
Artinya: “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya dengan-Nya adalah pemimpin yang adil. Manusia yang paling dimurkai Allah dan paling jauh kedudukannya dari-Nya adalah pemimpin yang zalim.” (HR. Bukhari No. 7146)
Keberadaan pemimpin yang adil adalah hal yang sangat mulia di sisi Allah. Keadilan ini tidak hanya sebatas penegakan hukum, tetapi juga mencakup pemerataan kesejahteraan, perlindungan hak-hak masyarakat, dan keberpihakan kepada kaum lemah. Pemimpin yang adil akan mendapatkan cinta dari rakyatnya, yang pada gilirannya akan menciptakan stabilitas dan kemajuan.
Selain itu, Nabi ﷺ juga berpesan agar jabatan tidak dikejar sebagai ambisi, melainkan diterima sebagai sebuah amanah. Pesan ini tercantum dalam sabda beliau:
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لاَ تَسْأَلِ الإِمَارَةَ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا، وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا، فَكَفِّرْ يَمِينَكَ، وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ
Artinya: “Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan pemimpin. Karena jika kamu diberi wewenang atas permintaanmu, maka kamu akan dibebani tanggung jawab sendirian. Namun, jika kamu diberi wewenang tanpa memintanya, maka kamu akan ditolong oleh Allah dalam menjalankannya.” (HR Muslim No. 1652).
Hadis ini memberikan pelajaran penting bahwa jabatan adalah sebuah amanah besar, bukan target ambisi pribadi. Seseorang yang mengejar jabatan karena dorongan nafsu kekuasaan akan menanggung beban yang berat sendirian. Sebaliknya, mereka yang menerima jabatan sebagai bentuk takdir dan tanggung jawab, tanpa mengejarnya, akan mendapatkan pertolongan dari Allah. Hal ini mencerminkan sikap tawadhu (rendah hati) dan kesadaran akan beratnya amanah.
Dari hadis-hadis tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa karakter ideal seorang pemimpin mencakup beberapa hal. Ia harus melaksanakan tugasnya dengan sempurna, jujur, berjiwa bersih, dan selalu berpihak pada rakyatnya melalui kebijakan yang adil dan merata. Sifat adil ini juga harus diwujudkan dalam setiap keputusan, menjauhi segala bentuk kezaliman. Terakhir, seorang pemimpin ideal harus terus berupaya untuk berbenah dan meningkatkan prestasinya demi kemajuan bersama.
Jika semua kriteria ini berada dalam diri pemimpin, pejabat, dan pembuat kebijakan, maka kemakmuran yang berkeadilan tidak perlu menunggu lama untuk terwujud. Sebagaimana sejarah Nabi ﷺ yang berhasil mengubah era jahiliah menjadi Madinatul Munawwarah dalam kurun waktu 23 tahun. Dengan kepemimpinan yang kompeten, adil, jujur, dan amanah, kita bisa berharap akan terwujudnya bangsa yang maju dan diridai Allah SWT.
Wallahu a’lamu bishawab.