Ingatlah, Kita akan Hidup Kekal Abadi!

Oleh:

H. Sukendar, M.A., Ph.D.

Ketua Majelis Tarjih PDM Kota Semarang,

Hidup ini hanya sementara. Kalimat ini begitu sering kita dengar, hingga tanpa sadar, kita lupa bahwa sebetulnya kita sedang menuju kehidupan kekal abadi.

Padahal, hidup yang kita sebut ‘sementara’ ini hanyalah satu terminal yang harus dilewati sebelum tiba di terminal utama. Bukan akhir, melainkan sebuah gerbang.

Inilah inti terdalam dari eksistensi manusia yang dinasihatkan oleh Bilal bin Sa’ad rahimahullah, seorang ulama dari generasi tabi’in:

يَا أَهْلَ الْخُلُودِ، وَيَا أَهْلَ الْبَقَاءِ، إِنَّكُمْ لَمْ تُخْلَقُوا لِلْفَنَاءِ، وَإِنَّمَا خُلِقْتُمْ لِلْبَقَاءِ , وَإِنَّمَا تُنْقَلُونَ مِنْ دَارٍ إِلَى دَارٍ، كَمَا نُقِلْتتُمْ مِنَ الْأَصْلَابِ إِلَى الْأَرْحَامِ، وَمِنَ الْأَرْحَامِ إِلَى الدُّنْيَا، وَمِنَ الدُّنْيَا إِلَى الْقُبُورِ، وَمِنَ الْقُبُورِ إِلَى الْمَوْقِفِ، وَمِنَ الْمَوْقِفِ إِلَى الْخُلُودِ فِي الْجَنَّةِ أَوْ فِي النَّارِ

“Wahai penghuni keabadian, wahai penduduk kekekalan! Sesungguhnya kalian tidak diciptakan untuk hidup sementara, tetapi kalian diciptakan untuk hidup kekal. Kalian hanya dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain, sebagaimana kalian dipindahkan dari tulang rusuk (sulbi) ke rahim, dari rahim ke dunia, dari dunia ke kuburan, dari kuburan ke tempat berkumpul (mahsyar), dan dari mahsyar menuju keabadian di surga atau di neraka.”

Nasehat Bilal bin Sa’ad di atas menyentuh inti terdalam dari eksistensi manusia. Manusia bukanlah makhluk fana yang akan sirna, melainkan jiwa abadi yang sedang menjalani serial perpindahan menuju destinasi terakhir.

Penyebutan tahapan perpindahan dari alam ruh, rahim, dunia, kubur (barzakh), mahsyar, hingga surga atau neraka, menunjukkan bahwa hidup di dunia hanyalah satu babak dari sebuah epik besar. Setiap babak mempengaruhi babak selanjutnya. Kesuksesan di babak akhir/akhirat (surga atau neraka) sangat ditentukan oleh bagaimana kita memainkan peran di babak dunia ini.

Strategi Hidup Sang Musafir

Rasulullah SAW bahkan memerintahkan kita untuk bersikap sebagaimana layaknya orang asing atau pengembara:

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang musafir/pengembara”.

Dengan memiliki perspektif bahwa kita di dunia ini hanyalah musafir yang sedang dalam perjalanan menuju akhirat, maka kita butuh strategi pengelolaan hidup. Salah pengelolaan akan mengakibatkan penderitaan hidup yang berkepanjangan/abadi.

Ada dua hal pokok yang butuh kita lakukan untuk mempersiapkan fase kehidupan yang akan datang. Pertama, memperbanyak bekal amal shaleh berdasarkan keikhlasan. Seluruh amal shaleh yang kita lakukan lazim disebut ibadah. Ibadah inilah tujuan dari penciptakaan kita untuk hidup di dunia (QS. Ad-Dzaariyat: 56).

Kata ‘ibadah’ adalah istilah umum untuk semua perkataan dan perbuatan yang disukai Allah, baik yang bersifat zahir maupun batin. Maka, mari niatkan apapun yang kita ucapkan dan lakukan menjadi amal ibadah.

Makan, minum, tidur, berangkat ke tempat kerja, dan perbuatan lainnya, mari kita jadikan sebagai amal ibadah, bukan sebuah kebiasaan semata. Caranya? Awali perbuatan itu dengan niat ikhlas, bacakan basmallah sebelum memulai. Karena syarat ibadah itu diterima, selain harus betul prosedurnya berdasarkan tuntunan/ilmu, juga harus dilandasi dengan niat ikhlas lillahi ta’ala (QS. Al-Bayyinah:5).

Dengan amal ibadah yang dilakukan berdasarkan ilmu dan keikhlasan ini, maka kita sudah mengumpulkan bekal (sebagimana diperintahkan Allah) untuk perjalanan selanjutnya (QS. Al_Baqoroh: 197).

Mari maksimalkan kesempatan hidup di dunia ini, dengan menjadikannya sebagai sawah/ladang kebaikan untuk kita panen di akhirat (ad-dunya mazro’atul akhiroh). Melalui dunia yang baik, maka akhirat kita akan baik.

Pentingnya Taubat

Kedua, bertaubat dari dosa. Sebagai mukmin, kita memiliki niat untuk selalu berkata dan berbuat baik. Namun, dalam perjalanan hidup, kita bisa bebuat salah. Sebagaimana bapak kita Adam AS pernah berbuat salah. Ibaratnya, dalam sebuah perjalanan panjang, seorang musafir bisa saja tersandung.

Rasulullah SAW juga bersabda, “Setiap anak Adam bersalah, dan sebaik-baik yang bersalah adalah mereka yang bertaubat” (HR. At-Tirmidzi).

Allah SWT sayang kepada hamba-Nya, dan tahu bahwa hamba-Nya bisa berbuat dosa. Maka, Allah SWT memberikan jalan keluar dari dosa itu, yaitu taubat.

Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” (QS at-Tahrim: 8).

Rasulullah SAW, manusia terbaik, mengajari kita untuk banyak bertaubat, melalui sabdanya, “Demi Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR Bukhari).

Ingatlah, kita adalah jiwa abadi yang sedang dalam perjalanan menuju akhirat yang abadi. Keabadian kita berbeda dengan keabadian Allah SWT. Allah SWT abadi dengan Dzat-nya, sedangkan keabadian kita berkat izin/perintah Allah. Kita akan abadi selama Allah SWT mengehendaki abadi.

Mari manfaatkan sisa waktu kita dengan sebaik-baiknya untuk bahagia di dunia dan bahagia di surga.

Editor:

Agung S Bakti

Bagikan berita ini

Kabar Lainnya

Scroll to Top