Paradigma belajar yang berlaku di Pondok Modern Darussalam Gontor mengajarkan sebuah prinsip fundamental: ath-thariqatu ahammu minal maddah (metode lebih penting daripada materi). Prinsip ini menegaskan bahwa dengan metode yang tepat, segala upaya akan menjadi lebih efektif.
Setelah sebelumnya kita membahas mengapa “Berdoa dan Mengirim Pahala Itu Beda,” kini kita akan melanjutkan pembahasan metodologi yang bisa diterapkan saat berdoa. Prinsip ath-thariqatu ahammu minal maddah ini sangat relevan. Hal ini mengaplikasikan metode yang benar dalam berdoa, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam, insya Allah akan menjadikan doa kita lebih mudah dikabulkan (ijabah).
Etika Berdoa Sesuai Tuntunan Syariat
Berikut adalah lanjutan poin-poin etika dan metodologi berdoa yang dianjurkan dalam Islam:
Kelima, lafal doa singkat dan padat (Jawāmi’ul Kalim) Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam dan para Nabi sebelumnya mempraktikkan doa dengan lafal yang singkat, namun cakupan maknanya sangat luas. Hal ini dikenal sebagai jawāmi’ul kalim.
Sebuah Hadis menunjukkan hal ini:
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ الْجَوَامِعَ مِنَ الدُّعَاءِ وَيَدَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai berdo’a dengan do’a-do’a yang singkat dan padat namun maknanya luas dan tidak berdo’a dengan yang selain itu” (HR. Abu Dawud: 1268, Ahmad: 23996, 24379, Ibnu Hibban: 867).
Contoh doa Nabi yang singkat dan padat:
اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَمِلْتُ وَشَرِّ مَا لَمْ أَعْمَلْ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang telah aku kerjakan dan dari keburukan yang belum aku kerjakan” (HR Muslim: 4891, 4892, 4893, Abu Dawud: 1386).
Doa ini luar biasa karena tidak menyebutkan secara terperinci keburukan apa saja di masa lalu yang telah dikerjakan. Ia juga mencerminkan kehati-hatian agar tidak mengerjakan keburukan apa saja di masa yang akan datang.
Dalam konteks ibadah Haji, doa yang secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an hanya satu dan populer disebut doa sapu jagat, yaitu:
وَمِنۡهُمۡ مَّنۡ يَّقُوۡلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنۡيَا حَسَنَةً وَّفِى الۡاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّ قِنَا عَذَابَ النَّار
“Dan di antara mereka ada yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka'” (QS al-Baqarah: 201).
Keenam. mendoakan diri sendiri sebelum orang lain. Secara umum, ketentuan ini berlaku dalam doa ampunan. Artinya, kita memohon ampunan diri terlebih dahulu, baru kemudian mendoakan orang lain.
Contohnya dapat kita temukan dalam Al-Qur’an:
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami…” (QS al-Hasyr: 10).
Terapan doa ampunan untuk orang tua juga dilakukan dengan cara memohon ampunan diri terlebih dahulu, diteruskan dengan ampunan untuk kedua orang tua, dengan catatan keduanya sama-sama dalam keimanan:
رَّبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً
“(Doa ini menggabungkan ampunan diri, orang tua, dan kasih sayang) Tuhanku, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil.”
Doa untuk orang tua lainnya:
رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (QS al-Isra’: 24).
Contoh lainnya:
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
“Ya Tuhan kami, berilah serta ampunilah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)” (QS Ibrahim/14: 41).
Ketujuh, materi doa diulang-ulang. Inti dari berdoa adalah memohon, dan permohonan itu hanya milik Allah. Mengulangi lafal doa menunjukkan kesungguhan dan ketekunan dalam memohon.
Contoh Doa Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam:
فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَتَهُ رَفَعَ صَوْتَهُ ثُمَّ دَعَا عَلَيْهِمْ وَكَانَ إِذَا دَعَا دَعَا ثَلاَثاً وَإِذَا سَأَلَ سَأَلَ ثَلاَثاً ثُمَّ قَالَ: اَللّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ، اللّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ، اللّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ.
Artinya: “Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari salatnya, beliau mengeraskan suaranya, kemudian mendo’akan kejelekan bagi mereka. Dan apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a, beliau mengulanginya sebanyak tiga kali. Apabila beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon, diulangi-Nya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a: ‘Ya Allah, atas-Mu kuserahkan kaum Quraisy, Ya Allah, atas-Mu kuserahkan kaum Quraisy, Ya Allah, atas-Mu kuserahkan kaum Quraisy” (HR Bukhari: 233, Muslim: 3349, 3350).
Kedelapan, mengangkat tangan. Mengangkat tangan saat berdoa adalah salah satu adab yang dianjurkan, menunjukkan pengharapan seorang hamba kepada Rabb-nya.
Hadis berikut menyebutkan:
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِى مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
“Sesungguhnya Rabb kalian tabaaroka wata’aalaa Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika menengadahkan tangan kepada-Nya, lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa” (HR. Abu Daud: 1488, Tirmidzi: 3556).
Namun, terdapat beberapa catatan mengenai praktik mengangkat tangan sebagai berikut:
Doa yang termuat dalam salat (seperti tasyahud atau sujud) tidak menggunakan gerakan mengangkat tangan.
Mengenai mengusap wajah setelah berdoa, hadisnya dinilai mungkar oleh Abu Zur’ah dan daif menurut Syekh Albani. Mengusap wajah setelah berdoa hanyalah sekadar kebiasaan (adat). Kehadiran hati dan kesadaran terhadap materi doa jauh lebih penting.
Saat memohon, wajah seharusnya menghadap ke telapak tangan bagian dalam, bukan punggungnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَأَلْتمُ ُاللهَ فَاسْأَلُوْهُ بِبُطُوْنِ أَكُفِّكُمْ وَلاَ تَسْأَلُوْهُ بِظُهُوْرِهَا
“Jika kalian memohon kepada Allah, maka mintalah dengan menghadapkan telapak tangan bagian dalam kepada-Nya, jangan menghadapkan punggung telapak tangan” (HR. Abu Dawud: 1486).
Dalam konteks memohon hujan (istisqa’), tangan diangkat tinggi-tinggi (HR. Bukhari: 1031, Muslim: 895).
Dalam khutbah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan tangan kanan, yaitu jari telunjuk mengacung ke atas (HR. Tirmidzi: 3557).
Kesembilan, materi permohonan tidak banyak (Fokus). Fokus permohonan dalam doa juga termasuk metodologi penting. Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengingatkan umatnya agar tidak terlalu banyak beraneka ragam permohonan duniawi.
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Saya pernah mendengar Nabi kalian Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:
مَنْ جَعَلَ الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ الْمَعَادِ كَفَاهُ اللَّهُ هَمَّ دُنْيَاهُ وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِي أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللَّهُ فِي أَيِّ أَوْدِيَتِهِ هَلَكَ
‘Barangsiapa menjadikan segala macam keinginannya hanya satu, yaitu keinginan tempat kembali (negeri Akhirat), niscaya Allah akan mencukupkan baginya keinginan dunianya. Dan barangsiapa yang keinginannya beraneka ragam pada urusan dunia, maka Allah tidak akan memperdulikan dimanapun ia binasa'” (HR. Ibnu Majah, 253, 4096, Ahmad: 3015).
Pesan utama dari Hadis ini adalah menjadikan urusan akhirat sebagai fokus utama, sebab dengan tercukupinya urusan akhirat, urusan duniawi akan dicukupkan pula oleh Allah.
Baca sebelumnya: