Etos Kerja Muhammadiyah: Fondasi Membangun Muslim Berkemajuan di Era Modern

Oleh:

Dr. Aang Kunaepi, M.Ag

Ketua Majelis Tabligh PDM Kota Semarang

Di tengah derasnya arus informasi dan tuntutan zaman yang kian kompleks, esensi sebuah pekerjaan seringkali hanya dimaknai sebagai upaya mencari nafkah semata. Padahal, jika kita menelisik lebih dalam, terutama dari sudut pandang Islam, setiap aktivitas kerja adalah manifestasi ketaatan, sebuah ibadah yang bernilai luhur.

Inilah inti dari etos kerja yang diemban Muhammadiyah, sebuah spirit dan perilaku kerja yang berlandaskan nilai-nilai luhur untuk membentuk pribadi unggul yang beriman, berilmu, dan beramal saleh. Visi besar Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya menjadi kompas yang menuntun setiap gerak.

Etos kerja Muhammadiyah bukanlah konsep teoretis semata, melainkan pijakan praksis yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tujuannya jelas: menjadikan setiap amal sebagai ibadah sekaligus motor penggerak kemajuan.

Mari kita telaah lebih jauh pilar-pilar yang membentuk etos kerja progresif ini.

Kerja Sebagai Ibadah: Ketulusan Hati di Balik Setiap Keringat

Pilar fundamental dalam etos kerja Muhammadiyah adalah pemahaman bahwa setiap pekerjaan merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT. Konsep ini berakar kuat pada firman Allah dalam QS. Adz-Dzariyat (51):56, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.”

Ini berarti, niat yang tulus (ikhlas) adalah kunci utama. Bukan sekadar mengejar target atau pengakuan semata, melainkan mengarahkan seluruh usaha demi meraih keridaan ilahi.

Ketika niat ini tertanam kuat, pekerjaan akan terasa lebih ringan, penuh keberkahan, dan menghasilkan pahala yang berlimpah. Motivasi intrinsik ini jauh lebih kuat daripada sekadar iming-iming materi.

Profesionalisme dan Keunggulan (Itqan): Menggapai Standar Tertinggi

Setelah landasan niat kokoh, etos kerja Muhammadiyah menuntut profesionalisme dan keunggulan. Dalam Islam, ini dikenal sebagai itqan. Artinya, setiap pekerjaan harus dilakukan secara optimal, cermat, dan berkualitas tinggi.

Hadis riwayat Al-Baihaqi menegaskan, “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila mengerjakan sesuatu, ia mengerjakannya dengan itqan (profesional/sempurna).”

Itqan mendorong individu untuk tidak cepat puas, senantiasa berupaya mencapai standar terbaik. Bayangkan dampak kolektifnya jika setiap elemen di amal usaha Muhammadiyah—mulai dari guru yang mendidik, dokter yang melayani, hingga karyawan yang mengelola—menerapkan prinsip ini. Kualitas layanan dan produk akan meningkat tajam, menciptakan kepercayaan publik, dan pada akhirnya membawa kemaslahatan yang lebih besar bagi umat.

Integritas dan Kepercayaan (Amanah): Fondasi Hubungan yang Kokoh

Integritas, atau amanah, adalah pilar tak terpisahkan dalam etos kerja Muhammadiyah. Ini berarti menjaga kepercayaan dengan jujur dan bertanggung jawab penuh dalam setiap tugas. Amanah tak hanya dimaknai sebagai keharusan untuk tidak menyalahgunakan wewenang atau materi, tetapi juga konsistensi dan dedikasi penuh dalam menjalankan tugas. Firman Allah dalam QS. An-Nisa (4):58 menegaskan pentingnya menunaikan amanah.

Bagi sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial dan keagamaan, kepercayaan adalah modal paling berharga. Dengan menjunjung tinggi amanah, Muhammadiyah membangun fondasi hubungan yang kuat dengan masyarakat, memastikan setiap janji ditepati, dan setiap tanggung jawab dijalankan secara konsisten. Ini akan menumbuhkan loyalitas dan dukungan yang berkelanjutan.

Inovasi dan Pembaharuan (Tajdid): Beradaptasi untuk Terus Relevan

Sebagai gerakan pembaharuan (tajdid) yang telah eksis sejak 1912, Muhammadiyah secara inheren mengintegrasikan semangat inovasi dalam etos kerjanya. Muslim Berkemajuan dituntut untuk terbuka terhadap gagasan kreatif, adaptif terhadap perubahan zaman, dan proaktif dalam mencari solusi inovatif untuk tantangan yang ada.

Dunia terus bergerak; stagnasi adalah kemunduran. Dengan mendorong kreativitas dan efisiensi, Muhammadiyah memastikan bahwa dakwah dan berbagai amal usahanya tetap relevan, efektif, dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat di setiap era.

Pembaharuan ini bukan berarti meninggalkan tradisi, melainkan menginterpretasikan ajaran Islam dalam konteks kekinian, menjadikannya dinamis dan progresif.

Kemanfaatan Sosial (Khoirunnas Anfa’uhum Linnas): Berkontribusi untuk Kesejahteraan Umat

Puncak dari seluruh pilar etos kerja Muhammadiyah adalah orientasi pada kemaslahatan umat dan lingkungan. Prinsip Khoirunnas Anfa’uhum Linnas, “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”, menjadi tujuan akhir setiap pekerjaan.

Data menunjukkan komitmen nyata Muhammadiyah dalam hal ini: lebih dari 122 rumah sakit, 177 perguruan tinggi, dan 5.346 sekolah SD-SMA (data Mei tahun 2024) yang tersebar di seluruh Indonesia. Ini adalah bukti konkret bagaimana etos kerja yang Islami tidak hanya mendorong produktivitas tinggi dan integritas pribadi, tetapi juga menghasilkan dampak positif yang masif bagi masyarakat, melalui pelayanan kesehatan, pendidikan berkualitas, dan pencetakan cendekiawan bangsa.

Pada akhirnya, etos kerja Muhammadiyah adalah cerminan utuh dari ajaran Islam yang komprehensif. Ia adalah dakwah yang termanifestasi dalam setiap amal nyata, setiap pengambilan keputusan, dan setiap kontribusi yang diberikan bagi bangsa dan agama.

Bayangkan jika setiap individu Muslim menginternalisasi nilai-nilai ini: kerja bukan lagi beban, melainkan panggung untuk mengukir kebaikan.

Mari kita jadikan itqan sebagai standar, amanah sebagai prinsip, tajdid sebagai semangat, dan khoirunnas sebagai tujuan akhir. Dengan begitu, setiap profesi, setiap posisi, akan menjadi gerbang keberkahan dan kemajuan.

Editor:

Agung S. Bakti

Bagikan berita ini

Kabar Lainnya

Scroll to Top