SEMARANG, muhammadiyahsemarangkota.org- Bagi para guru Muhammadiyah dan seluruh pendidik, pernahkah terbayang bahwa rutinitas harian mengajar atau bekerja di sekolah bisa menjadi jembatan menuju surga?
Inilah inti menarik yang dibahas dalam salah satu materi kegiatan Baitul Arqom, sebuah acara pengkaderan yang diikuti oleh 43 peserta yang terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan (GTT & KTT) dari sekolah Muhammadiyah se-Kota Semarang pada Sabtu-Minggu (12-13/7/2025) ini.
Acara yang dihelat oleh Majelis Pendidikan Kader dan Sumber Daya Insani Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang ini, tidak sekadar mengumpulkan para insan pendidikan. Lebih dari itu, mereka diajak menyelami Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), khususnya dalam konteks etika bekerja dan pengembangan profesi.
Salah seorang narasumber utama, H. Suparno, S.Ag., M.Si yang juga merupakan Sekretaris Pimpinan daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang, Sabtu (12/7/2025), dengan lugas menjelaskan bahwa bekerja bukanlah sekadar mencari nafkah duniawi, melainkan sebuah ibadah yang tak terpisahkan dari ketaatan kita kepada Allah SWT.
Bekerja: Antara Kewajiban Duniawi dan Bekal Ukhrawi
Suparno menekankan, sulit bagi seseorang untuk menunaikan ibadah finansial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, bahkan haji dan umrah, tanpa adanya harta. Dan harta, tentu saja, tidak akan datang tanpa proses bekerja. Oleh karena itu, mencari nafkah menjadi kewajiban yang sangat ditekankan dalam Islam.

H Suparno, S.Ag., M.Si. Sekretaris PDM Kota Semarang menyampaikan materi tentang Pedoman Hidup Warga Muhammadiyah (PHIWM). (Foto: Riki)
Ini berbeda dari pandangan sekuler yang kerap memisahkan antara dunia kerja dan nilai-nilai spiritual. Dalam Islam, keduanya terintegrasi. Bahkan, ada keutamaan luar biasa bagi mereka yang tekun dalam pekerjaan.
Suparno mengutip sebuah hadis riwayat Thabrani yang menyebutkan, “Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT.”
Ini menunjukkan betapa Allah menghargai setiap tetes keringat dan usaha yang didedikasikan dalam mencari rezeki halal. Ada pula dosa yang tidak terhapuskan oleh salat, puasa, haji, atau umrah, namun justru bisa luruh dengan “Semangat dalam mencari rizki.”
Ini tentu menjadi motivasi tersendiri bagi kita semua, khususnya para guru Muhammadiyah, untuk senantiasa optimal dalam menjalankan tugas.
Salah satu kisah paling menyentuh yang dibagikan Suparno adalah tentang Nabi Muhammad SAW yang mencium tangan Sa’ad bin Muadz Al-Anshari, seorang petani yang tangannya melepuh. Rasulullah bersabda, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka.”
Kisah ini menjadi pengingat yang kuat bahwa pekerjaan halal yang dilakukan dengan kesungguhan, integritas, dan niat yang tulus dapat menjadi jaminan surga. Ini bukan hanya berlaku untuk petani, melainkan untuk setiap profesi, termasuk pendidik dan tenaga kependidikan.
Meraih Surga Melalui Profesi: 7 Kunci Penting
Lantas, bagaimana caranya agar pekerjaan kita benar-benar menjadi jalan menuju surga? Suparno memaparkan tujuh syarat utama yang patut kita renungkan dan terapkan:
Pertama, niat ikhlas karena Allah SWT. Setiap pekerjaan harus dimulai dengan niat yang murni sebagai kewajiban dari Allah, bukan sekadar ambisi pribadi.
Kedua, itqan (sungguh-sungguh dan profesional). Itqan berarti bekerja harus tuntas, menunjukkan keahlian, dan penuh integritas.
Ingatlah sabda Nabi, kata Suparno: “Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya.” Ini adalah standar kualitas yang sangat tinggi bagi setiap guru Muhammadiyah dalam menjalankan tugas mendidik.
Ketiga, jujur dan amanah. Yakni menjaga kepercayaan atasan dan, yang terpenting, kepercayaan dari Allah, dengan tidak berbuat curang atau mengambil hak yang bukan milik kita. Ini adalah fondasi etika kerja yang tak bisa ditawar.
Keempat, menjaga akhlak/etika sebagai Muslim. Setiap interaksi dan perilaku dalam pekerjaan harus mencerminkan adab dan etika seorang Muslim yang baik.
Kelima, tidak melanggar prinsip syariah. Dalam hal ini berarati enghindari praktik-praktik haram dan tidak menyebarluaskan kerusakan atau kefasadan melalui pekerjaan.
Keenam, menghindari Syubhat. Atau menjauhi hal-hal yang meragukan antara halal dan haram. Prinsip kehati-hatian ini penting untuk menjaga keberkahan rezeki.
Dan ketujuh, menjaga ukhuwah Islamiyah. Yaitu memastikan bahwa pekerjaan yang kita lakukan tidak menimbulkan perpecahan atau konflik di kalangan umat Muslim.
Bekerja Sebagai Wujud Syukur
Intisari materi yang disampaikan Suparno adalah bahwa setiap profesi adalah perwujudan ibadah. Dan bekerja merupakan tanda syukur kepada Allah SWT. Dengan menjalankan pekerjaan secara profesional, jujur, dan ikhlas, warga Muhammadiyah diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dan meraih balasan terbaik dari Allah.
Materi ini juga menekankan pentingnya menjauhi praktik korupsi, kolusi, nepotisme, dan kebohongan, sebagaimana diserukan dalam QS. Al-Ahzab 70-71.
Sebagai warga Muhammadiyah, setiap langkah profesional yang diambil harus menjunjung tinggi nilai-nilai kehalalan (halalan) dan kebaikan (thayyibah) demi kemaslahatan dunia dan akhirat, kata Suparno.
Suparno juga menggarisbawahi bahwa PHIWM bukan hanya sekadar panduan teoretis. Ia adalah “program khusus yang mengikat seluruh warga, pimpinan, dan lembaga Persyarikatan Muhammadiyah,” mulai dari Pimpinan Pusat hingga ranting.
Ini memastikan konsistensi dan efektivitas implementasi nilai-nilai ini dalam setiap sendi kehidupan Muhammadiyah, termasuk Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) seperti sekolah. Seluruh pimpinan dan karyawan AUM diharapkan tidak hanya profesional, tetapi juga senantiasa memperkuat spiritualitas melalui pengajian dan kajian Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam kegiatan yang sama, Ketua PDM Kota Semarang, Dr. KH. Fachrur Razi, M.Ag., turut menyampaikan materi penting mengenai Risalah Islam Berkemajuan Muhammadiyah. Sementara itu, Drs. Sutarto, Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah serta Pendidikan Non-Formal (Dikdasmen & PNF), memberikan arahan terkait arah gerak pendidikan Muhammadiyah ke depan.