Senja merambat pelan di balik jendela besar sebuah rumah asri di Semarang Barat. Bau teh yang baru diseduh dan hidangan kue-kue di atas meja menjadi latar perbincangan di teras rumah pimpinan dakwah sore itu.
Di tengah ketenangan itu, Dr. K.H. Fachrur Rozi, M.Ag., seorang akademisi sekaligus Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang, tiba-tiba melontarkan kegelisahannya. Sebuah ironi yang tajam, kritik membangun yang dilayangkan kepada ‘rumah’nya sendiri.
“Ironisnya, Muhammadiyah katanya berkemajuan,” katanya, tatapan matanya tajam seolah menembus dinding digital yang tak terlihat. “Tapi kita ketinggalan. Kalau mau dibandingkan dengan ‘tetangga sebelah’.”
Bagi Kyai Rozi, kata-kata tersebut terdengar seperti jeritan. Bukan jeritan kekalahan, melainkan panggilan mendesak untuk bangun.
Tertinggalnya dakwah di era digital ini adalah pekerjaan rumah besar, katanya. Sebab ia melihat kebenaran yang tidak diungkapkan dapat berubah menjadi sebuah kesalahan di lautan informasi. Sementara hoaks terus-menerus disampaikan berulang-ulang seakan menjadi sebuah kebenaran.
Gagap di Tengah Lompatan Digital
Kyai kondang itu mengakui bahwa perkembangan dunia digital dan IT hari ini adalah
lompatan luar biasa yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Lompatan ini menuntut adaptasi.
Namun banyak senior dan intelektual yang ia saksikan justru gagap menghadapi arus ini. Akhirnya, yang terjadi adalah fenomena di mana orang-orang sering menyebar hoaks dan informasi tak karuan, padahal itu bukan substansi dari gerakan Muhammadiyah.
Sebagai dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo, dan seorang kyai yang populer dengan humor pencerahan di dunia nyata, Kyai Rozi memahami betul bahwa kelucuan dan keluwesan kini harus ditransfer ke layar gawai.
Ia melihat bahwa di dunia orator Muhammadiyah mungkin sudah tertinggal. Jika di dunia digital tertinggal pula , maka organisasi akan menghadapi tantangan yang semakin berat.
Kondisi ini membuat anggota Muhammadiyah terpaksa mengambil informasi, mencari dalil, dan bahkan mencari pembenaran agama dari pihak lain, yang ironisnya, kadang-kadang juga diunggah di grup-grup internal persyarikatan.
Dari Motivasi Hingga Sekolah Tabligh Digital
Untuk mengatasi jurang digital ini, PDM Kota Semarang tidak tinggal diam, melainkan melakukan berbagai upaya. Fokus utama Kyai Rozi adalah membangun motivasi dan kesadaran terlebih dahulu, bukan langsung menuntut keahlian teknis.
Pelatihan adalah kunci untuk menumbuhkan kesadaran bahwa era digital adalah kenyataan yang tak terhindarkan dan harus dikuasai oleh anak-anak muda, termasuk para da’i-da’i muda.
Upaya ini diwujudkan dalam program-program konkret. PDM Kota Semarang yang kini menggalakkan Sekolah Tabligh untuk memunculkan da’i-da’i baru, di mana penekanan kurikulumnya banyak terkait perkembangan dan dakwah digital untuk menyentuh audien yang lebih luas.
Selain itu, jajaran pimpinan, sekretaris, dan pelaksana media telah mengikuti pelatihan manajemen reputasi dan branding di tingkat wilayah Jawa Tengah. Program ini akan ditindaklanjuti di tingkat PDM agar dapat segera diimplementasikan dan selanjutnya dijalankan pula Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) di seluruh Kota Semarang.
Kyai Rozi menekankan bahwa tidak semua da’i harus ahli dakwah digital, tetapi mereka harus mengenali dasar-dasarnya agar tidak gagap.
Menguasai Jurnalistik Modern
Upaya masif ini juga ditopang oleh penguatan kelembagaan. PDM telah mengaktifkan website dan berbagai kanal media sosial, di mana pengelolaannya diserahkan kepada Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PDM. Setiap hari, materi-materi dakwah dan informasi organisasi ditayangkan secara terstruktur di kanal-kanal tersebut.
Melalui MPI, PDM juga menjalin relasi media dengan media massa umum. Langkah ini diambil untuk publisitas dakwah yang lebih luas dan menempatkan konten-konten positif ke tengah masyarakat, mengimbangi informasi yang kadang belum jelas kebenarannya
Kyai Rozi menegaskan bahwa dunia jurnalistik modern harus dikuasai agar anak-anak muda bisa menjadi da’i-da’i digital yang menyebarkan informasi positif.
Tafsir Digital dan Etika Kebenaran yang Beretika
Keterampilan dan teknologi saja tidak cukup. Kyai Rozi kemudian menyentuh aspek filosofis dakwah digital dengan sebuah perbandingan yang menggugah, menghubungkan teknologi dengan pesan ilahi.
Ia merujuk pada Surat Yasin ayat 65: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”.
Ayat tentang hari perhitungan itu, yang sulit digambarkan berabad-abad lalu, kini terasa sangat dekat. “Di era digital, semua bisa diputar ulang,” tuturnya.
Jika manusia saja bisa memutar ulang sebuah peristiwa yang terrekam video, apalagi Allah. Pesannya jelas: setiap jejak digital adalah saksi abadi, dan oleh karena itu, kita harus menjadi pelaku, bukan objek dari putaran informasi yang ada.
Inilah yang menjadi dasar etika dakwah digital. Prinsip dasarnya adalah menyampaikan kebenaran dan kejujuran.
Namun, ia menambahkan, ada siasat yang harus dipegang: “Pada saat tertentu, momen tertentu, itu tidak setiap kebenaran harus diungkapkan,” ujarnya.
Kebenaran harus disampaikan dengan mempertimbangkan
etika dan kemungkinan yang bisa terjadi.
Ia memberikan anekdot yang menawan untuk menggambarkan prinsip ini. “Ketika kita besuk orang sakit. Lalu tanya, sakit apa Pak? Kepala saya itu muter, kemudian begini. Lalu kita bilang, ‘Pak, hati-hati ya, Pak. Kenapa, Mas? Kemarin sebelah itu sakitnya kayak bapak meninggal.’”.
Secara fakta, informasi itu benar, tetangga tersebut memang meninggal karena sakit yang sama. “Tapi kalau dikatakan hari itu kan enggak tepat,” lanjutnya.
Begitu pula di dunia maya, isi konten harus benar, tetapi cara penyampaian harus mempertimbangkan waktu, konteks, dan dampaknya. Inilah cara agar informasi yang didapat tidak mudah diterima atau ditolak begitu saja.
Matahari pun mulai tenggelam, azan terdengar menggema di lingkungan rumahnya. Namun, semangat Kyai Rozi dan PDM Kota Semarang untuk memastikan dakwah tetap relevan dan beretika di hadapan algoritma digital baru saja dimulai. Sebuah pergerakan yang berusaha mengubah keterlambatan menjadi peluang keemasan.
Baca juga:
Dari Mimbar ke Angkringan: Muhammadiyah Harus Berani Ubah Gaya Dakwahnya untuk Anak Muda
Mengubah Pengajian Muhammadiyah, dari LCD Proyektor ke “Haji Sabar”


