MUHAMMADIYAHSEMARANGKOTA.ORG, GAYAMSARI – Pembagian harta warisan seringkali menjadi persoalan yang kompleks dan sensitif dalam keluarga. Untuk menghindari konflik dan memastikan keadilan, penting untuk memahami hukum waris yang berlaku.
Dalam kajian Ahad pagi yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Gayamsari, Ustadzah Dra. Hj. Siti Khoiriyah akan membahas tentang hukum waris dan bagaimana proses pembagian harta warisan dilakukan.
Ustadzah Siti Khoiriyah menjelaskan tentang hukum waris dalam Islam, yang merupakan bagian penting dari hukum keluarga. Menurut beliau, waris adalah hak yang diberikan oleh Allah SWT kepada ahli waris yang sah untuk menerima harta peninggalan orang yang meninggal dunia. Ahli waris yang sah adalah mereka yang memiliki hubungan darah atau pernikahan dengan orang yang meninggal dunia, seperti anak, suami, istri, ayah, ibu, dan lainnya.
Dalam menjelaskan tentang waris dan pewaris, Ustadzah Siti Khoiriyah merujuk pada Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 11, yang menjadi dasar hukum pembagian harta warisan dalam Islam.
“ilmu waris sangat penting untuk dipahami agar pembagian harta warisan dapat dilakukan dengan adil dan sesuai dengan ketentuan syariat”, jelasnya
Pewarisan dalam Islam
Ustadzah Siti Khoiriyah menjelaskan hal-hal pokok yang berkaitan dengan pewaris dalam Islam. Beliau membahas tentang arti waris, syarat-syaratnya, arti muwaris (orang yang meninggal), syarat-syaratnya, serta arti maurus (harta peninggalan) dan syarat-syaratnya dalam Islam.
Dalam menjelaskan tentang waris, Ustadzah Siti Khoiriyah menekankan bahwa waris adalah hak yang diberikan oleh Allah SWT kepada ahli waris yang sah. Beliau juga menjelaskan syarat-syarat waris, seperti adanya orang yang meninggal dan harta warisan yang jelas, serta ahli waris yang memenuhi syarat-syarat syariat
Dalam menjelaskan tentang muwaris, Ustadzah Siti Khoiriyah menekankan bahwa muwaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan yang akan dibagikan kepada ahli waris. Beliau juga menjelaskan bahwa muwaris harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti meninggal dunia secara hakiki atau hukmi, dan memiliki harta warisan yang jelas.
Dalam membahas tentang maurus, Ustadzah Siti Khoiriyah menekankan bahwa harta peninggalan harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk dapat dibagikan kepada ahli waris. Beliau menjelaskan bahwa harta peninggalan harus jelas, tidak dalam status sengketa, dan telah dibayar semua tanggungan utang yang dimiliki oleh orang yang meninggal dunia.
Dengan memahami konsep-konsep ini, umat Islam dapat memahami bagaimana proses pewarisan dilakukan dan bagaimana harta warisan dibagikan secara adil dan sesuai dengan syariat.
Prinsip Hukum Warisan dalam Islam
Prinsip hukum warisan dalam Islam, lanjut Ustadzah Siti Khotiriyah, menekankan bahwa wasiat merupakan ketetapan hukum dari Allah SWT yang tidak memerlukan persetujuan dari pihak manapun. Sebagai hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, wasiat dalam Islam menjadi pedoman bagi umat Muslim dalam melaksanakan proses pewarisan harta.
Dalam menjelaskan tentang hukum warisan, Ustadzah Siti Khoiriyah menekankan bahwa ahli waris tidak secara otomatis bertanggung jawab atas utang orang yang meninggal dunia.
“Ahli waris tidak wajib membayar utang tersebut, tetapi jika mereka ingin melakukannya, maka itu diperbolehkan dalam Islam dan dapat membantu membersihkan nama baik orang yang meninggal dunia,” jelasnya.
Ustadzah Siti Khoiriyah menjelaskan bahwa Islam memiliki aturan yang jelas tentang siapa saja yang berhak mendapatkan warisan. Beliau menyebutkan bahwa warisan terbatas pada keluarga dekat, seperti suami, istri, anak-anak, ayah, dan ibu, sementara hubungan yang lebih jauh seperti kakek atau nenek dapat tertutup oleh ahli waris yang lebih dekat.
Ustadzah Siti Khoiriyah membahas tentang prinsip pembagian warisan dalam Islam, yang tidak membedakan hak waris berdasarkan jumlah harta.
“Islam tidak memandang besar kecilnya harta warisan sebagai faktor penentu hak waris. Yang lebih penting adalah tanggung jawab dan kedudukan ahli waris dalam keluarga, sehingga pembagian warisan dapat dilakukan secara adil dan sesuai dengan syariat,” jelasnya.
Sebab-Sebab Waris dalam Islam
Dalam membahas tentang harta peninggalan, Ustadzah Siti Khoiriyah menekankan bahwa ada tiga hal yang perlu diprioritaskan. Biaya jenazah, biaya pelunasan hutang atau nadzar yang belum ditunaikan, dan perihal wasiat.
“Ada beberapa hal yang perlu diprioritaskan terlebih dahulu. Pertama, biaya jenazah harus dibayarkan terlebih dahulu. Kedua, biaya pelunasan hutang atau nadzar yang belum ditunaikan oleh orang yang meninggal dunia harus dilunasi. Ketiga, perihal wasiat yang dibuat oleh orang yang meninggal dunia harus dilaksanakan jika wasiat tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam.” Kata Ustadzah Siti Khoiriyah.
Dalam menjelaskan tentang sebab-sebab waris, Ustadzah Siti Khoiriyah menekankan bahwa ada dua faktor utama yang membuat seseorang berhak mewarisi harta peninggalan, yaitu hubungan nasab dan hubungan pernikahan.
“Ada beberapa sebab yang membuat seseorang berhak mewarisi harta peninggalan. Pertama, keturunan atau nasab, yaitu hubungan darah antara orang yang meninggal dunia dengan ahli waris. Kedua, pernikahan atau hubungan suami-istri. Ketiga, tidak ada sebab adopsi sebagai salah satu sebab waris dalam islam, dan sumpah tidak termasuk dalam sebab-sebab waris,” jelasnya.
Dengan memahami hukum waris dalam Islam, umat Muslim dapat menjaga keadilan dan hak-hak ahli waris dalam proses pewarisan harta peninggalan, serta dapat memahami pentingnya mematuhi hukum waris dalam Islam untuk menjaga keadilan dan harmoni dalam keluarga.
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara