Antara Kalender Masehi dan Islam

Kalender Masehi bersumber kepada aqidah paganism/Berhala

1. Bulan Januari

Januari berarti menjadi bulan pertama (januarius Mensis), berasal dari nama dewa Janus putra ketiga dari  Dewa Zeus. Ia adalah dewa matahari, penjaga kerajaan ayahnya, berwajah dua, menghadap ke depan dan ke belakang, selanjutnya dimaknai dalam konteks waktu. Masa lalu, sekarang, dan masa depan.

Janus, putra ke 3 dari dewa Zeus, ia menjadi dewa matahari, berarti Lorong menuju surga, penjaga surga. Wajah yang bagus menghadap ke surga, wajah yang serem menuju  menuju ke alam luar untuk mengawasi supaya tidak ada iblis (luciver) masuk surga. Nama lengkap bulan pertama adalah Januarius mensis, anak nomor tiga dijadikan bulan pertama.

Ilustrasi dewa Janus

2. Bulan Februari

Kata Februari berasal dari nama dewa Februus, berasal dari nama dewa Februus anak kedua dari dewa Zeus, dewa penyucian. Bulan upacara untuk menyucikan jiwa. Februus adalah dewa penyucian dalam mitologi Etruska. Dia juga merupakan dewa Dunia Bawah. Selain itu, Februus juga merupakan dewa kekayaan dan kematian. Nama dewa Februus, dan juga nama bulan Februarius kemungkinan dinamai dari festival penyucian dan pembersihan mata air, yaitu festival Februa (atau Februalia dan Februatio), yang dilakukan setiap tanggal 15 bulan tersebut.

Ilustrasi dewa februs

3. Bulan Maret

Bulan Maret berasal dari nama dewa Mars, dewa perang, putra pertama dari dewa Zeus. Pada tahun 450 SM, oleh Yulius Caesar dijadikan bulan ke tiga, yang semula adalah bulan pertama dalam kalender gregarious.

Ilustrasi dewa Mars / dewa perang

4. Bulan April

berasal dari nama dewi Aprilis, aphrodite, Apru, dewi cinta, artinya ‘membuka’ yang maksudnya musim bunga karena kelopak bunga membuka.

Ilustrasi dewi Aprilis

5. Bulan Mei

berasal dari nama dewi Maia. Ia adalah dewi kesuburan bangsa. Pengaruhnya sampai ke sini mungkin sekali adalah sedekah desa, sedekah bumi, sedekah laut dalam rangka memohon berkah kepada dewi Sri.

6. Bulan Juni

berasal dari nama dewi Juno, istri dewa Yupiter

7. Bulan Juli

bersal dari nama kaesar  ‘Yulius caesar’ semula sebagai bulan kelima ‘quintilis’

8. Bulan Agustus

berasal dari bahasa portugis ‘agosto’ atau kaesar Romawi ‘Octavianus Agustus’

9. Bulan September

berasal dari kata ‘septem’ yang berarti ‘tujuh’ (non mitos), maksudnya bulan ke 7

10. Bulan Oktober

berasal dari bahasa Latin ‘octo’ yang berarti bulan ke ‘delapan’ diberlakukan sejak tahun 153 SM.

11. Bulan November

berasal dari kata ‘novem’ yang berarti bulan ke ‘sembilan’ berlaku sejak tahun 153 SM

12. Bulan Desember

berasal dari kata ‘desem’ yang berarti bulan ke ‘sepuluh’. Dalam bulan ini lahirlah dewa matahari, yaitu Dewa Janus,  tgl 25 Desember. Selanjutnya tanggal ini diadobsi menjadi lahirnya Yesus Kristus dalam agama nasrani. Ketika anak ke 3 dari dewa Zeus ini dinobatkan sebagai dewa matahari yang berarti raja para dewa, kemudian dijadikan sebagai bulan pertama dalam kalender romawi. Itulah sebabnya tanggal 25 desember dan 1 januari menjadi satu paket dalam agama nasrani sebagai hari sakral. Oleh pemerintah sekarang, hari itu menggantikan posisi hari liburan dari idul fitri bagi umat Islam. Hari natal yang mereka pertuhan, yaitu yesus lahir di hari kelahiran dewa janus. Jadi salah satu yang dapat kita petik dari peristiwa itu adalah sinkretisme antara nasrani dan agama romawi kuno, yaitu sinkretisme sistem teologi trinitas dan paganisme.

Kesimpulan :

Dalam tinjauan aqidah Islam, Nama-nama bulan dalam sistem kalender masehi penuh dengan paganisme, kemusyrikan karena melibatkan berbagai nama macam dewa yang disembah  atau diibadahi oleh orang-orang Eropa (Yunani, Romawi, Portugis, dan Belanda). Tentu tidak merusak aqidah Islamiyyah, selagi kita dudukkan sebagai budaya. Akan lebih bagus kalau kita tidak menggunakanakannya, antara lain membuat kalender murni hijriyah. Hanya saja belum ada yang membuatnya, tentu dengan berbagai alasan. Yang haram itu jika kita ikut mensakralkan hari-hari besar dalam kalender masehi itu. Wallahu a’lamu bi ash-Shwab.

Ustadz Drs. H. Danusiri M.Ag. ketika mengisi kajian ahad pagi PCM Gayamsari

Kalender Hijriah

Penetapan kalender Hijriyah dilakukan pada jaman Khalifah Umar bin Khatab, yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah. Kalender Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah hari berkisar 29 – 30 hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman Allah Subhana Wata’ala:

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

Terjemah Arti : Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.

Latar Belakang Penetapan Kalender Hijriyah

Abu Musa Al-Asyári sebagai salah satu gubernur di zaman Khalifah Umar r.a. menulis surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan. Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior waktu itu. Mereka adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhan bin Ubaidillah.

Mereka bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah saw, ada yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Muhammad saw menjadi Rasul. Usulan Ali bin Abhi Thalib lah yang diterima, yaitu berdasarkan momentum hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatstrib (Madinah). Musyawirin setuju atas usulan Ali. Selanjutnya  ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender Islam adalah pada masa hijrahnya Rasulullah saw.

Kesimpulannya :
1. Pelajaran yang diperoleh dari penetapan sistem kalender Islam semata-mata dilatarbelakangi oleh urusan praktis dan  nihil dari mitologi.
2. Nama-nama bulan pun didasarkan pada keadaan alam dan masyarakat pada masa-masa tertentu sepanjang tahun. Misalnya bulan Ramadhan, dinamai demikian karena pada bulan Ramadhan waktu itu udara sangat panas seperti membakar kulit rasanya.

Nama-Nama Bulan Hijriyah

1. Muharram, artinya yang diharamkan atau yang menjadi pantangan. Penamaan Muharram, sebab pada bulan itu dilarang menumpahkan darah atau berperang. Larangan tesebut berlaku sampai masa awal Islam. pada periode Madinah sudah tidak ada larangan perang lagi (lihat QS at-Taubah/9:36).

2. Shafar, artinya kosong. Penamaan Shafar, karena pada bulan itu semua orang laki-laki Arab dahulu pergi meninggalkan rumah untuk merantau, berniaga atau berperang, sehingga pemukiman mereka kosong dari orang laki-laki.

3. Rabi’ul awwal, artinya berasal dari kata rabi’ (menetap) dan awal (pertama). Maksudnya masa kembalinya kaum laki-laki yang telah meninqgalkan rumah atau merantau. Jadi awal menetapnya kaum laki-laki di rumah. Kebetulan banyak peristiwa bersejarah bagi umat Islam, antara lain: Nabi Muhammad saw lahir, diangkat menjadi Rasul, melakukan hijrah, dan wafat pada bulan ini juga.

4. Rabi’ul akhir, artinya masa menetapnya kaum laki-laki untuk terakhir atau penghabisan.

5. Jumadil awwal, berasal dari kata jumadi (kering, statis, stagnan) dan awal (pertama). Bulan ini merupakan awal musim kemarau, dan mulai terjadi kekeringan.

6. Jumadil akhir, artinya  musim kemarau yang penghabisan.

7. Rajab, artinya mulia, yaitu sejak kuno  bangsa Arab tempo melarang untuk berperang.

8. Sya’ban, artinya berkelompok, yaitu orang-orang Arab pada bulan ini lazimnya berkelompok mencari nafkah. Peristiwa penting bagi umat Islam yang terjadi pada bulan ini adalah perpindahan kiblat dari Baitul Muqaddas ke Ka’bah (Baitullah).

9. Ramadhan, artinya sangat panas. Bulan Ramadhan merupakan satu-satunya bulan yang tersebut dalam al-Quran, Satu bulan yang memiliki keutamaan, kesucian, dan aneka keistimewaan. Antara lain: Allah menurunkan ayat-ayat Al-Quran pertama kali, ada malam Lailatul Qadar, yakni malam yang sangat tinggi nilainya karena para malaikat turun untuk memberkati orang-orang beriman yang sedang beribadah, bulan penetapan ibadah puasa wajib,  kaum muslimin dapat menaklukan kaum musyrikin dalam perang Badar,   Nabi Muhammad saw berhasil mengambil alih kota Mekah,  dan mengakhiri penyembahan berhala yang dilakukan oleh kaum musyrikin, sekaligus membersihkan patung di ka’bah.

10. Syawal, artinya kebahagiaan. Musim panas sudah menurun, jadi cukup membahagiakan. Maksud lainnya adalah manusia kembali  ke dalam fitrah (kesucian) karena usai menunaikan ibadah puasa dan membayar zakat serta saling bermaaf-maafan. Itulah yang membahagiakan, terutama bagi bangsa Indonesia.

11. Dzul qa’dah, berasal dari kata dzul (pemilik) dan qa’dah (duduk). Bulan ini merupakan waktu istirahat bagi kaum laki-laki Arab dahulu. Mereka menikmatmnya dengan duduk-duduk di rumah.

12. Dzul Hijjah, artinya menunaikan haji. Pada bulan ini umat Islam sejak Nabi Adam as. menunaikan ibadah haji.

Kesimpulannya :
Makna asal bulan-bulan dalam Islam sudah berlalu sejak zaman kuno, bukan karena ajaran agama. Hanya kebetulan  peristiwa-peristiwa agama bertepatan pada bulan tertentu. Ini sifatnya hanya natural. 4 bulan suci – yang secara praktis  merupakan larangan perang (disucikan) – tidak lagi ada larangan perang karena kaum kuffar memerangi kaum muslimin. Pada bulan itu juga  umat Islam segera menangkis serangan itu.

Posisi Tahun Baru Hijriah

Tahun baru hijriyyah secara teologis (aqidah) tidak memiliki keistimewaan. Tidak perlu ada ibadah khusus menyambut hari ini. Kalau dikatakan suci, semua bulan sama sucinya. Islam menganut waktu adalah suci dan digunakan sumpah oleh Allah. Implikasinya tidak ada hari, bulan, dan tahun sial (nogo). Jadi, Islam tidak mengajarkan: horoskup, petungan, numerology, dan zodiak.

Demikian sabda Rasulullah :

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ قَالَ حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Telah bercerita kepada kami Sa’id bin Abu Maryam telah bercerita kepada kami Abu Ghassan berkata, telah bercerita kepadaku Zaid bin Aslam dari ‘Atha’ binYasar dari Abu Sa’id radliallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam besabda: “Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta hingga seandainya mereka manempuh (masuk) ke dalam lobang biawak kalian pasti akan mengikutinya”. Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah yang baginda maksud Yahudi dan Nashrani?”. Beliau menjawab: “Siapa lagi (kalau bukan mereka) “.Bukhari 3197,

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بَاعًا بِبَاعٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ وَشِبْرًا بِشِبْرٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمْ فِيهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ إِذًا

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun dari Muhammad bin ‘Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh, kalian akan mengikuti jalan (cara hidup) orang-orang sebelum kalian sedepa demi sedepa, sehasta demi sehasta dan sejengkal demi sejengkal, sehingga sekiranya mereka masuk ke lubang biawak, sungguh kalian juga akan mengikuti mereka.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka orang-orang Yahudi dan Nahsrani?” beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka.”(Ibnu Majah,3984, semakna dengan ahmad 7990).

Penutup

Jika hati umat Islam senantiasa terpaut dengan masjid, tentu tidak akan tertarik pada tradisi paganisme (penyembah  dan aqidah berhala). Bila jauh dari masjid, tentu akan mengikuti tradisi pagan itu meskipun masuk ke dalam liang biawak. 

Penulis : M. Danusiri
Editor : Muhammad Huzein Perwiranagara